beginning 🍂

4.8K 689 122
                                    

"Mama!!" Teriak Jena dari dalam kamar mandi, membuat Tania dan Kyle yang tengah duduk mengobrol disofa terperanjat dan menghampiri Jena.

"Kenapa, nak?" Sahut Tania khawatir

"M-ma, ada darah. Aku abis pipis, tapi ada darah keluar" Jena menangis.

"Perutnya sakit?" Tanya Tania lagi. Jena menggeleng.

"Kyle panggilin dokter ya" Kyle mengangguk lalu keluar untuk memanggil dokter

"Ayo mama bantu, pelan-pelan sayang" Tania membantu membawa infus Jena

Jena masih menangis, dia sangat takut.

Tak lama, Kyle datang bersama dokter dan satu perawat.

"Kenapa, bu?" Tanya dokter wanita itu pada Tania

"Anak saya abis pipis katanya keluar darah"

"Oh begitu. Tidak apa-apa, biasanya ibu hamil yang barusaja mengalami pendarahan akan mengeluarkan darah sisa, tapi saya sarankan anak ibu jangan banyak melakukan aktivitas ringan dulu, takutnya pendarahan lagi. Jadi untuk beberapa hari ini anak ibu istirahat saja disini sampai saya benar-benar memastikan kondisi bayinya baik-baik saja"

"Tapi anak saya ngga apa-apa, dok?"

"Anak ibu dan bayinya baik-baik saja. Tapi harus ingat ucapan saya tadi"

"Iya dok. Saya akan menjaga anak saya. Terimakasih dokter"

"Ya sudah saya permisi dulu, jangan lupa diminum vitaminnya ya"

Dokter dan perawat itupun keluar. Tapi Jena masih saja menangis, sampai akhirnya Mahesa datang bersama teman-temannya.

"Kenapa, ma? Mahesa liat ada dokter baru aja keluar dari sini" tanya Mahesa bingung.
"Jena, lo kenapa?" Mahesa mendekati Jena yang sedang menangis.

"Aku takut," ucapnya gemetar.
"Tadi Jena abis pipis, terus katanya keluar darah lagi" ucap Tania

"Terus sekarang gimana? Masih sakit?" Jena menggeleng.

"Mahesa, kamu tenangin Jena dulu ya" Mahesa mengangguk

"Bro kita tunggu diluar" Jay menepuk pundak Mahesa lalu keluar bersama yang lain.

Mahesa mengusap air mata Jena yang membasahi pipinya.
"Ngga apa-apa, semuanya bakal baik-baik aja" Jena hanya mengangguk pelan.

Tangan Mahesa terulur, mengusap perut buncit Jena. Tentu saja dia merasa canggung, apalagi itu secara tiba-tiba. Tangannya refleks ingin memegang perut Jena, rasanya sedikit malu. Tapi Mahesa merasa nyaman.

Jantung Jena berdegup kencang, rasanya nyaman ketika tangan besar Mahesa mengusap pelan perutnya.

















Plakk

Raina mendapatkan tamparan lagi.
Kali ini papanya sendiri yang melakukannya.

"Apa yang kamu lakuin ke Jena, Raina!!"
Sedangkan Raina hanya tersenyum miring setelah mendapatkan tamparan keras dari Papanya.

Raina menatap papanya nanar.
"Papa belain anak tiri papa itu? Apa papa ngga tau aku juga sakit hati waktu tau kalau pacar aku yang udah hamilin Jena" mata Raina mulai berkaca-kaca.

"Tapi kamu ngga harus lakuin hal kaya gitu, kan? Kamu tau ini bukan kemauan Jena! Jena korban!"

"Harusnya Jena gugurin kandungannya!! Dia tau kalo Mahesa itu pacar aku, tapi kenapa dia malah mau nikah sama Mahesa!"

"Kamu ngga ada hak buat nyuruh seenaknya buat Jena gugurin kandungannya, itu hak dia. Dan soal Jena yang mau nerima pernikahannya sama Mahesa itu udah jadi kewajiban, Mahesa ayah kandung bayi itu"

M A H E S ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang