DUA PULUH SATU

4.3K 236 13
                                    

Coba tanyakan lagi sama hatimu. Itu cinta atau benci?

OoO

Morgan memarkirkan mobilnya di samping deretan motor pasukan Erudite.

Ia sengaja memilih berangkat agak siang. Setelah kejadian kemarin, Morgan dipusingkan dengan beberapa direct massage dari siswi yang memiliki unsername namanya di belakang nama mereka.

Isi pesan mereka ada yang menanyakan kabar Morgan, keadaan Zila bahkan mengenai dirinya yang menolong Nava. Tak heran jika isi pesan mereka ada yang mendukung bahkan membenci segala berita tentang Morgan.

Mereka seakan hakim yang paling benar dalam menghujat dan menyebarkan berita kejadian kemarin.

Morgan mematikan mesin mobil lalu melepas seatbelt. Setelah itu ia keluar. Tidak lupa jaket denim biru muda milik Erudite dengan tulisan 'leader' bewarna kuning emas di bagian punggung yang terbordir cantik, menambah poin plus saat ia memakainya.

Manik coklat Morgan menyapu bersih penjuru sekolah. Satu hal yang ditangkap oleh Morgan, yaitu semua mata murid SMA Armega menatap dirinya. Tatapan yang memiliki arti banyak.

Pemilik jam tangan putih itu hanya mengabaikan tatapan mereka dan lebih mengambil tas coklatnya di jok samping kemudi.

Setelahnya Morgan mengunci mobil, barulah ia berlalu dari parkiran untuk memasuki koridor sekolah.

Pagi ini, cuaca sangat cerah bahkan langit biru terbentang indah di angkasa. Matahari pagi pun menghangatkan tubuh dan memberikan vitamin D yang bermanfaat untuk tulang saat berjemur.

Morgan memasukkan tangan kiri ke saku celana, sedangkan telunjuk tangan kanan memutar kunci mobil di udara.

Sepertinya dengan Zila masuk ke rumah sakit membuatnya sedikit tenang. Ralat, lebih tenang. Paginya tidak terusik apalagi harus mendengar celotehan gadis berpita hijau tua itu.

Morgan membelokkan badannya ke arah koridor kelas IPA. Saat itu juga ia langsung dikejutkan dengan sosok Bagus, bersama Sakti dan Samar. Mereka duduk di kursi yang ada di samping pintu kelasnya, 11 IPA 1.

Tangannya menghentikan putaran kunci di telunjuk dan meletakkan ke saku jaket Erudite.

"Pagi, bos," sapa Samar lalu high five.

Wajah sahabatnya itu masih lebam karena pertengkaran mereka kemarin. Samar terlihat biasa saja, seolah kejadian di antara mereka bukanlah suatu yang harus dibesarkan.

Morgan membalasnya tanpa senyuman. Ia sebenarnya masih kesal, tapi menghargai Samar, makanya Morgan membalas sapaannya.

"Pagi," jawab Morgan datar.

Matanya melirik Bagus yang hanya diam sambil memandang lapangan.

"Pagi, Mor?" sapa Sakti.

"Pagi." Morgan memandang Sakti dan nampak berpikir.

"Hm, masalah kemarin gimana?" tanya Morgan.

"Aman. Foto lo juga aman," jawab Sakti.

"Wah, ada apa nih? Dari tadi kita diem aja, waktu ada morgan bahas foto, apaan sih?" tanya Samar penasaran.

"Cuma sampah," jawab Morgan dingin.

Samar meringis. "Kasar Bang."

"Nava gimana?" tanya Morgan, matanya menatap Sakti, tapi sebenarnya diajukan untuk Bagus.

"Baik. Reputasi lo nggak akan hancur kok," sahut Bagus sarkastik.

Setelah itu dia berdiri dan menatap Morgan.

MOZILA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang