Cold Prince || 41

7.3K 595 29
                                    

“Semua sudah terjadi. Belajar untuk menjadi penguat diri, dari situ kamu bisa mengerti bahwa hidup adalah tentang ceritamu dengan Tuhan.”

***

Happy Reading♡


"Dia bilang apa?" tanya Ilona begitu sampai di sebuah cafe tempatnya janjian bersama Gebby.

Mereka memang sering berkomunikasi meskipun saat mereka berada di negara yang berbeda.

"Nggak bilang apa-apa, cuma langsung ngacir pergi ke kamar. Patah hati kayaknya," sahut Gebby apa adanya, lalu menyesap minuman yang tersisa setengah itu.

Ilona mengusap-usap bajunya yang serangan basah sebab hujan di luar, ia mengernyit.

"Masa, sih, patah hati?" Ilona merasa tak yakin.

"Ya Lo nggak tau aja dia gimana waktu nggak ada Lo dua tahun ini, gue beneran pusing dibuatnya."

Ilona menjatuhkan kepala di meja, cewek itu merengek-rengek kecil membuat Gebby mendelik melihat tingkahnya.

"Gue nggak bisa kayak gini," rengek Ilona, kakinya di bawah meja menendang-nendang.

"Akh, sakit tau!" kesal Gebby saat kakinya tak sengaja kena tendang Ilona. Namun, cewek itu tak memedulikannya.

"Napa, dah, Lo berdua sama-sama kek bocah. Kayak anak TK kalau lagi kasmaran!"

Ilona merengut kecil, lantas mendongakkan kepala. "Gue kasih tau sekarang aja kali, ya?"

Perkataan Ilona sukses membuat Gebby melotot. "Enak aja! Kita udah sampai sini!" ujarnya penuh arti.

"Tapi gue nggak bisa." Ilona kembali merengek tak jelas.

Gebby mendecak, ia menghabiskan minumannya terlebih dahulu lalu mendongak menatap Ilona. "Sabar, lakuin aja semuanya. Nggak usah banyak protes," ujarnya sarkas kemudian pergi keluar cafe meninggalkan Ilona begitu saja.

Sementara Ilona, cewek itu kembali menempelkan keningnya pada meja cafe, mengeluarkan rengekannya membuat beberapa orang di dekatnya menoleh sekedar ingin tahu.

***

Ilona mengacungkan ponselnya, melihat pantulan wajahnya sendiri dengan ponsel di gelapnya malam.

Beberapa hari ini hujan sering turun sebab memang sudah memasuki musim hujan, dan itu merepotkan bagi Ilona saat-saat pergi seperti ini.

Ilona melangkahkan kakinya, menuju sebuah mall besar di kotanya.   Sembari memegangi tali tas selempangnya ia bergumam pelan dan melangkah riang seolah tak ada beban hidup.

Gaun simple putih selutut melekat sempurna pada tubuhnya, sementara rambut panjangnya digerai indah.

Namun, tiba-tiba cewek itu menghentikan langkahnya, membuat dirinya hampir saja jatuh jika ia tak segera menyeimbangkan tubuhnya.

"Makanya, jalan yang bener, jangan kayak anak kecil."

Ucapan terlontar itu membuat Ilona mendongak, ia sudah tak terkejut melihat sosok Arka di depannya. Sebab Arka inilah yang menyebabkan dirinya menghentikan langkah tiba-tiba seperti tadi.

"Kebiasaan," decak cowok itu yang tanpa sadar membuat Ilona mendelik samar.

Ilona menggaruk pelipisnya sembari meringis pelan. "Situ datengnya tiba-tiba, sih. Kan ngagetin," gumam Ilona sangat pelan.

Arka mendengkus mendengar gerutuan samar itu, ia tak mau peduli dan melangkahkan kakinya yang sempat tertunda.

"Kak Arka."

Namun, panggilan dari Ilona itu membuatnya berhenti, lalu menoleh.

"Dari mana?"

Pertanyaan yang sangat tidak ada gunanya. Jelas-jelas Ilona tadi melihat Arka keluar dari mall saat ia hendak masuk, tentu saja Arka dari mall.

Arka diam saja, tak mau menjawab seolah yakin bahwa cewek itu tahu ia dari mana.

Diamnya Arka membuat Ilona meringis kecil. "Maksudnya ... dari beli apa?"

"Kenapa lo mau tau?"

Ilona tersentak dilempari pertanyaan seperti itu.

"Kenapa? Masih gamon sama gue?"

Ilona tercengang, antara terkejut atau malah sangat mengagumi kepercayaan diri seorang Arka.

Arka menarik sebelah sudut bibirnya. "Udah mau tunangan, kok, masih gamon sama mantan."

"Eh, belum mantan, ya? Kan, kita belum putus."

Ilona diam tak berkutik, menundukkan kepala.

Arka terdiam juga melihat Ilona seperti itu. Ia menipiskan bibir, menghembuskan napas panjang dan berdehem singkat kembali menguasai diri.

"Gue abis dari dalem," ujar Arka sembari menggerakkan dagu ke arah mall, sengaja baru menjawab pertanyaan Ilona tadi.

Arka lalu mengangkat Tote bag kecil di tangannya. "Abis beli liontin," lanjutnya.

Ilona sontak kembali mendongak, ia menatap liontin yang ia pakai sejenak.

Iya, liontin pemberian Arka dulu, masih ia pakai sampai sekarang. Rupanya Arka tahu bagaimana cara agar membuatnya merasa kalah.

"Buat ... siapa?" tanya Ilona hati-hati.

"Yang pasti bukan buat Lo."

Garis wajah Ilona berubah drastis, dan Arka jelas bisa menangkap itu dengan matanya sendiri.

Arka meredupkan kelopak matanya, lalu menghela napas panjang samar. Ia membalikkan badan, tepat saat suara rintikan hujan mulai terdengar.

Hujan yang awalnya turun setetes dua tetes, berubah menjadi lebat. Orang-orang seketika berlarian ke sana kemari mencari tempat untuk berteduh.

Berbeda dengannya, Arka justru melangkahkan kaki lebar menerobos hujan menuju mobilnya berada.

"Kak Arka!"

Langkah Arka terhenti, ia tersentak  tepat di bawah guyuran air hujan yang lebat, membiarkan dirinya basah kuyup.

Sejujurnya ia tak peduli dengan panggilan itu, tapi yang membuatnya berhasil menghentikan langkah dan rela basah kuyup adalah sepasang tangan yang melingkar di pinggangnya.

Arka melirik sekitar was-was, takut ada yang memperhatikan keduanya. Ia malah merasa dalam sebuah drama yang sering ditonton Gebby, di mana tokoh ceweknya memeluk si cowok dari belakang seolah enggan ditinggal pergi.

Terbawa suasana, membuatnya mendadak melupakan statusnya bersama Ilona kini.

"Maaf ...."

Suara lirihan itu teredam suara keras hujan. Meski begitu, Arka jelas bisa mendengarnya.

Ilona menempelkan kepalanya pada punggung tegap Arka.

"Maaf, Kak. Gue terpaksa," lirih Ilona.

Arka mengusap wajahnya yang terguyur air hujan. "Hm, nggak papa," ujarnya lantas menarik tangan Ilona, tapi gagal sebab cewek itu tak mau melepaskan.

"Gue terpaksa karena Gebby," sambung Ilona. "Gebby yang nyuruh."

Arka mengerutkan keningnya mendengar nama Gebby.

"Hari ini, kan, ulang tahunnya Kak Arka."

TBC

A/N

Benar, ini cuma prank wakakkaa:^)

Jangan lupa jejaknyaa ❤️

Arkano : Cold PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang