JANGAN IRI JANGAN IRI, JANGAN IRI DENGKI 😘
...........................
Malam harinya, Devin turun dari tangga dan sudah ada papinya di bawah sedang makan malam. Ia menghembuskan napasnya lalu duduk di kursi meja makan. Arkan hanya melirik Devin sekilas lalu kembali fokus makan. Pekerjaan di kantor tadi cukup menguras tenaganya.
"Pi, papi beneran sama Nana?" tanya Devin.
Arkan mengangkat kepala dan sebelah alisnya. "Iya. Kenapa?" Devin mendengus. "Dia mantanku pi. Apa kata orang nanti?"
"Harus banget dengerin omongan orang? Ini hidup papi. Kamu ngomong kayak gini jangan bilang kamu masih ada rasa sama dia?"
"Hah? Aku? Cih! Dia itu terlalu naif. Masih polos, lugu, nggak banyak tingkah. Kurang mengadu adrenalin."
"Maksud kamu?"
Devin menghirup udara sebentar, "Dia nggak bisa diajak ngapa-ngapain. Devin minta Nana cium aja dia nggak mau. Di pipi loh padahal."
"Ya itu kamunya yang brengsek. Anak baik-baik jangan dirusak. Karma 'kan jadinya."
"Nggak gitu pi. Papi juga pasti paham apa yang Devin maksud."
"Jatah maksud kamu?" Arkan menggelengkan kepalanya. "Kamu kalo mau jatah mending sama yang lain. Beruntung papi Nana kamu lepas."
"Pi? Jangan bilang papi suka betulan sama Nana?"
"Kalo iya? Dia anaknya baik kok, ceria, keliatannya tulus banget. Kamu rugi banget sih. Kasian."
Devin mengerang kesal. Bagaimana ini? Apa Nana dan papinya benar-benar akan menikah? Tidak-tidak. Tidak bisa ia biarkan. Jangan sampai ucapan Nana menjadi kenyataan kalau dia mengincar papinya. No. Devin akan mencegah hal itu terjadi.
"Devin nggak setuju Nana jadi mama baru Devin."
"Papi nggak minta persetujuan kamu." balas Arkan santai. Toh, apa yang bisa anaknya lakukan tanpa dirinya?
"Piiiii!"
"Jangan teriak. Papi nggak budeg."
"Mending cari yang lain aja pi. Masa mama baru Devin seumuran sama Devin. Yang ada papi nanti di cap pedofil."
"Devin, udah pernah papi bilang kalau omongan orang lain itu nggak berguna di hidup kita. Yang ada nambah setress. Hidup-hidup kita kok mereka yang komentarin? Nggak usah lah dengerin perkataan orang lain yang nggak tau apa-apa."
"Kalo papi tetep ngeyel mau nikah sama Nana, Devin keluar dari rumah ini." Devin berdiri, ia mengancam papinya yang hanya menatapnya datar. "Silahkan. Tapi, jangan bawa semua fasilitas dari papi. Kamu keluar bawa badan kamu sendiri dan baju yang menempel di badan kamu."
Arkan bangkit dari duduknya lalu melangkah menuju kamar pribadinya. Devin yang dibelakangnya menghentakkan kaki kesal. Ia tidak mau mempunyai mama tiri seperti Nana. Apa kata teman-temannya nanti?
-------//-------
Sudah beberapa hari semenjak pertemuannya dengan Devin. Nana kini semakin sibuk dengan kuliahnya. Ia tidak cerita dengan orang tuanya karena ia merasa malu. Meskipun Bagas dan Rara terlihat setuju, tapi tetap saja masih ada rasa sungkan di diri Nana.
Arkan masih mengiriminya pesan tetapi semua hanya ia lihat saja tanpa dibalas. Ia masih ragu. Apa yang ia putuskan ini salah atau benar? Mendekati ayah mantannya yang usianya jauh diatasnya. Arkan berusia tiga puluh tujuh tahun, setahu Nana yang diceritakan Devin, Arkan dengan Nadya, mendiang ibu Devin, menikah muda. Bukan karena kecelakaan tetapi karena mereka sudah saling mencintai dan mengerti semua dari pasangan masing-masing. Memikirkan itu, Nana menjadi semakin bimbang. Tidak semudah itu 'kan untuk melupakan cinta pertama? Seperti dirinya dengan Devin begitu pula Arkan dengan Nadya.
"Heh! Bengong aja gue liat-liat. Lagi ada masalah berat lo?" Hera mengejutkan Nana yang melamun di taman. Mereka berniat mengerjakan tugas bersama.
"Gue mau jujur." Nana melirik samping kanan kirinya, berharap tidak akan ada yang mendengarnya bercerita nanti.
"Apa?"
Hera memajukan tubuhnya sedikit agar bisa mendengar jelas. Nana pun begitu. Mereka yang duduk di atas rumput beralas kain pun melipat kaki.
"Sebenernya, gue deket sama om Arkan."
Kening Hera mengerut, "Om Arkan? Siapa? Kayak nggak asing itu nama deh." Hera melihat ke atas. Mencoba mengingat-ingat.
"Bapaknya Devin."
Mata Hera seketika membulat sempurna. "HAH? DEMI APA LO?" Nana memejamkan matanya mendengar teriakan monyet Hera. "Nggak usah teriak asu."
"Cerita lo bikin gue jantungan anjing."
"Ya maap. Gimana dong? Gue lagi berusaha jauhin om Arkan soalnya kalo dipikir-pikir juga gue nggak bakal pantes buat dia."
"Apanya yang nggak pantes sih? Kalo masalah umur, banyak kok pasangan yang nikah dengan perbedaan umur jauh. Lo sama dia 'kan beda hmm....., sembilan belas ya? Wih, mayan juga euy!"
Nana menggigit bibirnya gemas. Hera membuatnya kesal seketika. "Lo niat nenangin gue apa mau buat gue tambah ragu sih?"
"Hehehehe...., sorry sorry. Menurut gue sih, selagi kalian cocok dan om Arkan baik sama lo lebih baik lanjut aja. Itu berarti omongan lo dikabulin sama Allah. Anjir. Jadi pengen ngomong spontan juga. Bentar, gue mau ada abdi negara yang lamar gue. Amiin.." Hera tersenyum sembari memejamkan mata. Nana memutarkan mata malas. Hera ini susah sekali diajak serius.
"Gue bantu amiinin deh. Kasian."
"Hahahaha..., makasih makasih. Udah, buat sekarang lo fokus aja kuliah. Kalo jodoh nggak bakal kemana. Paling berkelana bentar."
"Anjrit."
..............
Sama sama 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
BAPAK MU SEMANGAT KU [TAMAT]
RomanceNana sakit hati karena dikatai seperti tante-tante oleh pacarnya. Mereka pun akhirnya putus dan Nana mengincar ayah dari mantan kekasihnya. .... Gimana ya kisah selanjutnya? Ih kepo deh, kalo kepo cek aja yukkk .... Jangan lupa vote dan komen okey? ...