Ch. 23. Sang pianis

1 4 0
                                    

130 Tahun yang lalu...

Di dalam teater besar yang minim pencahayaan. Seorang pria berdiri dengan percaya diri dan menyaksikan apa yang dilakukan wanita yang baru saja naik ke atas panggung.

Clarice Quinn. Nama pianis cantik berusia 35 tahun.

Dengan jari-jari lentik dan indahnya. Wanita itu melantunkan suara indah piano hingga menggema diseluruh ruangan besar teater yang sunyi.

Ia ingin terus menciptakan lagu-lagu yang dapat membuat orang-orang menari jika mendengarnya.

PROKK.. PROKK... PROKK..

Pria tersebut menepuk tangannya dengan antusias ketika wanita tersebut selesai memainkan piano.

"Bravo! Aku sangat bangga padamu, Clarice!" Teriak pria tersebut menyemangati sang wanita pujaannya.

"Terima kasih, Bruno!"

Bruno Gilberts. Pria berusia 37 tahun merupakan seorang pengusaha butik-butik ternama sekalis tunangan dari Clarice.

Bruno berlari kecil ke atas panggung agar bisa dekat dengan Clarice.

"Bruno, aku sedikit gugup karena kontesnya akan diadakan besok malam. Apa kau yakin aku bisa menang?" Tanya Clarice kepada Bruno yang sudah berada di dekatnya.

"Miss Dhisa juga mengikuti kompetisi ini. Dia adalah orang yang populer." Sambungnya.

Bruno menggenggam tangan dingin Clarice yang sedikit gemetar dengan lembut.
"Aku percaya padamu. Kau sudah bekerja keras selama beberapa hari ini dan besok adalah waktunya untukmu bersinar."

"Jangan khawatir. Menang ataupun kalah, kau tetaplah wanitaku."

Ccup.

Bruno mengecup dahi Clarice dengan lembut.

KRRIEEET..

Pintu besar teater itu terbuka dan memperlihatkan sekumpulan pria berbadan tegap dengan jas hitam melekat di tubuh mereka.

"Wah wah wah.. Kalian benar-benar pasangan yang serasi." Ucap pria berkacamata hitam dengan rokok di jarinya.

"Tuan Andreas?" Wajah Bruno tampak berkeringat.

Andreas Martin. Berusia 39 tahun merupakan pemimpin mafia tersadis di kota itu kini berhadapan dengan Bruno dan Clarice.

"Kenapa anda bisa datang di tempat ini?" Tanya Bruno.

"Memangnya teater ini hanya untuk kalian berdua?" Tanya Andreas dengan tatapan dingin.

"Kekasihku selalu cemas setiap hari karena seseorang." Ucap Andreas.

"A.. Apa maksud anda?" Bruno berusaha menyembunyikan Clarice dari balik punggungnya.

"Kau tahu? Kekasihku, Dhisa. Selalu terjaga di malam hari karena khawatir tentang kompetisi piano." Jelas Andreas.

"Aku datang ke tempat ini untuk mencari orang yang sudah membuat kekasihku gemetar seperti orang gila."

"Kau tahu siapa dia?" Andreas mendekat ke arah Bruno dan membisikkan nama seseorang.
'Clarice Quinn!'

Ffuuh..

Andreas menghembuskan asap rokoknya.

"Aku akan menyingkirkan orang yang menganggu kekasihku!"

Bruno memberikan isyarat kepada Clarice untuk segera lari tetapi ronbongan mafia itu ternyata sudah ada di mana-mana dan mengepung mereka berdua.

"Tuan Andreas. Kumohon jangan sakiti Clarice. Dia juga merasakan hal yang sama seperti Miss Dhisa. Clarice merasa segan kepadanya." Ucap Bruno.

LOST IN THE WORLD OF THE DEATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang