2. Day in the mountains

131 16 0
                                    

Chapter kali ini sedikit panjang. Jangan lupa vote komen kalian, terimakasih atas partisipasinya.

Happy reading!



Rublik elegan beragam arkais itu masih tak menyusut sedikitpun, justru Jaehyun lebih memusatkan jemarinya mengetik entitas dilaptopnya. Mata tajam itu menatap Jeno yang tertawa di balkon villa dan itu membuatnya geram. Maka ia raih kacang dan berhasil mengenai punggung lelaki itu cukup kuat, hal membuat Jaemin yang sedari tadi menghamparkan matanya bernapas lega.

"Hati-hati brengsek!" Pedar Jeno membuat Jaehyun megangkat bahunya acuh, dan kini Johnny datang megangkat karung hitam yang membuat mereka menatapnya dengan alis terangkat.

"Kau membawa mayat?" Terkejut Jaemin, Johnny menatap tidak percaya akan tebakan mereka, Jeno saja sudah berlalu masuk menghenti kegiatan mengejek Jaehyun.

"Ini anggur merah, aku membawanya tidak jauh dari sini." Dan tuntas mendengar ajuan Johnny, Jeno mencibir dengan begitu alami.

"Percuma punya jika tidak tau mengolahnya," cibir Jeno dan itu membuat Johnny murka.

"Kalian untuk apa datang? Tidak diundang," sewot Johnny tak kurun memugas rasa kesalnya begitu saja, dan Jeno mengangkut bahunya tidak hirau. Lelaki itu melangkah duduk di sofa panjang yang berhadapan dengan sofa Jaemin duduki, dan Jaehyun sendiri sudah bersembayam di single sofa.

"Ngomong-ngomong, Sera ku beritahu jika akan kemari." Seketika manuver tangan Jaehyun berhenti, lelaki itu menatap sang adik tajam. Namun pintu masuk sudah terbuka dan Jaehyun langsung mendapati pelukan intim yang menjengkelkan.

Jaemin yang tau konteks memasukkan satu buah lemon saat Sera meneriakkan nama Jaehyun begitu kencang.

"Jangan berisik!"

-

-

-

Selepas mengadakan makan malam pengikut lain memilih untuk berbincang ringan di teras rumah yang hanya terlapisi karpet putih dengan beberapa jamuan kecil. Jesa memutuskan untuk angkat kaki sejenak. Bukan perihal ia tidak suka dengan suasana yang terjadi, namun Jesa lebih menyukai hidupnya sendiri.

Kakinya menapak tepat pada pagar masuk yang terdapat gapura besar, ia menatap lurus ke arah perpohona tinggi. Ia mendudukkan dirinya di salah satu kursi dan mulai terdiam.

Senyap, sunyi, tenang, dan hening. Jesa suka suasananya. Jesa bukan orang introver, ia hanya punya cara tersendiri untuk melakukannya. Ia tidak menyukai anti sosial, tapi dengan bangga ia melawan trauma sebisanya.

Gadis itu melamun cukup lama mendalami begitu indah alam di sekitarnya.

Dan saat itu juga Jaehyun memutuskan keluar, ia melihat Jesa di bawah sana yang cukup jauh untuk ia jangkau, birainya tersenyum tipis. Dari kejauhan Jaehyun menghubungi Jesa.

Jesa mengambil ponselnya dan tersenyum. Segera ia sambungkan panggilan telepon itu dalam sedetik.

"Love night..."

"Night,... Semuanya sudah beres? Seharusnya kamu istirahat bukannya menghubungi ku." Jesa merasa tidak yakin dengan panggilan itu, sebab seingatnya Jaehyun tengah bekerja dan lelaki itu pasti tengah istirahat atau sekedar ada waktu luang.

Jaehyun tidak menjawab, ia mendalami tiap kata yang keluar dari bibir sang kasih. Sekejap matanya terarah memandang langit, sesekali ia juga melirik Jesa.

"Lihatlah malam, tidak ada bulan seperti kamu." Jesa mengenyitkan alisnya berusaha memahami, namun pemikiran yang tepak sekelibat terlintas membuatnya terkekeh, "kau merindukan ku ternyata."

Quite Bitter✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang