Hari ini jadwal Jena cek kandungan. Tapi karna Mahesa sedang dirumah sakit, mau tak mau Jena harus pergi sendiri.
Sebelum berangkat menemui dokter pribadi mereka, Jena berpamitan terlebih dahulu pada Mahesa.
Tapi Mahesa menyuruh Saka untuk mengantarnya. Dengan terpaksa Jena mengiyakan, karna dia tak mau Mahesa marah.
Bukan cuma Saka, tapi kedua temannya pun berada disana untuk menemani Mahesa.
"Gue ngga mau tau, pokoknya kalian berdua harus ikut" omel Saka, karna dia tidak mau hanya berdua dengan Jena saja.
"Kenapa emang, kan yang disuruh lo doang" sahut Jay
"Sa, emang lo mau gue berduaan aja ama Jena, ntar malah gue yang dikira suaminya"
"Enak aja, gue yang bikin lo yang diakuin"
"Ihh mulutnya," Jena menepuk bibir Mahesa pelan.
"Nanti bayi denger""Otak lo aja yang disekolahin, mulutnya kagak" celetuk Jay
"Ini jadi engga? Aku udah janji sama dokternya" ucap Jena
"Kalian temenin Jena, gue ngga mau tau" titah Mahesa
"Iya, iya. Demi lo gue temenin nih emak-emak" kata Saka
"Enak aja lo ngatain istri gue emak-emak"
"Dia masih gadis""Gadis tapi bukan perawan" sahut Saka
"Lo gila tapi bener" Jay tertawa
"Aku berangkat sendiri aja deh, kalian semua ngga waras"
"Enak aja, gini-gini banyak yang suka"
"Heh Saka! Lo mau nemenin Jena apa cuma mau ngebacot doang" protes Rey
"Udahlah kalo nurutin bacotnya Saka kita ngga jadi berangkat" Jay menyaut jaket kulit berwarna hitam pekat disofa.
"Aku pergi dulu ya, jangan lupa makan siangnya" Mahesa mengangguk lalu mengusap perut Jena sebentar sebelum Jena dan ketiga temannya pergi.
"Jen, lo yakin nih ngajak kita bertiga?" Tanya Saka
"Kalian tunggu aja diluar, aku udah janji kok sama dokternya"
"Kalo gitu kita nungguin diruang tunggu ya, kalo ada apa-apa telpon aja" ucap Rey, diangguki oleh Jena.
"Rey, gimana lo sama Tara? Gue liat akhir-akhir ini lo bucin parah sama tuh cewek" tanya Jay
"Muka aja lo dingin, tapi Bucinnya ngalahin Romeo dan Juliet" sahut Saka
"Kalian bakal ngerasain kalo lo berdua punya cewek"
"Yayaya, gue bakal tembak dia sekarang" gumam Jay
"Hah? Lo punya gebetan. Bukannya lo jomblo karatan" ejek Saka
"Gue doain lo ngga dapet jodoh" ketus Jay
"Hahaha mampus lo Saka" Rey tertawa puas, menertawakan Saka.
Sudah hampir sejam Jena belum juga kembali. Tiga manusia-manusia laknat itu keasyikan mengobrol hingga akhirnya lupa akan Jena.
"Ngomong-ngomong Jena lama amat ya. Dia periksa kandungan apa mau lahiran" kata Saka
"Eh iya. Kalian sih ngajakin ghibah makanya lupa sama Jena" balas Rey
"Kalo Jena ilang gue ngga akan tanggung jawab yaa" imbuh Jay
"Enak aja, kita bertiga udah dititipin Jena sama Mahesa. Kalo sampe ilang Jena nya, bisa-bisa pala kalian juga bakal ilang"
"Mending lo telfon deh Rey"
Rey langsung mengambil ponsel disaku celananya dan langsung menelfon Jena.
"Ngga diangkat"
"Coba lagi"
....
"Ngga diangkat juga"
"Gimana nih, kita samperin aja kali ke ruangan Jena periksa"
"Hooh, perasaan gue ngga enak"
Mahesa yang sedang menikmati makan siangnya terganggu oleh ponselnya yang terus berdering sejak beberapa waktu lalu.
Nomor tidak dikenal yang sejak tadi menelfon Mahesa.
"Ck, siapa sih ganggu orang makan aja"
"Halo?"
.....
"Rey, kalian dimana?"
"Gue harap Jena masih sama Kalian""Jena ngga ada"
"Ckk, sialan! Lo lacak nomor hp Jena. Dia dibawa Kai"
"Hah!? Maksud lo apa?"
"Devan tadi yang hubungin gue. Nanti gue ceritain kalo kita udah nemuin Jena"
"Oke. Gue bakal lacak, dan gue bakal kasih tau lo kalo gue udah nemuin keberadaan Jena. Lo jangan kemana-mana"
"Sialan! Lo nyuruh gue buat diem aja sedangkan Jena dalam bahaya"
"Terserah lo aja. Pokoknya gue bakal kabarin kalo ketemu keberadaan Jena"
"M-ma tolongin Jena, perut Jena sakit" Jena merintih kesakitan.
"Raina tolong, tolong selametin bayi aku, aku mohon" suara Jena gemetar
"Ma, gimana ini?" Tanya Raina panik
"Kita pergi dari sini," ucap mamanya
Keduanya pergi begitu saja tanpa menyentuh Jena sedikitpun.
Wajah memar dan darah yang mengalir dari paha Jena. Keadaan yang sudah kacau, ditambah Raina dan mamanya yang tak menghiraukannya.
Dengan air mata yang berderai dan menahan sakit, Jena mencoba meminta bantuan pada Raina dan mamanya, tapi apa hasilnya, Raina malah meninggalkan Jena dalam keadaan darurat seperti sekarang.
Jena tergeletak dilantai dengan wajah yang sudah pucat, perutnya teramat sakit ditambah kepalanya yang sangat pusing.
"Sayang, kamu harus kuat ya. Mama ngga akan biarin kamu kesakitan" Jena menangis menahan perutnya yang semakin lama semakin sakit.
Tak lama pintu gudang terbuka, Jena sedikit lega karna Mahesa yang datang bersama teman-temannya dan juga Devan.
Mata yang sudah tak bisa melihat dengan jelas membuat Jena sedikit tersenyum karena dia masih bisa mendengar suara Mahesa.
"Jena," masih dengan pakaian rumah sakit, Mahesa berlari dan bersimpuh membawa Jena dalam pelukannya.
"K-kak perut aku sakit, tolong selametin bayi" ucapnya lemah
"Sa, bawa Jena cepetan" titah Devan
"Jangan tutup mata kamu, kamu liat aku, kita ke rumah sakit sekarang" Mahesa panik, matanya berkaca-kaca
Mata Jena semakin berat hingga akhirnya Jena benar-benar pingsan.
