1

523K 24.8K 5.2K
                                    

"Nana, kita udahan ya?"

Nana menghentikan gerakan tangannya yang mengaduk jus mangganya, ia terlalu terkejut hingga sarafnya berhenti seketika. "Kenapa? Kenapa tiba-tiba? Aku ngerasa kita nggak ada masalah akhir-akhir ini Dev," Nana menatap Devin yang enggan menatapnya.

"Memang diantara kita nggak ada masalah Na tapi, kamu masalahnya."

Nana mengerutkan keningnya, "Kenapa aku? Salahku apa?"

"Salah kamu karena make up kamu kayak tante-tante, aku malu."

Nana memejamkan matanya sejenak, "Dimananya yang kayak tante-tante?" Devin akhirnya mau menatap Nana, "Bayangin Na, umur kamu masih delapan belas dan kita baru aja lulus SMA tapi kamu udah berani make eyeliner ngelewatin mata, lipstik dalemnya merah. Persis tante tau nggak?"

Oke. Nana tidak bisa membiarkan ini terjadi. Ia sudah kepalang emosi. Devin benar-benar sudah kelewatan.

Nana berdiri lalu menatap nyalang Devin, "Kamu mikir make up ku ini kayak tante-tante? Oke, berarti pasar ku bukan lagi kamu Devin, tapi bapakmu. Inget ya, jangan main-main sama aku. Bapak kamu ku incer sekarang. Jangan nangis-nangis kalo aku jadi ibu tiri kamu."

Selesai mengatakan itu semua, Nana keluar lalu memberhentikan taksi yang kebetulan lewat. Dalam taksi ia meneteskan air matanya. Devin benar-benar keterlaluan. Ia sakit hati. Kalau pergi ke dukun tidak berdosa, sudah dari tadi ia menelpon dukun untuk menyantet Devin.

Tentang perkataannya kepada Devin, Nana tidak berbohong kalau pasarnya bukan lagi di Devin. Maksud dari pasar adalah ia lebih menarik di mata om-om dibanding dengan pria seumurannya yang lebih memilih wanita tampil natural tapi naturalnya seperti Tatjana Saphira. Lebih beruntung lagi adalah ayah Devin seorang duda sawit, sarang duit. Siapa yang tidak tergoda? Ibunya saja kalau ayahnya sudah meninggal pun pasti akan kecantol ayah Devin. Papa Bagas, Nana bercanda.

"Sialan lo Devin, muka cantik gini dibilang kayak tante-tante. Awas aja lu ya,"

Nana memperhatikan wajahnya di kamera ponsel. Ia melirik sopir yang fokus menyetir lalu ia memanggil sopir tersebut, "Pak, menurut bapak, saya umur berapa?"

"Lah? Mana saya tau neng, yang punya umur 'kan eneng, kok tanya saya?"

Nana memutarkan matanya, "Menurut bapak gitu loohh... coba liat saya dulu pak bentar, terus bapak kira-kira saya ini umur berapa." sang sopir pun melihat Nana melalui kaca mobil lalu diam sebentar.

"Gimana, pak? Saya umur berapa?"

"Masih kayak umur dua puluhan ah neng,"

"Beneran, pak?"

"Iyaa, emangnya kenapa atuh neng? Neng mah lagi insinyur teh?"

Nana mengerutkan kening dan sedikit mengangkat sudut bibirnya, "Insinyur? Saya mah baru masuk kuliah bapak,"

"Eh, maksudnya itu kayak yang cewek-cewek jaman sekarang itu neng yang nggak percaya diri."

"Insecure atuh bapak," Nana mengurut keningnya. Bapak sopir ini lucu sekali, saking lucunya Nana sampai ingin menjedotkan kepalanya ke sandaran kursi. "By the way, makasih ya pak, jadi saya nggak kayak tante-tante 'kan ya?"

Bapak sopir menggeleng, "Enggak neng. Emang siapa atuh yang bilang neng kayak tante-tante?" Nana mengerucutkan bibirnya. Ia kembali kesal saat teringat Devin yang mengatainya. "Mantan, pak."

"Atuh neng sabar yaa.. mata mantan neng mungkin saliwang,"

"Iya, pak. Makasih."

Bapak sopir mengangguk lalu tak lama mobil berhenti. Nana turun dari taksi setelah membayar tarif. Ia masuk ke dalam rumah dan menutup pintu utama setelah menaruh sepatunya di tempat sepatu dekat pintu masuk.

Nana menaiki tangga untuk mencapai kamarnya. Ia sekilas melihat ayah dan ibunya tengah berpacaran sembari menonton gosip di televisi yang menyala. Mereka saling suap-suapan nastar yang membuat hati Nana panas seketika.

Mereka nggak tau ya anaknya baru aja putus?

"Kayaknya baru aja ada yang ngejomblo nih,"

"Ssttt, papa ni lho, kalo kedengeran Nana bisa abis kamu kena amuk."

Bagas tertawa kecil mendengar teguran Rara, istrinya dan ibu dari anak-anaknya. "Kayaknya beneran deh," desisnya setelah mendengar bantingan pintu dari atas. "Udah lah pa, urusan anak muda. Kayak nggak pernah muda aja kamu."

Bagas mendelik, "Bukan nggak pernah muda tapi papa emang selalu muda. Haid lancar mah?" Rara mendengus. "Lancar."

"Udah selesai? Kayaknya sih udah, udah seminggu juga. Iya 'kan?"

"Kamu ini kalo urusan itu aja laju."

"Beneran udah nih? Asyiiik, yuk ngamar." Bagas menaik-turunkan alisnya sambil tersenyum menggoda. Ia tanpa aba-aba mengangkat Rara ke dalam gendongannya dan mengunci pintu kamarnya.

"Apa sih? Serem tau," ucap Rara saat Bagas mengusap-usap tangannya sambil melihat Rara yang terbaring tak berdaya di atas kasur. Bagas melompat seiring teriakan Rara yang menggelegar.

. . . .

BAPAK MU SEMANGAT KU [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang