"Aawwwww!!!" Suara itu membuat Tania beranjak dari tempat duduknya. Menghampiri sumber suara dari arah kamar Mahesa dan Jena.
"Jena, kenapa nak?" Tania langsung masuk ke dalam kamar, karna memang Mahesa sedang tidak dirumah.
"Jena kepleset, ma"
Balas Jena dari dalam kamar mandi"Ya ampun sayang, kamu harus hati-hati" Tania membantu Jena berdiri.
"Ngga apa-apa kok, ma. Cuma agak ngilu kakinya kebentur lantai"
"Tapi perut kamu ngga sakit, kan?"
Jena tersenyum, mengusap perut buncitnya, "Nggak, ma. Untung jatuhnya ngga terlalu keras dan perut Jena ngga kebentur"
"Syukurlah, lain kali harus hati-hati kalo mau ke kamar mandi"
Jena mengangguk.Semua keluarga sudah berkumpul untuk melakukan makan malam, hari ini Mahesa pulang lebih awal karena papanya menyuruh Mahesa untuk tidak banyak melakukan pekerjaan beberapa hari terakhir ini, karena beberapa hari lagi Jena akan melakukan operasi.
Tapi Jena belum juga turun dan ikut berkumpul bersama keluarga besarnya.
"Papa, kata nenek besok Raffael mau diajak jalan-jalan, boleh ngga?"
"Boleh sayang, tapi ngga boleh nakal ya" Mahesa tersenyum hangat pada anaknya
"Bang, kak Jena mana? Kok belum kesini" tanya Riki
"Sebaiknya kamu susulin Jena, mama takut dia kenapa-kenapa. Tadi aja dia jatuh dari kamar mandi" tutur Tania
"Jatuh dari kamar mandi? Kok mama ngga bilang dari tadi" Mahesa langsung bangkit dan berlari kecil menaiki anak tangga, meninggalkan keluarganya dimeja makan.
"Sayang" panggil Mahesa
Dia langsung menghampiri Jena begitu melihat wajah istrinya itu yang begitu pucat. Jena berdiri dengan bertumpu pada meja nakas disebelah tempat tidur sambil memegangi perutnya."Sayang, ada darah" ucap Jena memperlihatkan tangannya pada Mahesa
"Perut kamu sakit?" Tanya Mahesa khawatir, Jena mengangguk pelan
"Maaf, tadi siang aku jatuh dari kamar mandi, aku ngga bilang sama kamu" adu Jena. Tangan kanannya mencekam kuat baju Mahesa.
"Perut aku sakit" ucapnya bergetar,
"Kita ke rumah sakit sekarang ya" Jena mengangguk patuh.
Mahesa langsung membopong Jena dan membawanya ke rumah sakit.
"Jadi gimana dok?"
"Ibu Jena akan melakukan operasi sekarang. Melihat kondisinya yang pendarahan dan harus segera ditangani"
"Baik dok, tolong lakukan apapun untuk istri dan anak saya"
"Saya akan berusaha semaksimal mungkin"
Mahesa duduk didepan ruang operasi, menyembunyikan wajahnya dibalik telapak tangan besarnya. Berusaha untuk menetralisir rasa takutnya.
Tangan Tania mengusap punggung anaknya dengan lembut, berusaha membuatnya sedikit tenang.
"Ma, Mahesa takut"
"Ngga usah takut, kita berdoa aja supaya Jena dan bayinya sehat"
Tiga jam berlalu, kini Mahesa lebih gugup dari sebelumnya karena salah satu dokter keluar dari ruangan operasi.
Mahesa langsung menghampiri dokter itu.
"Gimana dok istri dan anak saya?""Syukurlah, istri dan anak bapak baik-baik saja, Untung saja segera dibawa kesini jadi bisa segera ditangani, kalau tidak mungkin bapak sudah kehilangan salah satunya"