7

219K 22.2K 1.1K
                                        

VOTE KOMEN YA PANTQ 🤬

• • •

Nana seharian ini badmood membuat Bagas yang biasanya berkelahi dengan anaknya bingung karena Nana diam saja semenjak pulang dari mall, berbelanja dengan istrinya.

"Nana kenapa ma?" Bagas menjatuhkan kepalanya di bahu Rara. Mereka saat ini tengah menonton televisi di ruang keluarga.

"Abis ketemu mantannya bawa gandengan baru."

Bagas membulatkan mulutnya mengerti. Ia lalu menghirup aroma leher Rara yang wangi lalu dijilatnya sebentar. Rara menggelinjang geli. Ia melotot pada Bagas yang tersenyum lebar seperti tidak ada dosa.

"Geli ih. Inget umur paa,"

"Masih kuat kok ini papa."

"Kuat-kuat, besoknya minta pijit awas ya."

Bagas menyengir sekali lagi, "Namanya juga udah empat puluh ma." Rara mendengus. Ia menepis tangan Bagas yang mencoba menyelinap masuk ke dalam bajunya.

"Tangannya harap dikondisikan ya." sindir Rara.

"Kok masih kenceng ma?" pertanyaan ambigu Bagas membuat Rara memukul kencang lengan suaminya itu. "Apanya? Kalo kedengeran Nana gimana?"

"Nggak usah pura-pura nggak ngerti deh."

"Sini-sini tak comot lambemu mas."

Rara menarik bibir Bagas yang membuat Bagas menggeliat. Ia balas menarik bibir Rara. Bukan dengan tangan tetapi dengan bibir. Jomblo harap bersabar. Skip aja.

"Ambil kesempatan dalam kesempitan ini mah aaaa!"

"Sssssttt, Nana kebangun ntar." bisik Bagas lalu meniup telinga Rara. Ia mematikan televisi lalu jalan ke kamar sembari menggotong tubuh Rara.

Berbanding terbalik dengan mama papanya yang asyik memadu kasih, Nana di kamar malah asyik mendengarkan lagu galau sampai dadanya terasa sesak. Semudah itu Devin melupakannya? Cinta keduanya itu mudah sekali berpaling hati. Nana sakit hati. Kenapa ia tidak seperti Devin yang dengan mudah berganti pasangan?

Nana mengacak rambutnya dan lihat, sekarang ia sudah seperti singa yang keluar dari goa. Mata sembab dan pipi memerah membuatnya memutuskan untuk mencuci muka terlebih dulu sebelum keluar kamar. Ngomong-ngomong, tumben sekali Bagas tidak berteriak-teriak memanggilnya untuk diajak bertengkar.

Selesai mencuci muka, Nana dengan wajah segar memberanikan diri keluar karena perutnya berteriak minta makanan. Wajar saja, dari siang ia belum memasukkan satu pun makanan dan ini sudah jam sembilan malam. Mungkin mama papanya sudah asyik kelonan di kamar. Kapan ya Nana bisa seperti itu?

Nana membuka tudung saji lalu segera mengambil piring dan sendok tidak lupa segelas air putih. Dengan perasaan nikmat, Nana menelan semua sisa lauk pauk yang terhidang. Ia tidak peduli lagi dengan berat badannya yang akan naik. Mumpung nafsu makannya sedang naik, ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Astagaaaa, ada tikus ndas ireng ternyata."

Nana melihat Bagas yang memakai setelan piyama kotak-kotak lalu mengisi gelasnya dengan air putih dari dispenser. "Inget, jangan makan banyak-banyak. Nanti kesusahan sendiri nurunin berat badan."

"Iyaa," Nana membalas perkataan Bagas singkat. Bagas yang menyadari perubahan suara putrinya pun segera menarik kursi di sebelah Nana lalu mengusap lembut kepala Nana.

"Kalau ada masalah, Nana bisa cerita ke papa atau mama biar hati Nana lega. Jangan dipendem sendirian ya sayang,"

Perkataan Bagas berhasil menyentuh relung hatinya yang kembali sesak. Ia terharu. Beruntungnya ia yang memiliki ayah seperti Bagas. Dengan dada sesak dan nafsu makan yang turun, Nana tetap memaksakan mulutnya mengunyah nasi dan ayam meski sudah dari tadi ia menahan tangis.

Selesai menelan semua makanan, Nana memeluk Bagas erat. Ia menyandarkan kepalanya di dada bidang Bagas yang terlihat nyaman. Air matanya meleleh tanpa bisa ia cegah. Sakit hatinya terhadap pengkhianatan Devin yang lebih memilih temannya sangat menyakitkan. Devin membuat alasan yang tidak masuk akal untuk memutuskan hubungan mereka yang Nana yakini bisa lanjut ke jenjang pernikahan meskipun mereka masih sangat muda untuk memikirkan itu semua.

"Papaaa..., hati Nana sakit hiks...,"

"Sesak rasanya...,"

"Devin putusin Nana karena dia milih Icha yang lebih semok dari Nana. Padahal Nana nggak kalah semok 'kan pa? Icha semok juga udah kendor gitu karena sering dipegang cowok-cowok, Nana masih ori gini."

Bagas memejamkan mata, ia dengan khidmat mendengarkan segala keluh kesah yang keluar dari hati Nana. Ia biarkan Nana menumpahkan semua keresahan dalam hatinya sampai benar-benar lega. Setelah itu ia akan membahagiakan putrinya tanpa harus repot membalas sakit hati anaknya. Biarlah yang di atas yang mengatur. Masalah hati tidak untuk paksaan. Biarkan semua mengalir, lagi pula usia anaknya masih sangat muda. Nana masih harus melihat betapa indahnya dunia tanpa dibebankan dengan sebuah hubungan yang rumit.

"Mana alasan dia ngajak putus Nana karena katanya make up Nana kayak tante-tante. Huaaaa....., Devin brengsek. Cantik, muda, perawan ting-ting gini disamain kayak tante-tante. Nana nggak kayak tante-tante 'kan pa?" Bagas menggeleng melihat putrinya dari atas. Ia mengusap air mata putrinya lalu kembali memeluk Nana dengan penuh kasih sayang.

"Nana inget 'kan papa pernah bilang apa ke Nana? Jangan tangisin orang yang bahkan nggak peduli sama kamu. Anaknya Bagas 'kan strong, sakit hati boleh tapi nggak harus berlarut-larut. Life must go on. Bener nggak? Move on, keturunan Harsono itu bibit unggul semua. Papa yakin, nggak susah buat kamu cari jodoh. Apa lagi dengan semua yang kamu punya sekarang."

"Tapi Nana kalah sama lontay papaaa,"

"Hust! Nggak boleh menghakimi orang. Tuhan pisahkan kamu dengan Devin pasti akan menggantinya dengan orang yang lebih baik lagi dari dia. Jodoh kamu dengan Devin hanya sampai di sini, nggak usah terlalu dipikirkan. Jodoh kamu yang asli sekarang lagi kerja keras buat kamu nanti. Memang belum muncul, tapi nanti 'kan pasti muncul, iya 'kan?"

Nana akhirnya mengangguk saja. Terkadang perkataan Bagas memang ada benarnya. Ia harus move on dan membuka lembaran baru tanpa harus terbayang-bayang Devin lagi.

Nana melepas pelukannya dan mengusap air matanya yang mulai mengering di pipi. "Nana lusa udah mulai masuk kuliah pa, nggak ada ospek katanya jadi langsung masuk ke kelas tapi belum ada dosennya. Katanya perkenalan diri dulu sampai semua materi siap untuk diajarkan."

"Iya. Nana sekarang fokus kuliah aja, katanya mau jadi sekretaris papa?"

Nana mengangguk semangat. Benar kata papanya, ia fokus kuliah saja. Masalah jodoh sudah ada yang mengatur. Untuk sekarang, Nana akan menutup hatinya dulu sampai ia benar-benar siap untuk membuka lagi. Perkataannya yang akan mengincar Arkan sepertinya harus ditunda dulu, Arkan harus menunggunya hingga sukses dulu lalu ia akan mendekati pria dewasa tersebut dengan segala tingkahnya.

Tapi rencana memang lah hanya rencana. Tidak ada yang mengetahui apa yang akan berubah esok hari.

• • •

Udah up ni anjer, keterlaluan kalo ga sampe vote 🤬😡

VOTE YA BUJANG BIAR AKU SEMANGAT DAN GA MAGER LAGI 😘😘😘😘🤙🏻🤙🏻🤙🏻

Tp komen juga boleh deh, kritik saran sangat diperlukan ya bunda bunda klo ada ide mau ada scene apa boleh DM biar bisa bantu otakku yang lagi mampet ☺🙏🏻

BAPAK MU SEMANGAT KU [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang