Jangan jatuh cinta sendirian jika tidak mau terluka.
OoO
Bel masuk telah berbunyi. Kini keadaan kelas 11 IPA 1 tengah belajar serius. Memperhatikan pelajaran biologi di depan mereka.
Kecuali, Morgan. Pikirannya dan hati masih saling berdebat satu sama lain. Pikirannya mengatakan dia harus berhenti mengejar cinta Nava, karena dia tidak ingin di cap sebagai lelaki yang tidak memiliki harga diri. Namun, hatinya menginginkan jika ia harus berjuang lagi untuk meluluhkan hati seorang Nava, gadis berambut keriting itu.
Sial. Mau sampai kapan rasa cintanya pada Nava tidak berbalas.
Tetapi jangan sebut dirinya Morgan jika tidak menuruti jalan pikirannya. Karena sepertinya jawaban Morgan kali ini adalah ia akan berhenti mencinta Nava, alasannya, Morgan malas untuk merendah lagi. Dia akan berusaha untuk tidak peduli dengan seorang perempuan.
Bukan perasaannya hanya main-main, tapi rasa sakit yang ditolak berkali-kali menyadarkan betapa bodohnya ia dalam mencintai. Apalagi dirinya pemimpin, jadi malu rasanya jika hanya karena seorang perempuan dirinya seperti orang gila yang hilang akal.
Dan sepertinya makhluk perempuan mulai sama saja dalam menilai laki-laki. Terlalu merendahkan jika dicintai dan terlalu agresif saat mencintai. Menyebalkan.
Morgan menggebrak meja dengan kuat. Sehingga Sakti yang ada di sebelah Morgan melonjak kaget, bahkan satu kelas pun termasuk Ibu Sinta, guru beranak satu itu pun ikut menghentikan penjelasannya tentang materi kingdom plantae.
"Morgan, kamu nggak papa?" tanya Ibu Sinta dengan terkejut.
Mata Morgan mengerjap. Dia lupa jika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung.
Napasnya pun ia atur agar lebih rileks.
"Enggak papa, Buk. Maaf," ucap Morgan.
"Gila lo. Bikin gue kaget," bisik Sakti.
"Kesambet lo, Mor?" tanya Bagus.
"Mikirin Nava ya?" tebak Samar. Pandangan Morgan langsung berbalik dan menatap tajam sahabatnya yang duduk di belakang bersama Bagus.
Mendengar nama itu, membuat emosi Morgan kembali memuncak. Pasalnya, gara-gara nama itulah pikiran dan hatinya kacau tidak karuan.
"Bisa kan lo nggak usah bawa nama cewek itu?!" sentak Morgan pada Samar dengan nada dingin.
"Mor, lo kenapa lah?" tanya Bagus bingung.
"Tahu, sensitive banget kalo gue sebut nama Nava, biasanya lo juga seneng."
"Tutup mulut lo! Jangan bawa nama cewek itu lagi!" Suara Morgan meninggi, bahkan kini dirinya sudah berdiri dan menatap tajam Samar.
"Morgan, lo kenapa sih?" Sakti meraih bahu Morgan tapi ditepis kasar oleh empunya.
"Morgan!" Ibu Sinta berjalan ke kursi Morgan dan menyuruhnya untuk duduk kembali ke kursi.
"Kamu tahu kan, saya sedang mengajar? Hargai saya," ucap Ibu Sinta.
Morgan terdiam. Kelas pun hening.
"Kamu Ibu hukum tapi dengan pelajaran barusan! Sekarang, sebutkan kelompok kindom plantae!" perintah Ibu Sinta, penuh ketegasan.
Kelas pun mulai ricuh. Materi mereka belum sampai ke judul itu, jika Ibu Sinta sudah bertanya sebelum menjelaskan, itu tandanya mereka dalam mode bahaya. Salah jawab saja, maka nilai biologi mereka satu kelas minus lima poin.
"Semuanya diam!" gertak Ibu Sinta. Matanya menatap tajam Morgan. Dia perhatikan anak muridnya itu sedari tadi melamun.
"Jawab Morgan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
MOZILA [TERBIT]
Teen Fiction𝐃𝐨𝐧'𝐭 𝐜𝐨𝐩𝐲 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐞⚠️ "Saya, Shehrnaz Fazila Putri. Saya mencintai leader pasukan Erudite. Maka dari itu, saya akan menerima tantangannya untuk membuat dirinya jatuh cinta pada saya dalam 15 hari. Jika saya gagal, maka saya akan mengaku ka...