19

166K 17.7K 1.3K
                                    

Nana tidak berani keluar kelas. Ia menelpon papanya. Ia takut. Semua orang yang melewati kelasnya menatap tajam ke dalam seolah-olah dirinya adalah seorang pembunuh dan wajib diadili.

Bara sudah tahu gosip yang menyebar. Ia mencoba mendatangi Nana karena pasti gadis itu akan syok dengan rumor yang menyebar. Ia pun tak tahu kalau ada penguntit. Apa lagi Nana, penguntitnya parah sekali. Sampai mengikuti kegiatan sehari-hari Nana. Tapi, ia juga merasa terbantu satu persen dengan kegiatan Nana dengan pengusaha yang ia stalking waktu itu.

Sayangnya, Nana menolak kehadirannya. Gadis itu berteriak menyuruhnya jangan masuk. Nana belum siap dengan hujatan yang ia terima. Seumur-umur, ini adalah kejadian mengerikan di hidupnya. Dibenci oleh orang-orang dengan spekulasi negatif orang.

"Papaaa, hiks, hiks, jemput.. Nana takuutt..."

Semua temannya menatapnya miris. Nana menangis ketakutan dan Friska hanya bisa mengusap punggung Nana untuk menenangkan gadis itu. Tiba-tiba, Hera masuk dengan napas putus-putus. "Nanaaa..."

Hera memeluk Nana dan gadis itu merasakan bahunya basah dengan air mata Nana. Ia mengambil ponsel Nana lalu didekatkan ke telinganya. "Om Bagas, jemput Nana sekarang. Ada rumor yang beredar di kampus tentang Nana. Kalo bisa bawa bodyguard biar aman."

"Halo, Hera? Kenapa? Nana kenapa nangis? Iya iya saya kesana sekarang. Kamu tenangin dia dulu ya." Bagas panik. Ini kali kedua ia mendapati anaknya nangis di umur Nana yang mulai dewasa. Terakhir ia melihat anaknya nangis umur sepuluh tahun lalu di tahun-tahun berikutnya tidak pernah menangis sampai sesegukan sampai pada Nana menceritakan kisahnya yang kandas dengan Devin.

Hera menaruh ponsel Nana di atas meja. Ia lalu mengusap punggung sahabatnya dengan sayang. Ia melihat Friska yang juga menampilkan raut panik. "Lo siapa?" tanyanya.

"Gue Friska. Temen kelas Nana. Ini Kamal."

Hera mengangguk. "Salam kenal ya. Semoga kita bisa temenan juga." Hera tersenyum.

"Eh, gais. Ada cewek centil nih. Aduuuhhh."

"Duuuhh, udah deketin kak Bara ini ngedeketin om-om juga. Butuh uang bilang sayaaanggg."

"Ih najis banget anjir cewek begitu. Parah sih."

"Aduuuh, ada lontay di kampus ini."

Teriakan demi teriakan terdengar. Nana menggeleng kuat. "Nggak, gue bukan lonteee..." jeritnya tertahan. "Gue kaya. Gue nggak butuh uang dari om Arkan. Enggaaakkk..."

"Iya Na iya. Gue tau." ucap Hera.

Friska menenangkan Nana dengan usapan saja. Kamal dan para lelaki-lelaki berada di depan kelas untuk menjaga kelas dari serobotan para wanita yang mau menghujat Nana. Bahkan, ada yang sampai melempari kelas mereka dengan telur.

"Cewek murahan nggak pantes kuliah di sini. Bikin citra buruk buat kampus aja."

"Papaaaa..." Nana merintih pilu memanggil papanya.

Beberapa saat kemudian, Bagas datang membawa bodyguard yang jumlahnya ada sepuluh orang. Mereka membelah kerumunan dan Bagas berjalan dengan wajah datar menahan marah sambil memberi tatapan laser untuk orang yang menatapnya.

"Silahkan, pak." ucap Markus, ketua bodyguard.

Bagas masuk, semua lelaki yang berjaga menyingkir. Bagas menghampiri Nana dengan langkah cepat. "Nana? Ini papa sayang." Nana langsung berdiri saat mendengar suara papanya. Ia memeluk Bagas dan menumpahkan tangisnya.

"Kenapa sayang?"

"Hiks, hiks.. aku nggak begitu paaa. Hiks, hiks, aku bukan lonte.... aku nggak butuh uang... Hiks hiks..."

BAPAK MU SEMANGAT KU [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang