5. Strangeness in presence

70 11 0
                                    

Aku update lebih awal. Jangan lupa vote komen!

Happy reading



Jeno melangkah begitu kesal, tubuhnya yang berbalut bathrobe mencapai pada pintu besar yang terus di ketuk tidak sabaran. Padahal ia baru saja mencoba aroma mawar untuk ia gunakan mandi. Entahlah rasanya tenang saat menghirup wanginya, tapi si tamu begitu membuatnya hingga di tampuk amarah.

Berakhir membuka pintu, Jeno menatap Aru yang sudah bertdiri di depan pintu masuk rumahnya. Lelaki itu menaikkan alisnya dengan perasaan yang berkecamuk.

"Kenapa kemari?"

"Dimanah Jaemin?"

"Jaemin? Aku tidak tau. Dia bekerja cukup lama. Lagi pula kenapa tidak mendatangi apartemennya?" Jeno betul-betul mengutarakan kekesalannya pada gadis itu. Aru saja menatapnya begitu dingin. Namun, tiba-tiba saja gadis itu menarik tangan Jeno membuat lelaki itu terkejut. Aru meletakkan kertas di depan dada lelaki itu dengan telunjuknya.

"Katakan pada sahabat mu itu untuk tidak ikut campur, berhenti sampai di sini." Jeno tidak paham, dan jari Aru bangkit membuat kertas itu nyaris terjatuh jika tidak Jeno tahan dengan kuat.

"Dia pasti bekerja untuk seseorang," ujar Aru melipat tangannya begitu angkuh. Dan tiba-tiba Jeno tertawa membuat gadis itu kesal dalam diam.

"Oh Sera, pasti dia meminta Jaemin untuk mematahkan kaki mu. Dia kan benci sekali dengan mu." Seutas garis lengkung terlihat begitu meremehkan.

"Apa yang keluarga, Oh harapkan di jika anaknya saja jalang seperti itu." Dan lagi-lagi tawa kecil lelaki itu terdengar melihat punggung Aru yang menjauh dan lenyap di balik mobil mahalnya.

Sejenak ia menatap kertas dengan wajah meremehkan.

"Wah, menarik."

-
-
-

Waktu interval sudah berselang lima menit, Jesa yang sedikit telat keluar untuk menjeda waktu kerjanya melangkah begitu cepat menyusuri lorong kantor untuk mencapai kantin di lantai bawah.

Langkah kakinya begitu pesat tanpa sadar Jesa membentur Jeno yang baru saja keluar dari salah satu koridor perusahaan. Jesa terkejut dirinya membungkuk dengan begitu lurus.

"Maaf, aku tidak sengaja," ujar Jesa membuat lelaki itu tersenyum yang sulit di artikan, dan rasa tidak nyaman mulai menguasai dirinya.

"Tidak pa-pa." Kalimat yang membuat Jesa sedikit tenang, pasalnya reaksi lelaki itu tidak bisa ia cerna dengan baik.

"Jeno, kau di sini ternyata." Jaemin datang terkejut sebab keberadaan Jesa, birainya tersenyum canggung pada gadis itu dan, dan Jesa membalasnya begitu sungkan.

"Kau pergilah, ini waktu istirahat, jadi gunakan dengan baik," ujar Jeno yang dapat sentuhan pinggang dari Jaemin. Jesa nyaris lupa apa tujuannya, untuk segerah melakukan makan siang, sebab perutnya bergerumu minta diisi, gadis itu pun segerah mendekati lift.

"Apa, urusan kita berakhir sampai disini?" Desis Jeno pasalnya lantai itu bukan tempatnya berkerja apa lagi menghabiskan waktu, dan Jaemin megangkat bahunya tidak tau. Lelaki itu berniat merangkul Jeno namun ia menjauhkan tubuhnya.

"Menjauhlah, aku tidak ingin dipandang menyukai sesama," kesal Jeno begitu jijik dan Jaemin sendiri terkekeh. Namun, berakhir Jeno juga ikut tertawa, mereka memang seperti itu, bahkan Johnny di balik dinding yang berniat menghampiri sejak awal ia urungkan.

"Ngomong-ngomong, Sera tidak menghampiri mu?" Jaemin bertanya sebari mulai melangkahkan kakinya.

"Tidak, sepertinya ia kena mental." Jeno masih dengan tawanya yang keras namun hanya mampu sampai telinga Jaemin yang begitu kentara merasa aneh sendiri.

"Kau menyudutkannya sekali, kasihan." Mengutarakan perasaannya pada gadis Oh itu Jaemin merasa kasihan sebab Sera begitu dekat dengan Jaehyun dan nasipnya berakhir sebab sang teman sudah dijodohkan.

Johnny yang merasa tidak ada lagi yang ia harapkan, lelaki itu keluar dari sembunyiannya dan menghampiri keduannya yang asik bercerita tentang Sera.

"keruangan hitam, direktur kalian ingin bertemu." Jeno merotasikan matanya mendengar nama hitam, pasalnya mereka baru saja datang beberapa menit lalu namun di perintahkan kembali.

"Cih, bajingan itu seharusnya mempersiapkan pernikahan, kenapa masih bekerja!" Protes Jeno kembali mengarahkan tubuhnya meninggalkan lift yang sudah terbuka untuk menghantarkan dirinya pada lobby.

Dan Jaemin mengangguk kecil, "tapi menikah butuh uang." Johnny melirik Jaemin sekilas sebelum pergi lebih dulu mendekati lift.

"Dia terlalu kaya," desis Jeno.

-
-
-

Jesa baru saja menghandel pekerjaannya, syukurnya ia tidak mengerjakan hingga larut malam sebab tubuhnya sudah pegal terlalu lama terduduk. Jesa sampai di lantai lima, ia melangkah dengan tangan yang menenteng tas selempangnya.

Kepalanya terangkat melihat bayang-bayang sekilas di depannya, Jesa terkejut mendapati Jaehyun yang sudah berada di ambang pintu apartemen tanpa masuk, lelaki itu tersenyum dan memeluknya, memberikan kecupan di kening.

Ini tiba-tiba.

"Kenapa tidak menghubungi ku? Kau sudah lama datang?" Jesa meletakkan kedua tangannya dipinggang lelaki itu sebab Jaehyun masih menarik bahunya untuk di dekap.

"Tidak juga. Apartment mu sepi, tidak ada Chenle?" Menyadari tidak ada lelaki itu Jaehyun melepaskan pelukannya sebelum menarik tangan sang gadis untuk ia kecup lama. Jaehyun tidak seperti ini biasannya. Ia terlalu romantis.

"Dia bekerja." Jesa mulai melangkah mendekati pintunya dan membuka pin walau tangannya masih Jaehyun genggam, Jesa tidak merasa risih.

"Dia bekerja?" Tidak percaya namun gadis di depannya segerah megangguk dan meminta lelaki itu untuk masuk kedalam unitnya. Jaehyun mengikuti tiap langkah Jesa hingga berakhir terduduk di sofa panjang.

Jaehyun tersenyum kecil saat hidungnya meyapa wangi khas di tubuh Jesa dari tiap ruanggan, sesekali anak rambut gadis itu lelaki itu kecup. Jaehyun mengusap pipi tirus Jesa yang merah secara alami.

"Istirahat saja, aku tidak apa-apa." Jesa menggeleng, ia tidak mugkin membiarkan Jaehyun sendiri terlebih sudah menunggu kedatangganya yang ia yakinkan cukup lama.

"Apa semuanya berjalan lancar? Ah, maksud ku pekerja mu, kau terlihat aneh." Jaehyun terkekeh, ia mengusap rambut Jesa dengan sayang, dan kehangatan menjalar begitu luas. Jesa saja menunduk saat mata teduh Jaehyun menatap matanya begitu dalam.

"Tidak pa-pa, semuanya berjalan lancar." Senyuman lebar terlihat bersamaan dua dimple terdalam yang ia miliki. Jujur malam itu, Jaehyun tengah menahan amarahnya dan berhasil ia kendalikan saat berjumpa dengan Jesa.

TBC

Quite Bitter✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang