TIGA PULUH ENAM

3.8K 196 9
                                    

Menjadi perisai adalah keputusan yang sulit. Memilih pergi atau tetap di sisinya.

OoO

Bel istirahat pertama sudah berbunyi. Tetapi Zila enggan untuk keluar kelas.

Bukan malu, hanya saja Zila malas untuk menanggapi ucapan para siswi yang mengatakan dia cari perhatian, padahal kenyataannya tidak seperti itu. Berita miring atas namanya masih saja melejit.

"Astaga Zila! Lo harus baca artikel gosip sekolah," ucap Fida.

"Kenapa sih?"

Zila menelungkupkan wajahnya di atas meja. Mata almond itu mulai terpejam. Menyelami mimpi walau hanya sesaat.

Kepala Zila terasa pusing, tapi Fida terus membicarakan soal berita yang membawa namanya. Apalagi jika bukan berita tadi pagi.

"Panca itu siapa sih, Da?" tanya Zila malas.

Fida menopang dagu sambil menghadap Zila.

"Panca itu musuh dari Morgan. Sebenarnya, ketua pertama yang musuhan, eh, waktu Sakti dan Calisa tunangan, mereka malah semakin bersitegang. Panca itu nggak sportif. Soalnya mencampuri hubungan pribadi dan geng."

"Jadi dia Panca yang itu?" Wajah Zila terangkat penuh. Dirinya ikut menopang dagu.

"Iya, gue juga kaget waktu anak-anak ngomongin lo berangkat sama Panca. Sumpah ya, Zila, gue rasanya mau hajar lo saat itu juga!" Nada suara Fida berubah penuh kekesalan.

"Kok mau hajar gue?"

"Lo tahu nggak sih, Panca itu bahaya."

"Tapi gue diantar ke sekolah dengan selamat kok." Zila tidak terima jika Fida ikut-ikutan mengatakan jika Panca bahaya.

Fida mendengkus kesal. "Terserah ngomong sama lo sama aja kayak ngomong sama batu. Keras!"

Tidak ada yang bicara lagi. Zila memilih diam. Pikirannya sedang berpetualangan mengumpulkan sesuatu yang bisa dia tarik kesimpulannya.

Ada sesuatu yang jauh lebih penting dari berita dan informasi Panca, yaitu hubungan yang dilandasi kebohongan. Zila harus mencari tahu  alasan apa yang membuat semua masalah dan hubungan itu terjadi.

Ada satu kenyataan yang Zila tahu, jika semua yang dia lihat selama ini adalah kebohongan.

"Zil, ada Bagus," bisik Fida.

Mata Zila mengerjap kaget. Manik coklatnya bertatap dengan manik abu-abu yang kini ada dihadapannya.

"Bagus. Ngapain?" Zila berdiri dan menghampiri Bagus yang sedikit menjauh dari Fida.

Sepertinya ada hal penting yang mau disampaikan lelaki itu.

"Ada apa?" tanya Zila akhirnya.

Bagus membisikkan sesuatu yang membuat Zila mengangguk paham. Setelah membisikkan lelaki itu melenggang pergi.

"Ada apaan sih?" tanya Fida ketika Zila kembali duduk.

"Ada pembahasan masa lalu," jawab Zila.

Fida memicingkan mata menatap curiga pada Zila.

"Serius?"

"Iya. Apaan sih, menatap gue nggak gitu. Berasa pencuri aja gue."

"Gue nggak suka ya, lo sembunyikan hal yang membahayakan diri lo."

"Gue nggak papa kali. Santai aja."

Terlihat anggukan percaya dari Fida. Diam-diam Zila mengirimkan pesan pada Bagus.

MOZILA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang