3. Unexpected presence

104 17 0
                                    

As usual, vote komen. I love your spirit.

Happy reading!



Perjalanan kembali Jesa lintasi, namun terasa begitu cepat dan ringan sebab kalimat menarik selalu keluar dari bibir mereka masing-masing. Jesa mengenal dengan akrab, namun ia tidak begitu menyatuhkan kepercayaan lebih seperti Jaehyun, Taeyong, juga Sejeong.

Jesa sudah menampakkan kakinya di lantai lima dirinya menetap, gadis itu ingin memencet tombol pada pin Apartemen. Belum rampung memasukkan tubuhnya, teriakkan sosok di sudut koridor membuatnya terkejut dengan birai yang melintang sempurna.

"Chenle!" Lelaki itu melangkah kencang memeluk tubuh Jesa, bahkan melepaskan koper hitamnya begitu saja. Tubuh tinggi Chenle berhasil menenggelamkan wajah Jesa pada dada bidangnya. Bertahun-tahun tidak berjumpa dan hanya memberi kabar melalui telepon berhasil membuatnya menangis detik itu juga.

"Astaga kau kemari secepat ini?" Jesa mengusap punggung Chenle mengabaikan tanggis lelaki itu yang tertahan, Jesa tersenyum di balik semua itu.

"Aku akan tinggal dengan kakak untuk sementara. Tidak pa-pa?" Jesa tentu megangguk tidak keberatan, dan juga seingat Jesa lelaki itu tinggal seorang diri di Jeju selepas meningalnya sodarah dari Omahnya yang sudah tiada. Dan saat itu Jesa memutuskan untuk merantau, bersekolah kerja pada usianya yang menginjak 18 tahun.

"Hari ini aku libur, ingin jalan bersama? Ini pertama kalinya kau ke seoul." Chenle yang tidak keberatan tentang melelahkan, sebab ia terlalu bersemangat untuk memberi kejutan sang kakak.

Sebelum mereka berangkat bersama, mereka menghabiskan waktu untuk membereskan barang bawaan Chenle.

Sebenarnya Jesa merasa tidak nyaman, sebab sang adik akan tidur di kasur bawah dalam satu kamar. Dan syukurnya Chenle tidak keberatan, adiknya begitu memahami situasinya.

Kini keduanya sudah terduduk di salah satu restoran tengah mengarah pada namsan tower yang begitu indah. Jujur jika lebih baik ia datangnya malam, tapi sudah terlanjur menempatkan kaki di restoran mewah itu.

"Kak, bukankah di sini mahal? Aku merasa tak nyaman." Jesa terkekeh saat leleki itu membuka daftar menu yang bisa saja untuk ia makan kibab dalam sebulan. Atau mungkin utuk membeli beberapa bahan makanan.

Jesa mengusap lehernya yang tidak gatal, "tidak pa-pa, anggap saja menyambut keberhasilan mu. Sebagai gantinya kau harus sukses." Chenle tersenyum, walau begitu ia akan mencari menu yang masi di bawah kadar, namun tetap saja ia rasa begitu tinggi nilainya. Jesa yang melihat kebingungan adik menyuruhnya untuk segerah pesan jika tidak Chenle akan lebih lama mencari menu murah yang pastinya tidak ada di daftar makanan.

Sesudah mebestel Chenle melirik sekitarnya, orang-orang berpakaian kantoran begitu banyak. Ia pun membandingkan pakaiannya yang hanya terlapisi kaos dengan jaker kulit hitam. Sedetik kepalanya menggeleng, walau begitu ia rasa dirinya yang paling tampan dari pada tamu-tamu yang berjenis sama.

Jesa melirik ponselnya yang berdering, segerah ia sambungkan.

"Apa aku mengganggu mu? Aku dengar kau pulang hari ini." Jesa menggangguk kecil dengan memainkan kuku jarinya.

"Aku sudah pulang, sekarang sedang bersama Chenle." Jaehyun di ujung sana terkejut dengan birai yang ikut terangkat.

"Kalau begitu aku datang." Jaehyun bergegas, namu Jesa menolaknya.

"Aku sedang tidak di apartemen," jawab Jesa jujur dan Chenle yang mendengar pembicaraan sang kakak pun menoleh.

"Itu berarti kau tidak istirahat?" Jaehyun seharunya tidak mempertanyakan hal itu lagi, sebab Jesa orang yang begitu semangat menyambut kedatangan sang adik, walau ini pertama kalinya ia melakukannya. Namun mendengar kalimat Jaehyun yang terlontar birainya terangkat membuat Chenle tersenyum kecil.

Quite Bitter✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang