19. Same incident

41 6 0
                                    

Happy reading!

Jangan lupa vote komen.



Flashback.

Seorang anak laki-laki terduduk di samping rumah kumuh dengan kedua kaki di tekuk, matanya terlihat basah dan menyedihkan.

Tidak jauh dari tempatnya bersembunyi, seorang lelaki menatap dirinya dengan seksama.

"Dia bisa terlatih?"

"Aku pastikan bisa." Jawab temannya yang ikut menatap anak laki-laki itu begitu berbinar.

Keduanya pun menghampiri anak laki-laki itu, sontak membuat ia ketakutan yang sangat besar.

"Tenangkan dirimu. Aku datang dengan niat baik." Anak itu menatap dengan raut sedih, tapi sayangnya tidak semudah itu untuk menghasut pergi rasa takutnya, ia juga melirik pria lain yang terlihat meyakinkan dirinya.

"Ingin makan dulu?" Anak itu menggeleng, rambutnya yang memanjang nyaris menutupi mata. Baju dengan lengan kiri yang sobek serta sendal jepit yang kotor

Dan lelaki itu tanpa pemikiran memberikannya kartu kredit beserta tempelan di belakangnya dengan kode penarikan.

Anak perkiraan usia 9 tahun itu terdiam dan menatapnya. Ia tidak tau benda apa itu. Bahkan tidak tau apa gunanya.

"Itu kartu kredit. Kau bisa menggunakannya untuk membeli apapun. Untuk yang mahal sekalipun." Tapi reaksi anak itu hanya bungkam. Matanya kembali terjatuh, tidak ada harapan hidup.

"Aku berikan ini, dan besok aku harap bisa bertemu dengan mu di sini kembali."

"Jika kau tidak datang, aku harap kau menerima kartu nama ku dengan percuma." Selepasnya lelaki itu pergi meninggalkan anak laki-laki yang masih bisu, bersamaan itu satu sosok tinggi hanya mengekor.

-
-
-

Keesokan harinya anak itu tidak datang dan ia juga tidak mengambil kartu lelaki itu. Sampai saat dimanah, mereka bertemu di tempat yang tidak terduga.

Tempat terbentang luas dengan tombstone dimana-mana. Dia- lelaki dengan perawakan begitu istimewa.

Dan saat yang bersamaan pria itu tengah menjenguk istrinya yang tiada.

"Kau kemari?" Kebingungan sebab anak itu sudah bangkit dari makam di sisi sang istri. Dan ada anak laki-laki di belakangnya yang berusia 4 tahun diam kebingungan. Tidak lupa lelaki di belakangnya tetap memberikan keinginan untuk mengambil dirinya.

"Maafkan aku paman!" Anak itu sujut di bawah kaki pria, ia betul-betul ketakutan. Dan Yugeom menaikkan alisnya.

"Apapun akan ku lakukan. Aku membiarkan preman menarik kartu kredit mu." Dan tanpa anak itu sadari Yugeom mengangguk dengan senyuman kecil.

"Tidak pa-pa, anak muda. Sebagai gantinya kau ikut kami." Dan saat itu anak 4 tahun hanya diabaikan tanpa diberi kejelasan.

-
-
-

Johnny terus melangkahkan kakinya. Ia berdesis hebat menembakkan peluru pada orang yang terus melemparkan timah panas pada tubuhnya, bahkan bahu dan kakinya sudah tertembak.

Bertepatan saat itu mobil Sera datang membuat orang itu pergi dengan cepat. Johnny merebahkan tubuhnya di atas aspal, Sera yang melihat berdecak kesal.

"Kau bodoh, seharunya menghubungi anggota Sinner bukan aku!"

"Aku percaya kepada ku. Bantu aku cepat." Tanpa punya pilihan lain, Sera membantu lelaki itu memasuki mobilnya dan terus berjalan hingga terpandang mansion besar Johnny.

Sera segera mengobati Johnny sebab keinginan lelaki itu, bahkan menolak untuk diantarkan ke rumah sakit. Padahal luka Johnny cukup parah dilihat.

Jeno dan Jaemin datang mereka terkejut melihat Johnny yang terbaring di atas sofa.

"Apa yang terjadi?" Tanya Jaemin panik.

"Seseorang membuatnya hampir mati. Aku tidak tega." Jaemin yang melihat ruat wajah sedih Sera pun keluar, ia menghubungi seseorang. Selepas keputusannya selesai, Jaemin dibuat terkejut mendapati Jeno di ambang pintu masuk.

"Kau menghubungi siapa?" Tanyanya dengan raut penasaran.

"Aku meminta mereka untuk menyelidiki rumah Johnny, tidak mungkin orang biasa bisa masuk. Ini kasus yang sama dengan Jaehyun." Dan sadar akan pernyataan itu, Jeno mengangguk setuju.

-
-
-

Jesa menghentikan langkahnya. Akhir-akhir ini ia selalu dibuat sibuk bakah sekedar istirahat masih banyak yang harus ia kerjakan. Dan kini ia sedikit gugup dengan perkumpulan orang-orang di ruangan meeting dari beberapa divisi jauh.

Winwin di depan sana menatapnya dingin. 'Lebih cepat' ucap lelaki itu yang tanpa suara tapi bisa Ara baca.

Jesa segera mendekat dan memberikan lelaki itu berkas-berkas yang ia bersekan. Kantor nyaris kacau saat dimanah ada beberapa berkas yang berbeda, dan berakhir divisi satu harus mengulang lagi laporan mereka.

Namun yang ia dapatkan justru mengejutkan dirinya. Winwin memintanya untuk melakukan presentasi di depan dengan jumlah karyawan yang lebih dari sepuluh orang. Jesa gugup, ia ragu, tapi Sejeong yang berada di ujung ruangan membuatnya yakin, Jesa tidak boleh mengecewakan siapapun sebab trauma.

Maka melawan dan berusaha alasan jalannya saat ini.

Selepas acaranya selesai semua bubar, Sejeong tak hentinya mengumpati lelaki berwajah dingin itu.

"Ayo tenangkan dirimu." Sejeong mengusap punggung Jesa. Pintu ruangan dibuka, Wendy menghampiri Jesa yang masih diam

"Ara, aku tidak bisa menghubungi mu. Kau bisa pergi ke jalan ini untuk mengambil kepentingan perusahaan. Aku meminta mu untuk bekerja lebih cepat." Sojeong melirik berkas yang gadis di depannya berikan.

"Aku akan menemanimu." Namun Wendy melarang keras untuk membiarkan Jesa pergi bersama. Gadis itu menoleh kesal.

"Ini perintah, direktur."

TBC

Maap aja nih aku jarang kasih saran soalnya mau update aja, lagi banyak kerjaan.

Makasih udah vote komen.

Quite Bitter✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang