“Kalau kamu melewati hujan badai kemarin, kenapa kamu mengeluh untuk gerimis hari ini?”
***
Happy Reading♡
Sejak kejadian di mana dua saudara itu bertengkar, lalu Arga datang dan meminta maaf. Satu yang Ilona tahu, Arka sesayang itu dengan Arga.Bahkan Arga terlalu gampang mendapatkan maaf, lalu setelah itu ia meminjam uang dan moto Arka.
Semudah itu Arga mendapatkannya.
Arka memang tak tahu bagaimana hidup di bawah kekangan orang tua, sebab selama ini Arka dibiarkan bebas seolah orang tuanya tak peduli. Lalu pulang-pulang, dipukuli. Seperti itu kehidupan sosok Arka.
Namun, ia tahu bahwa saat orang tua tak berpihak pada kita, bahkan untuk pilihan kita sekali pun, itu menyakitkan.
Mereka beda konflik, tapi memilik perasaan senasib.
"Kak Arka, terus kita pulang naik apa?" tanya Ilona saat melihat Arga sudah menjauh membawa motor Arka.
"Naik bus," jawab Arka lalu menoleh pada Ilona. "Mau, kan?"
"Ya ... nggak masalah, sih, selama ada Kak Arka. Soalnya takut sendirian nanti dikata-katain lagi."
"Masa takut sama omongan orang, sih?"
Ilona merapatkan bibir, terdiam dengan ucapan Arka. Benar juga, ya, kenapa dia harus takut dengan omongan orang? Ini, kan, hidupnya.
"Gue juga sering diomongin, kok. Gue tetap diam dan nggak nanggepin."
"Diomongin gimana?" tanya Ilona.
"Ganteng, pinter, tinggi, pokoknya gitulah."
Ilona tersenyum paksa, mencoba bersabar agar tidak kelepasan mengumpat di depan cowok ini.
"Ini kita nggak langsung pulang kalau lo lupa. Kita harus belajar dulu."
"Hm," sahut Ilona malas, tapi mulai melangkahkan kaki mendahului Arka.
***
Ilona tersenyum cerah, menahan diri agar tidak bersorak saat itu juga. Ia menatap cafe bernuansa perpustakaan yang sering ia datangi bersama Arka kini tutup, lalu ia melirik Arka yang memasang ekspresi menyesal.
"Udahlah, mending kita makan aja."
"Gue udah makan tadi di kantin."
"Tumben. Ya udah, kalau gitu kita jalan-jalan aja."
"Gue capek, tadi abis jalan dari halte sampai sini."
"Kalau gitu berdiri aja terus di sini."
"Panas."
Ilona memutar bola mata malas. "Banyak omong, ya, kek cewek."
"Lo yang dari tadi ngomong, gue cuma jawab."
Ilona memasang senyum lebarnya yang dibuat-buat. "Oke, aku kalah," pasrahnya.
"Ya udah, ayo pulang aja." Ilona sudah melangkah, tapi lagi-lagi tasnya ditarik dari belakang membuatnya tertarik pasrah kali ini.
"Bentar." Arka membuka Hoodie miliknya berwarna merah maroon dengan garis putih di lengan.
Detik berikutnya Ilona membatu saat Arka menarik lengannya memasukkan ke lengan Hoodie. Memakaikan untuknya.
"Eh, biar aku aja. Bisa sendiri, kok."
Arka menurut, melepaskannya. Membiarkan Ilona memakai sendiri Hoodie miliknya.
Ilona mendongak setelah selesai terpakai, ia merentangkan tangan sembari meringis lebar. Memperlihatkan Hoodie Arka yang terlihat kebesaran di tubuhnya. "Udah, kan?"
"Hm." Arka mengangguk, tapi kemudian menarik hoodie bagian belakang menutupi kepala Ilona. Cewek itu memekik tertahan saat Arka malah semakin menarik talinya hingga berkerut membentuk wajahnya.
"Panas, gue nggak bawa topi. Jadi pakai ini aja."
Arka menatapi Ilona lekat. "Lucu," ungkapnya singkat sembari terkekeh samar.
"Ih malu, ah, dilihat orang." Ilona merengut kecil, menarik tali Hoodie agar merenggang, tapi tetap membiarkannya menutupi kepala.
"Ayo beli es krim dulu, nanti otak Lo ngepul karena kepanasan." Arka melangkah meninggalkan Ilona yang mendelik mendengar ucapannya.
"He kurang ajar!" teriak Ilona sembari berlari kecil mengikuti Arka.
Arka malah berlari membuat jarak dengan pandangan terus melirik-lirik ke belakang, membuat Ilona kembali kesal dibuatnya.
Arka tertawa lebar. Kesenangannya membuat cowok itu tak sadar sedari tadi ponselnya terus bergetar panjang.
***
"Dah, sono pulang!" Pemberhentian selanjutnya membuat Arka mendorong kecil Ilona agar turun bus.
"Aku turun, ya. Jangan lupa satu hal, hapeku sepi," ujar Ilona yang diakhiri kekehan ringan lalu turun bus saat bus sudah mulai melambat dan berhenti di halte dekat rumah Ilona.
Ilona melambai kecil pada Arka yang masih menatapnya lewat kaca bus, cowok itu hanya menanggapi dengan senyum samar.
"Eh!" Ilona tersentak sendiri saat menyadari Hoodie Arka masih dipakai olehnya.
"Ya udah, deh. Nggak papa, bisa dikembaliin besok. Sekalian aku cuci aja, terus kasih parfumku. Biar harumnya harumku jugaaa," racau Ilona memeluk lengannya sendiri.
Sementara Arka juga bersiap akan turun bus beberapa menit setelah pemberhentian di halte dekat rumah Ilona.
Ia harus melangkah agak jauh dari halte menuju rumahnya. Ia memang sudah biasa naik bus, sebab kadang memang motornya disita atau karena motornya dipinjam Arga seperti sekarang.
Arka tak protes, naik bus terasa menyenangkan. Apalagi bersama Ilona.
Cowok itu membuka ponsel sembari melangkah pelan. Ia mengernyit sesaat melihat nama Arga terpampang jelas di layar. Arga terlihat sudah meneleponnya berkali-kali tapi tak ia jawab.
Jangan pun menjawab, ia saja tak mendengarnya.
Arka menggaruk pelipisnya. Kenapa bisa nggak dengar, ya? Padahal dari tadi di saku celana.
Berikutnya ia terkekeh geli saat pop up massage dengan nama Ilona terlihat. Sepanjang jalan pun ia masih terkekeh geli mengetikkan chat untuk Ilona.
Sayup-sayup suara lantunan ayat suci Al-Qur'an terdengar sampai telinganya, membuat jari-jari Arka berhenti sejenak mengetikkan pesan.
Arka mendongak, ia baru sadar beberapa langkah sampai depan gerbang rumahnya.
Berikutnya ia jadi menyipitkan mata, melongok menatap ke arah rumahnya yang tampak ramai di sore-sore begini. Padahal biasanya sepi, sangat sepi.
DEG!
Senyumnya memudar detik itu juga. Arka terpaku di tempatnya, dengan jantung yang bertalu sangat cepat setelah berdenyut sakit satu kali. Ia sudah lupa dengan ponselnya yang menampilkan room chat-nya dengan Ilona.
Pasokan udara di sekitar seakan menipis, bumi seakan berhenti berputar, padahal detik jam masih bergerak. Lututnya melemas seperti jelly yang tak mampu menopang tubuhnya lagi.
Saat itu, hidupnya seakan ikut mati kala melihat bendera kuning itu terpasang di depan rumahnya.
TBC
A/N
Tenang, tarik napas, gantungin:)
Jangan lupa jejaknya 🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Arkano : Cold Prince
Fiksi Remaja[COMPLETED] Ilona kira, cowok berlian tampan nan rupawan yang ia lihat di halte saat itu adalah Arka, sampai-sampai membuatnya masuk ke sekolah elit di kotanya. Nyatanya dia yang salah. Arka itu si cowok dingin yang dijuluki Cold Prince di sekolahan...