Bagian 06 || Canggung

44K 3.4K 35
                                    

Seorang laki-laki dengan keadaan kacau, berdiri termenung di pembatasan rooftop dengan pikiran berkecamuk. Dari kemarin malam, ia tak pulang sama sekali. Entahlah, bagaimana keadaan gadis itu, ia tak tahu. Setelah menelpon seorang dokter pribadinya untuk mengecek keadaan istrinya yang tak sadarkan diri ia pergi meninggalkan rumah.

"Argh!" Arsha mengusap kasar rambutnya. Setelah itu, ia mengeluarkan satu bungkus rokok beserta pemantik. Mulai menghisap benda yang berbahan baku nikotin itu.

"Gue kenapa sih? Biasanya juga gak kayak gini," tampak asap mengepul, keluar dari rongga hidung dan mulutnya.

"Kenapa kayak gak tega ngeliat dia kek gitu? Biasanya juga gue fine-fine aja. Gak ngerasa simpati kayak gini!"

"Keadaannya gimana ya?"

"Ck! Tapi gue masih kesal!"

"Gue gak mungkin cemburu. Enggak! Gue cuma gak mau pernikahan gue di kotorin gitu aja dengan perselingkuhan. Gak lebih,"

"Gue gak cemburu," Arsha, laki-laki itu terus berbicara sendiri. Berdebat dengan hati dan pikirannya, menyangkal semua rasa yang terbesit itu. Teruslah dengan kedenialanmu Arsha.

"Apa gue pulang aja, ya? Eh enggak deh, tapi masa iya gue tanpa tujuan gini. Apa pulang aja ya? Ck, bingung banget!" Lagi-lagi, helai rambut tak bersalah itu, menjadi sasaran kegusaran seorang Devano Arsha Wirawisakha.

***

"Sekali lagi lo ngomong, gue sumpel mulut lo pakek ni cabe," ucap Dea seraya mengacungkan sebatang cabe rawit, kepada laki-laki di depannya.

Saat ini Dea dan kedua semprulnya tengah duduk di salah satu meja kantin. Ketiganya tak luput dari percekcokan yang tak henti-hentinya. Iya, mereka ramai sendiri. Padahal hanya beberapa orang ...

"Elah, santuy kali. Dari pada lu sama sii gagang pintu, masih mendingan gua lah," Doni mulai flirting, menyugar rambutnya ke belakang.

"Dih, muka kek serbuk deterjen pede banget." Dea mencomot satu bakwan dari piring di depannya. Sudah kesal karena patah hati, ditambah Nawa yang hilang kabar begitu aja, kan dia mau curhat! Mana sii dua semprul selalu ngintilin dia mulu, ngajak debat terus kerjaannya.

"Ganteng gini dibilang serbuk deterjen. Emak gue mah bilang gue itu mirip Teh ... Teh Gayung ..., eh Teh Kyung. Ah, Teh apaan sih Dan?" tanya Doni pada Dani, kembarannya.

"Taehyung goblok!" Dani menggeplak kepala adiknya.

"Nah itu ... Taehyung," lanjutnya.

"Hah? Gak salah? Mata emak lo kelilipan laba-laba kali, muka pas-pasan udah kek kenalpot motor dibilang kek Taehyung. Lo sama sii Tae mah beda jauh, kayak sebuah kentang dan sebuah berlian kalo dibandingin mah,"

"Sialan,"

"Udah, udah. Diem lu pada. Gua serius nih De, bagi nomor sii Nawa dong," kali ini Dani yang angkat suara, sudah beberapa hari ia mendesak Dea untuk memberikannya nomor Nawa, namun tak diberi juga. Sudah minta pada sii pemilik juga gak dikasih. Sebenarnya, Dea yang melarang, dia tahu kalau Dani ini buaya darat. Dia gak mau, sahabat satu-satunya itu masuk ke jalan yang salah.

"Nggak, enggak! Sahabat gue gak gue izinin masuk ke kandang buaya. Fuckboy kek lo gak pantes sama sii Nawa," sarkas Dea sembari meminum es tehnya.

"Gua udah tobat kali, gak bakal gua ghosting atau gua sakitin elah. Gua serius," Dani masih keukeh membujuk gadis di depannya ini.

"Tapi tumben Nawa gak keliatan. Biasanya lu berdua nempel mulu kek perangko," Doni menyahut.

"Nah, itu dia ... Nawa udah ilang kek di telan bumi. Gue call nomornya gak aktif, udah gue spam juga padahal. Kemana ya dia?"

"Demi apa, lu serius?" sahut Dani.

ARSHAWA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang