Bagian 35 || Tolong, Beri Aku Waktu

46K 2.6K 43
                                    

Perlahan, netra berwarna gelap itu, membuka matanya dengan sempurna. Ia mengerjap beberapa kali, untuk menyesuaikan cahaya. Ringisan, terdengar dari bibirnya, kala merasakan sakit di beberapa bagian tubuhnya.

Sadar ini di rumah sakit, ia menolehkan sedikit kepalanya, melihat siapa yang memegang lengannya dengan kepala yang di baringkan di atas brankar yang ia tiduri.

"N-Nawa ..." senyum tipis, terlihat di bibir laki-laki itu. Ia mengangkat tangan sebelah kirinya, hendak mengelus pelan, puncak kepala istrinya yang di baluti hijab. Namun, amat sakit di rasakannya, membuat ia mengurungkan niatnya itu.

Ternyata, tangan sebelah kirinya keseleo. Sedangkan kaki sebelah kanannya, di perban. Luka goresan yang terdapat di kakinya lumayan panjang. Membuat ia kesulitan untuk bergerak dengan leluasa.

Ia menghela nafas pelan, kala tak bisa menyentuh istirnya. Tangan sebelah kanan miliknya yang tak terluka, di pegang gadis itu. Ia jadi sungkan untuk menariknya, karena takut gadis itu terbangun.

Ia menatap wajah, dengan mata yang terpejam damai itu. setetes air mata jatuh, melihat gadis itu masih berlaku baik padanya, walaupun telah ia sakiti dan patahkan dengan terus-terusan.

Terbuat dari apa, hati istrinya ini? Kendati sudah berderai air mata, dengan hati bagai gelas kaca yang sudah pecah dan tak berbenah, ia bahkan masih sudi untuk membantunya. Bahkan menemaninya yang seorang diri di rumah sakit ini. Perempuan itu masih mengurusnya. Ia masih menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik.

Sungguh, Arsha merasa sangat bersalah. Ia sangat menyesal atas segalanya. Ia sudah terlanjur di butakan dengan dendam, hingga tak menyadari rasa yang perlahan tumbuh dan membesar di dalam hatinya. Salahnya sendiri, membesarkan ego dan gengsi. Terus menampik apa yang di rasakannya, hingga kini hanyut dalam penyesalan sendiri.

Permainan yang ia buat, malah ia sendiri yang terjebak di dalam permainan itu. Masih adakah kesempatan untuk ia memperbaiki? Ia berjanji, akan menjaga gadis itu. Ia berjanji, tak akan menyakitinya seujung kuku pun lagi. Ia akan melindungi gadis itu, bahkan hingga titik darah penghabisannya.

Gadis yang masih terlelap itu, tiba-tiba membuka matanya, kala merasakan sesuatu yang dingin menetes di jemarinya.

Ia mendongakkan kepalanya, dan mengerjap lucu. Keadaannya yang seperti orang linglung membuat laki-laki yang terbaring itu gemas ingin mencium kedua pipinya.

Tersadar, ketika manik keduanya bersitatap, ia segera bangkit dari duduknya. Menyambar sling bag nya yang berada di atas nakas dan hendak pergi dari ruangan itu.

"Nawa tunggu, mau kemana?" pergerakkan gadis itu terhenti sesaat, dengan tangan yang memegang gagang pintu.

"Jangan banyak bergerak. Suster akan datang membawa makanan. Assalamualaikum."

"Jangan pergi dulu! Kamu harus ingat ini baik-baik, aku gak akan pernah buat ceraiin kamu. Dan tolong, beri aku waktu. Aku akan kasih bukti yang kuat, kalau aku, gak pernah macam-macam dengan Amira, dan lagi, janin yang di kandungnya itu, bukan benih aku. Dan jangan pernah lagi, buat lontarin kata cerai. Aku gak suka," tanpa sadar, mata laki-laki itu berkaca-kaca.

Nawa segera menutup pintu itu, dan langsung pergi dari sana, setelah mendengar ucapan suaminya. Perasaannya berkecamuk.

***

Nawa berjalan dengan kepala yang terus menunduk. Dalam hatinya ia bertanya-tanya, kenapa semua orang terus menjadikannya pusat perhatian? Apa lagi bisik-bisik tak mengenakkan itu, sangat mengganggunya.

Ya, pagi ini ia sudah mulai masuk kuliah kembali, seperti biasanya. Ia sudah terlalu banyak izin dan ketinggalan.

"Muak banget, liat wajahnya yang sok polos itu." decih seorang gadis dengan dress merah gelapnya, pada teman-temannya.

ARSHAWA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang