Bagian 38 || Apa Ini Hal Yang Tepat?

37K 2.7K 62
                                    

"ARSHA!" tampak Bima yang buru-buru turun dari mobilnya. Tangannya menggenggam sebuah payung berwarna hitam, berlari cepat menghampiri Arsha yang terduduk dengan darah yang masih mengalir dari lukanya yang kembali terbuka.

Setibanya disana, ia turut memayungi Arsha, agar pria itu tak kehujanan kembali.

Arsha mendongak, menatap temannya itu. Bibirnya bergetar karena kedinginan, bibir tipis itupun juga tampak sedikit memucat.

"SADAR! LO JANGAN KAYAK GINI! COBA LO FIKIRIN KEADAAN LO DULU BISA GAK SIH?" bentak Bima dengan nada tersirat akan kekhawatiran.

"Ayo pulang." ucapnya dengan lembut. Ia bergerak, hendak membantu Arsha berdiri.

"Lo pergi, gue gak akan pulang." ucap Arsha dengan menepis pelan tangan Bima yang memegang bahunya.

Bima menghela nafas berat. Mati-matian ia menahan emosi atas keras kepala temannya itu. "Lo bisa kehabisan darah, kalo gini terus! Lo liat luka lo? Jahitannya belum kering dan sekarang udah kebuka aja. Lo itu juga baru pulang dari rumah sakit. Jangan kekanak-kanakan bisa gak sih?"

"GUE BILANG PERGI BIMA! GUE GAK PERDULI! GUE GAK PERDULI DENGAN KEADAAN GUE. YANG GUE MAU CUMA NAWA! GUE CUMA MAU MAAF DARI DIA!" ucap Arsha dengan mendorong Bima yang sedang berjongkok dengan satu tumpuan kaki. Hal itu membuat Bima terhuyung kebelakang, dan melepaskan payungnya.

"ARSHA! SEKARANG HUJAN. SETIDAKNYA LO PULANG DULU, LO MAU SAKIT LAGI? JANGAN NYIKSA DIRI LO SENDIRI DENGAN KAYAK GINI!" ucap Bima dengan mengusap wajahnya, karena air hujan.

"Gue gak perduli mau sakit atau apapun dengan diri gue. Yang gue mau cuma Nawa ... dia benci sama gue. DIA BENCI SAMA GUE BIM!" Arsha menunduk. Badannya sekarang bahkan sudah tak karuan. Mati rasa, karena hujan yang dari tadi mengguyurnya.

"Gue mau disini. Gue mau nunggu dia. Dia pasti bakal keluar, gue mau nunjukin kalo gue gak main-main, gue tulus minta maaf. Gue serius. Dan gue takut dia bakal benar-benar pergi!"

Bima bangkit, ia berdiri menatap Arsha. "TERUS LO MAU DISINI SAMPAI KAPAN?! SAMPAI LO KEHABISAN DARAH, DAN PINGSAN DI SINI?!"

"SAMPAI MATI PUN GUE GAK PA-PA. YANG PENTING NAWA MAU PERCAYA SAMA GUE. GUE CUMA MAU DIA, GUE GAK AKAN TENANG SEBELUM DIA CABUT KATA-KATANYA TADI! Kalo dia benar-benar pergi gimana? Gue takut ... gue takut Bim! Gue gak mau kehilangan yang kesekian kalinya lagi!" 

Baru kali ini, Bima melihat temannya itu kembali berada di titik terendahnya, setelah beberapa tahun silam. Ia tahu betul, kehidupan laki-laki itu sejak kecil. Yang dulu Arsha masih bisa menyembunyikan apa yang di rasanya, sekarang tidak. Laki-laki itu sekarang bahkan tak perduli dengan apapun. Yang menjadi fokusnya hanya Nawa. Nawa dan Nawa. Ketakutan menjadi di dalam dirinya. 

Arsha perlahan bangkit, dengan susah payah ia berjalan kearah pintu. Jalannya yang tertatih membuat Bima tak tega. Di saat ia hendak membantu dan mendekat, ia malah di tolak.

"Lepas. Gue bisa sendiri." tangannya yang di tepis, membuat Bima mengusap kasar, kepalanya sendiri. Keras kepala laki-laki itu sama sekali tak hilang ternyata.

"Nawa ... tolong percaya sama aku. Kasih aku waktu buat bawa orang itu. Kasih aku kesempatan buat perbaiki semuanya. Tolong jangan tinggalin aku. Maaf, maafin aku ...." ucapnya dengan suara serak. Tangannya terus mengetuk pintu yang terkunci itu. Membuat gadis yang berada di balik jendela itu, menutup gorden nya kembali.

Ia terduduk, dengan badan yang bergetar. Kenapa ia harus terjebak di keadaan seperti ini?

'Aku coba untuk percaya. Aku juga udah maafin semuanya yang udah berlalu. Bahkan jauh, sebelum om minta maaf. Tapi untuk kembali, dengan berat hati aku tolak itu.' ia bangkit, berjalan ke arah pintu.

ARSHAWA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang