Bagian 40 || Pantai, Senja, Dan Kamu

34.7K 2.6K 91
                                    

Sudah lama sejak mendengar kabar itu, sampai saat ini, Azzam belum juga mampu mengusir gadis itu dari hatinya. Rasanya masih sama, hanya doa nya yang telah berubah.

Disaat dulu, ia mulai meminjam nama gadis itu di sepertiga malamnya, merayu Tuhannya agar di jadikan jodohnya, sekarang tidak. Doa itu telah berubah, walaupun nama gadis itu masih terselip di tiap doanya.

Di saat dulu, ia ingin di persatukan dengan gadis itu, sekarang doanya malah ingin gadis itu terhapus dari hatinya. Ia tahu, rasa yang dimilikinya ini salah.

Semakin ia berusaha melupakan, semakin dalam rasa yang dirasanya. Semakin ia menepis gadis itu dari fikirannya, semakin gadis itu melayang-layang dalam fikirannya.
Semakin ia mengabaikan, semakin menjadi pula rasanya.

Memutuskan untuk menerima ajakan pamannya, ia kini berada di kota santri.
Menjadi pengajar disana untuk sementara, karena memang pondok pesantren yang di urus oleh pamannya itu, sedang kekurangan satu orang pengajar.

Waktunya yang sedang kosong, ia manfaatkan untuk berkeliling. Disini lah, dia. Terduduk di tepian pantai, dengan menatap ombak yang menggulung. Menunggu senja, seorang diri.

Seorang gadis, dengan kernyitan di dahinya menatap sosok laki-laki yang terduduk di tepian pantai itu, dengan mata yang memicing. Tangannya menggenggam erat, lengan gadis kecil yang berusia delapan tahun di sampingnya.

"Eca, kita kesana dulu yuk? Mbak kayak kenal sama orang itu." ucap Nawa, dengan menunjuk sosok laki-laki yang mengenakan hoodie hitam, di pinggiran pantai.

Sedangkan gadis kecil yang mengenakan hijab warna merah muda itu mengangguk saja. Ia mengikuti langkah Nawa, yang menggenggam tangannya dan berjalan kearah laki-laki yang di tuju.

"Assalamualaikum," Azzam yang sedari tadi fokus menatap ombak, kini mengalihkan pandangannya ke asal suara. Dirinya sedang tidak berhalusinasi kan?

"Bener kak Azzam, ternyata." ucap Nawa dengan senyumannya.

Azzam terpaku sesaat, setelahnya ia mengalihkan pandangannya ke arah pantai kembali. Senyum itu masih manis seperti sebelumnya. Apa dirinya saat ini sedang halusinasi? Gadis itu tak mungkin berada disini kan? Apa efek patah hati, bisa membuatnya gila, hingga bisa terbayang-bayang gadis itu?

"Kak Azzam? Salamnya kok gak di jawab?"

Azzam menoleh lagi, mendengar itu.

"Ini beneran kamu? Kamu, disini?"

Nawa mengangguk mendengar itu. "Iya, ini beneran aku. Aku disini. Kenapa sih?"

Azzam menggeleng, "Waalaikumussalam." ucapnya pelan. Jadi, ini beneran? Bukan haluan?

Nawa ikut duduk, dengan jarak satu meter yang membentang di antara keduanya. Ia juga menatap kedepan, menikmati pemandangan disana, dengan di ikuti angin yang menyentuh lembut porinya.

"Kak Azzam, kok bisa disini?" tanya Nawa, tanpa menoleh.

"Saya bantu paman saya, ngajar di pondok pesantrennya," jawab Azzam cuek, tanpa menoleh.

Nawa mengangguk mendengar itu. Sedangkan Azzam, ia masih menahan keinginannya, untuk bertanya mengapa gadis itu bisa berada disini. Namun, egonya menolak untuk itu. Hening menguasai mereka saat ini.

"Abang, pacarnya mbak Nawa, ya?" dalam hening, gadis kecil yang duduk di tengah-tengah mereka itu menyeletuk.

Azzam juga Nawa menoleh serempak, "Bukan." jawab mereka bersamaan. Tatapan keduanya bertubrukan, saat mengatakan itu. Hanya beberapa detik, setelahnya mereka menatap kedepan kembali.

"Ciee, barengan." goda gadis kecil itu, dengan menatap dua orang yang tampak salah tingkah itu. Tidak, satu orang. Namun, Azzam mampu menutupinya.

"Udah, ih Eca. Gak ada pacaran-pacaran. Dosa tahu," ucap Nawa.

ARSHAWA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang