Prolog

179K 6.4K 205
                                    


Eitss, sebelum baca, kalian nemu cerita ini darimana?

****

Di mobil, hanya ada suara isak tangis gadis yang baru lulus sekolah menengah atas, satu minggu yang lalu. Bagaimana mungkin? Di umurnya yang masih tujuh belas tahun, hari ini sudah resmi menjadi seorang istri. Istri dari seorang Devano Arsha Wirawisakha. Seorang pewaris muda ternama, yang namanya sudah mendunia.

"Kamu bisa diam, gak sii?!" bentak Arsha.

Gadis itu menatap takut pada Arsha. Ia berucap pelan pada laki-laki tersebut. "Om, jangan bentak-bentak. Nawa takut." tangisnya semakin menjadi.

Menghela nafas, ia menatap tajam pada gadis bernama lengkap Hanawa Ulfatunnisa Salsabila. Yang sekarang berstatus sebagai istrinya. "Apa lagi yang kamu tangisi? Nasi udah jadi bubur, udah jangan nangis lagi. Kuping saya pengang!"

Tangis gadis itu mulai mereda, mungkin ia lelah, menagis sepanjang perjalanan.

Beberapa menit terdiam, Nawa membuka suara, "Om, Nawa laper," ucapnya seraya memegang perut.

"Sebentar lagi kita sampai, kamu makan di rumah aja,"

"Tapi, Nawa udah laper banget."

Arsha menatap malas gadis itu, "Kamu tahan dua puluh menit lagi. Saya malas kalau harus berhenti dahulu,"

"Sekarang gak bisa ya? Dua puluh menit itu kelamaan." keukehnya. Bisa dibilang ia sudah tak makan sejak semalam. Mana napsu ia, menatap prasmanan di acaranya sendiri itu. Suasana baru ini, Nawa harus mulai membiasakan diri.

"Nawa please, jangan memancing emosi saya!" bentak Arsha. Nawa memalingkan wajahnya, ia kembali terisak dalam diam, membuat Arsha geram sendiri.

"Pak, kita singgah di restoran depan," ucap Arsha pada sopirnya. Ia tak sanggup lagi menghadapi gadis itu. Belum genap satu hari menjadi suaminya saja, darah Arsha sudah mendidih dibuatnya.

"Baik tuan,"

***

"Saya pesan Fish and chips satu. Minumnya es jeruk," ucap Arsha memesan menu. "kamu pesan apa?" tanya Arsha pada Nawa.

"Mau udang asam manisnya deh, Pindang saus tiram, oh iya, ada sambal terasi, sama daun singkong, gak Mbak?"

Arsha menatap tajam Nawa, "Jangan bercanda, ini restoran seafood."

Nawa menatap Arsha, kemudian mencebikkan bibirnya. "Nawa gak bercanda,"

"Maaf Mbak, di sini tidak ada sambal terasi, dan daun singkong," ucap pramusaji tersebut.

"Kalo sambal jengkol, ada gak?"

"Sudah Mbak, yang tadi saja. Tambah mineral waternya dua." ucap Arsha, mendahului pramusaji yang hendak menjawab pertanyaan Nawa. Sedangkan Nawa sudah cemberut, melihat Arsha yang main potong-potong ucapan orang, pertanyaan dia tadi kan belum dijawab!

***

"Wahh ... ini rumah, apa istana? Gede banget." Nawa memandang takjub rumah milik Arsha, matanya berbinar menatap sekeliling.

"Jangan norak, cepetan masuk,"

"Ini beneran rumah, om?"

"Menurut kamu?" tanya balik Arsha, meninggalkan Nawa yang masih terkagum-kagum di halaman luar rumah.

Nawa yang merasa di tinggalkan pun, berlari mengejar laki-laki itu.

Semua pelayan menunduk hormat pada tuan dan nyonya mereka. Nawa mengerjapkan matanya, melirik ke arah Arsha.

Belum sempat ia mengeluarkan suara, Arsha lebih dulu berbicara dan menyeret tangannya.

"Udah diem, sekarang udah malam, cepetan tidur sana." Arsha mendorong Nawa memasuki kamar, sedangkan dirinya, pergi ke ruangan kerja untuk menyelesaikan pekerjaan.

"Oke," lirih Nawa, lagian sekarang sudah pukul sembilan malam. Sudah memasuki jam tidurnya.

Setelah menghabiskan waktu lima belas menit untuk membersihkan diri, Nawa keluar dari kamar mandi. Ia berjalan menuju ranjang, saat mendudukan diri di sana, bukannya tidur, ia malah melompat-lompat kegirangan seperti bocah.

"Ini kasurnya gede banget, mana empuk lagi," ucapnya dengan bibir yang melengkung ke atas.

"Kamar Nawa aja gak segede ini, kasurnya juga gak selembut ini," ia berguling-guling di atas kasur, melompat-lompat. Begitu seterusnya.

Hingga kejadian tak terduga, akhirnya membuat perempuan itu tergelincir ke bawah dengan sorot yang mulai berbeda.

Matanya berkaca-kaca sembari memegangi pergelangan kaki.

"Om Arsha, kaki Nawa sakit!" Embun di pelupuk mata nyaris tak terbendung lagi, rasanya sungguh sakit, dan sulit digerakkan.

"Om Arsha!"

"Om Arsha, dimana sii? Kaki Nawa sakit," ucapnya terisak.

Tak lama Arsha tiba, pandangannya terperangah melihat sekeliling kamar yang berantakan. Gadis yang baru menyandang status sebagai istrinya itu, menangis tergugu di lantai.

Niat awalnya ingin membersihkan diri, tapi terpending dengan kesabaran yang terus di uji.

"Om Arsha kemana aja sii? Dari tadi Nawa panggil kok gak nyahut-nyahut?" Arsha menatap datar Nawa, menarik napas panjang, dan menghampiri istrinya itu.

"Kenapa lagi?"

"Kaki Nawa, sakit," ucapnya, seraya memandang laki-laki yang tak berekspresi itu.

"Sakit kenapa?"

"Jatuh dari kasur, terus kesandung karpet," ucapnya menahan tangis.

"Sukurin," setelah mengatakan itu, Arsha berlalu meninggalkan Nawa yang malah histeris kembali.

Devano Arsha

ARSHAWA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang