is lost 🍂

3.7K 560 156
                                    

"Mama, hidung mama berdarah" pekik Raffael yang sedang bermain dengan Jena dikamarnya.

Kepanikan terjadi ketika Raffael berlari keluar untuk mencari sang ayah yang tengah sibuk dengan pekerjaannya di dalam kamar.

"Papa!! Mama," bocah itu mencoba mengatur nafasnya karena terengah-engah akibat berlari

"Mama kenapa sayang?" Mahesa sedikit panik melihat anaknya yang sedikit menangis

"Mama berdarah, pa" tutur Raffael
"Raffael takut, hiksss"

"Mama mana?"

"Dikamar Raffael"

Setelah itu keduanya langsung menuju kamar Raffael. Mahesa langsung menghampiri Jena yang sudah pingsan.

"Sayang jangan kaya gini ayo bangun" Mahesa berkaca-kaca, lalu membopong tubuh Jena untuk dibawa ke rumah sakit.

"Raffael tunggu dirumah ya, mama sakit, jadi harus dibawa ke dokter" ucap Mahesa sebelum benar-benar meninggalkan rumah. Anak berumur empat tahun itu mengangguk patuh.

"Main sama om Riki dulu ya, nanti papa pulang lagi sama mama kalo udah sembuh" lagi-lagi bocah itu mengangguk.










Mahesa tak bisa melihat Jena seperti ini, sejak beberapa jam yang lalu Jena drop dan koma. Dokter mengatakan kalau Jena harus segera menjalani pengobatan secara lanjut.

Leukemia yang diderita Jena beberapa bulan terakhir ini sangatlah cepat berkembang seiring berjalannya waktu. Kalau saja Jena tau lebih awal gejalanya dan dia segera menjalani pengobatan secara rutin, mungkin dia tak akan separah ini.

Ditambah lagi dia yang sedang hamil saat kanker itu mulai tumbuh dalam tubuh Jena, hal itu bisa mengakibatkan turunnya sistem kekebalan tubuhnya.

"Sepertinya istri bapak harus menjalani perawatan yang ekstra, mengingat sistem kekebalan tubuhnya yang masih lemah pasca operasi Caesar. Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk penyembuhan istri bapak. Tapi itu kemungkinan kecil, saya harap keluarga bisa terus memberikan dukungan penuh pada ibu Jena" tutur sang dokter.

"Tapi apakah istri saya bisa sembuh kalau pengobatan itu berhasil dok?"

"Kemungkinan kecil istri bapak bisa sembuh total, tapi kita berdoa saja semoga semuanya bisa berjalan dengan baik"

Mahesa terus melamun, menatap Jena yang masih belum juga membuka matanya. Ucapan dokter tadi membuatnya sedikit takut. Takut kalau Jena tak bisa mengontrol tubuhnya sendiri.

Dia sangat mencintai Jena, bahkan jika ia benar-benar kehilangan istrinya itu, mungkin hidupnya juga tak akan bisa berjalan dengan baik.

Mahesa sudah banyak membuat Jena menderita selama ini. Kesalahan yang ia buat dulu, kini malah membuat hidup Jena tak baik. Ia selalu berpikir kalau saja dulu ia tak melakukan kesalahan itu dan berakhir menikahi Jena, mungkin hidup Jena akan bahagia bersama orang yang lebih baik darinya.

Namun tak bisa ditepis, Mahesa bahagia bisa bertemu wanita yang baik seperti Jena. Wanita yang selalu sabar menghadapi sifatnya yang keras hingga akhirnya ia bisa menjadi manusia yang lebih baik. Wanita yang sudah memberikan banyak cinta dan juga seorang putri yang cantik, tak lupa ia juga bersyukur karena Jena waktu itu mau membesarkan Raffael.

Mahesa menggenggam erat tangan Jena yang terasa dingin, menciuminya dengan lembut.
"Apapun bakal aku lakuin buat kamu, aku ngga mau kehilangan kamu"
Ucap Mahesa pelan









"Om, Raffael punya pertanyaan nih"

"Apa itu? Cepet bilang, pasti om bakal bener jawabannya"

"Bener ya om, kalo salah om Riki harus jajanin Raffael es krim yang banyak"

M A H E S ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang