change 🍂

4.7K 659 45
                                    

Dua hari yang lalu ....

Sebelum Mahesa pergi berkencan dengan Raina, dia bersiap-siap dengan kemejanya. Dia mendengar Jena yang sedang mandi didalam. Mahesa menatap lembaran foto diatas ranjang, ternyata foto janin Jena.

Mahesa mengambilnya dan melihat satu persatu foto-foto itu. Janinnya tampak sedikit lebih besar dari yang kemarin.
Mahesa merasa nyaman saat melihatnya, jiwanya tenang dan jantungnya berdegup kencang.

Perasaan itu muncul tiba-tiba, lalu dia mengambil satu foto itu untuk ditaruh didalam sakunya.

Mahesa berpikir kalau Jena melakukan USG lagi setelah pendarahan kemarin. Mahesa juga mengira kalau Jena khawatir soal bayinya.

Setelah bertemu Raina, Mahesa merasa gusar. Perasaannya tidak enak ketika ingat bahwa Jena akan menemui Papanya hari ini.

Setelah berpikir, mungkin Mahesa harus mencari Jena. Memastikan bahwa Jena baik-baik saja.

Sampai akhirnya dia meninggalkan Raina sendiri dan menghubungi Tara untuk mencari tau alamat Papa Jena.

Dan benar saja, saat Mahesa memasuki halaman rumahnya, Mahesa mendengar suara teriakan dari dalam. Untung saja pintu utama tidak terkunci dan Mahesa buru-buru mencari sumber suara.

Jena sudah tak berdaya diatas ranjang dengan Papanya yang menindih tubuh mungilnya.


















Setelah kejadian itu, hari ini Jena tidak masuk ke sekolah. Dia masih takut dan was-was. Entah kenapa bayangan itu Terus muncul hingga membuat kegiatannya terhambat.

Ditemani Tania dikamarnya, Jena tampak diam tak bersuara. Jena yang biasanya banyak bicara kini hanyalah Jena yang pendiam dengan segala pikirannya.

Baru beberapa hari setelah kejadian itu, Jena sudah banyak berubah dan itu sangat dirasakan oleh Tania.

"Jena mau makan apa?" Tanya Tania

Jena menggeleng.
"Aku ngga laper, Mah"

"Ngga boleh gitu, kamu harus makan"

"Nanti aja, Mah"

"Mau minum susu? Mama udah beli yang baru. Mau rasa strawberry?"

"Mah,?"

"Iya sayang," Tania duduk lebih dekat dengan Jena, mengusap lembut rambutnya.

"Aku boleh ngomong sesuatu?"

"Boleh, ngomong aja sama Mama"

"Mama tau pacar kak Mahesa?"

"Mama tau, tapi belum pernah ketemu secara langsung, kenapa?"

"Dia," Jena gemetar
"Dia kakak tiri Jena, Mah"

Tania sedikit terkejut
"Kakak tiri?" Jena mengangguk.
Lalu Jena menceritakan tentang Mamanya yang ternyata bukan orang tua kandungnya, perceraian orang tuanya, Raina yang benci padanya dan Papa tirinya yang menyayanginya.

Tentu saja Jena tidak menangis, kini semua itu sudah menjadi alasannya tegar. Dia sudah berjanji lada dirinya sendiri untuk tidak lemah.

"Mama tau Jena kuat, kita lalui sama-sama ya. Jangan sungkan buat cerita apapun sama Mama" Jena mengangguk

"Yaudah kamu istirahat aja, kayanya kamu ngantuk" Jena mengangguk lagi.















"Mahesa,"
"Kamu kenapa sih ngga kaya dulu, sekarang kamu agak cuek sama aku"

M A H E S ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang