"Kamu bukan cangkir yang tidak berisi, kamu adalah tanah yang diinjak-injak tapi tetap menumbuhkan pohon dan bunga indah."
***
Happy Reading♡
Ilona menggerak-gerakkan tangannya riang memasuki Indomaret, tapi langkahnya sempat terhenti lalu mengernyit saat tak melihat orang yang ia cari di kasir.
Menghela napas panjang, gadis itu melangkah gontai mengambil snack kesukaannya. Padahal dia ke sini mau godain Mas Irwan yang biasanya jaga kasir.
Gadis itu tak sadar, di belakangnya ada sosok Arka yang bersandar menatapnya.
"Enak Sprite atau Coca cola, ya?" gumamnya.
Senyumnya langsung mengembang, mengacungkan dua botol di tangannya. "Kalau bisa dua, kenapa harus satu? Hehehe."
Ilona berbalik, seketika matanya cerah, senyumnya dua kali lebih lebar. "Mas Irwan, aku pikir Mas Irwan udah nggak kerja di sini. Ternyata Tuhan masih menakdirkan kita. Masih ada kesempatan untuk diriku."
Mas Irwan acuh seperti biasa, sibuk dengan pekerjaannya.
"Ngapain ngikutin saya, sih?" Mas Irwan akhirnya buka suara, jengah juga karena Ilona mengganggunya.
"Akhirnya aku dinotice." Ilona malah terkikik senang. "Soalnya, ya, Mas. Kata mama saya, mimpi itu harus dikejar."
"Lho, udah tau milikin saya itu cuma mimpi."
Ilona tertohok, hilang kata atau memang tak tahu harus menjawab apa sebab tadi itu menyakitkan.
"Mas Irwan, saya udah punya pacar, lho. Ganteng lagi. Mas Irwan nggak cemburu?"
"Udah tahu situ punya pacar, kenapa masih ngejar saya kalau kamu juga tahu milikin saya itu mimpi."
Tertohok untuk kedua kalinya. Ilona tercengang, merapatkan bibir tak banyak bicara.
Sampai Mas Irwan berbelok, Ilona juga mengikutinya, tapi langsung tersentak. "Eh?!" pekiknya, sontak terhenti dan memundurkan langkah perlahan.
Arka di depannya bersedekap dada, menatap Ilona dengan wajah datar khasnya.
"K-kak, kok di sini?"
Arka memiringkan kepala, dengan senyum kecil yang terkesan miring. "Pacarnya ganteng, ya?"
"Ha?"
"Kata lo tadi, pacar Lo ganteng? Siapa?"
"Ha? Siapa? Aku siapa? Kamu siapa-"
Arka mendecak. "Antara bego sama goblok beda tipis, ya."
Ilona menganga, dengan gaya seolah tersakiti ia memegangi dada dan menggeleng tak percaya dengan lebay. "Aduh, sakit banget hatikuu. Tertembak telak nembus sampai pankreas."
Arka menyentil kening Ilona, membuat gadis itu meringis sejenak lalu tertarik pasrah saat Arka merangkulnya ke kasir untuk membayar snack Ilona.
Ilona mengambil plastik yang diulurkan padanya tepat saat kasir mengatakan nominal yang harus dibayarnya. Gadis itu menoleh pada Arka.
"Dibayarin?"
Ekspresi Arka berubah mengeruh, melengos keras tapi pada akhirnya mengangguk.
Sementara Ilona melebarkan mata, tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. "Beneran dibayarin?"
"Hm."
Sampai Arka mengeluarkan uang lalu menyodorkan pada kasir, Ilona masih mengerjap tak percaya.
Arka menoleh, mengangkat sebelah alisnya, lalu melangkah keluar Indomaret lebih dulu. Namun, cowok itu meringis menahan perih pada kakinya yang terbalut sepatu.
"Kak!"
Begitu suara Ilona terdengar lalu disusul langkah gadis itu yang mendekat, Arka merubah ekspresi wajahnya yang kesakitan.
"Eh, aku salah lihat atau gimana, ya? Pipi kiri Kakak, kok, memerah? Ini karena malu deket-deket aku atau karena marah bayarin jajananku?"
Kulit Arka putih bersih, membuat luka kecil saja terlihat jelas. Apalagi bekas tamparan keras seperti itu.
Arka membuang pandangan, tak mau menatap Ilona. Cowok itu duduk di kursi panjang dekat Indomaret, membuat Ilona juga spontan mengikuti.
"Sakit."
Ilona sontak menoleh. "Sakit kenapa?"
Arka tak menjawab, membuat Ilona juga diam tak mau menuntut jawaban yang tak seharusnya ia melewati batas.
Ilona menarik napas dalam, lalu memperbaiki posisi duduknya menoleh sepenuhnya pada Arka. Tangannya terangkat, perlahan mengelus pipi Arka yang memerah itu.
Arka tersentak, mendapati Ilona yang malah meringis memamerkan deretan giginya.
"Biar sembuh," ujarnya.
Tak bisa dipungkiri, usapan lembut tangan Ilona pada pipinya membuat perasaannya menghangat. Tak sia-sia ia pergi malam ini.
Ada sesuatu dalam hatinya yang terasa utuh kembali saat usai dihancurkan.
Mulai saat itu, Arka sadar bahwa Ilona adalah obat baginya.
"Ulala, mulus banget."
Arka mendelik, sontak menoleh menatap Ilona yang juga mungkin sama terkejutnya dengan perkataannya sendiri.
Ilona mengerjap pelan, kemudian menurunkan tangannya, membuat Arka diam-diam merasa kecewa Ilona berhenti mengelus pipinya.
Cewek itu gugup sendiri, membuka bungkus plastik di tangannya. "Mau Sprite, atau Coca cola?"
"Nggak usah," jawab Arka.
Ilona spontan menoleh. "Hm? Tadi aku cuma ngomong sendiri, kok. Aku nggak tanya situ."
Arka merapatkan bibir, tak mau menjawab.
"Ya, udah. Nih, aku kasih kuaci sebiji aja, ya." Ilona jadi membuka bungkus kuaci, menyodorkan sebiji kuaci pada Arka. Iya, hanya sebiji.
Ilona mendelik saat Arka malah buang muka. "Idih, kok marah? Ngambek?"
"Ooooh, maunya dikasih hatiku aja, ya?"
Gantian Arka yang menoleh dengan delikan.
Ilona mengangguk dengan wajah sungguh-sungguh. Memeragakan gerakan seperti mengambil hati dari dadanya dengan dua tangan, lalu dengan gerakan tangan itu ia menyodorkan pada Arka. "Nih, ambil hatiku."
Arka menatap itu melongo, walau akhirnya ia juga melakukan hal yang sama dengan Ilona. Dengan kedua tangannya juga, ia memeragakan seolah mengambil 'hati' itu dari tangan Ilona dan menempelkannya pada dadanya sendiri.
Ilona terbahak, melihat Arka yang mengikuti kegilaannya.
"Gila!" Bahkan Ilona tanpa sadar menoyor kepala Arka sembari tertawa lebar.
Arka melotot sebab Ilona tiba-tiba menoyor kepalanya. Cowok itu merangkul pundak Ilona, menggerakkan tangan berbentuk kepalan di kepala Ilona membuat cewek itu bergerak-gerak sembari tertawa minta dilepaskan.
TBC
A/N
Akhirnya, bisa up dua bab!!
Hadeeeh, gk bisa bikin adegan baper akutu:(
Jejaknya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Arkano : Cold Prince
Novela Juvenil[COMPLETED] Ilona kira, cowok berlian tampan nan rupawan yang ia lihat di halte saat itu adalah Arka, sampai-sampai membuatnya masuk ke sekolah elit di kotanya. Nyatanya dia yang salah. Arka itu si cowok dingin yang dijuluki Cold Prince di sekolahan...