DELAPAN

3.1K 202 1
                                    

Menjaga ucapan itu perkara mudah. Tapi menjaga hati agar tidak tersakiti mengapa sulit.

OoO

Pagi ini Zila sudah sampai di sekolah. Keadaan tubuhnya mulai membaik. Semalam ia sudah dibelikan obat oleh Fida, sahabatnya itu memang memaksa Zila untuk minum obat yang dibelinya di apotek sesuai resep Dokter.

Sebenarnya Zila sudah menolak dan akan membeli sendiri, tapi Fida memaksa. Ditambah sahabatnya itu memberi kultum pada Zila jika ia sulit minum obat.

Kata Fida semalam begini, "Zila, selagi gue sehat dan bisa bantu lo, gue akan bantu. Lo itu sahabat gue, sumber semangat gue dan mungkin calon adek ipar gue, jadi udah tanggung jawab gue untuk membantu lo. Kita sahabat Zila, selamanya. Jadi izinkan gue berbakti pada sahabat gue ini, siapa tahu umur gue nggak panjang dan hal yang nantinya gue sesali adalah gue nggak bisa membantu lo. Please, kali ini nurut dan minum obat ya."

Jika sudah begitu maka tidak akan bisa dirinya menolak untuk menerima bantuan Fida. Sahabatnya itu memanglah yang terbaik.

Karena kebaikan sahabatnya, Zila pagi ini terlihat lebih sehat dan pastinya ceria. Tapi baru saja kakinya memasuki koridor, semua pasang mata langsung melihat Zila bahkan menatap Zila dengan sorotan yang berbeda-beda.

Apakah Zila terganggu. Oh, tentu saja tidak. Sejak kapan seorang Zila peduli dengan orang yang mau menjatuhkan mentalnya. Bagi Zila mereka hanya sedang berusaha mencari kesalahannya, tapi lupa pada kesalahan diri mereka sendiri.

Hari ini Zila berangkat naik angkot. Seperti biasa, orang rumah mulai sibuk. Hanya sesekali terlihat bersama, sesudahnya mereka akan kembali sibuk dengan profesi mereka masing-masing. Hanya Zila lah yang terlihat santai bahkan seperti tidak memiliki beban.

"Zila," panggil seseorang.

Zila pun menoleh dan menemukan Nava yang ada di belakangnya seorang diri.

"Iya, Nav, kenapa?" tanya Zila. Tatapan Nava melembut, tidak sesinis waktu kemarin.

"Gue mau ngomong sama lo, tapi nggak sekarang. Istirahat nanti gue tunggu di belakang ruang olahraga. Cuma kita berdua."

Setelah itu Nava pergi. Zila sempat heran ada apa Nava memanggilnya dan bahkan mengajaknya mengobrol. Apa Nava akan membullynya?

Lamunan Zila terganggu saat pasukan lelaki berjalan dari arah koridor lain. Siapa lagi kalau bukan Morgan. Dengan senyuman yang manis dan wajah penuh keceriaan, Zila melangkah percaya diri menghampiri targetnya.

Bahkan dari radar sepuluh langkah, jantung Zila sudah berdetak kencang seakan mau melompat keluar.

"Good morning, calon pacar," sapa Zila manis.

Seketika langkah Morgan terhenti begitupun pasukannya. Manik coklatnya menatap tajam Zila.

"Kamu udah makan belum? Kalo belum, kita kantin yuk. Sarapan bareng, biar kamu nggak sakit lagi," ucap Zila.

"Minggir!" ketus Morgan.

Bukannya minggir Zila malah berdiri di samping Morgan dan menggandeng lengan yang terhias jam putih di pergelangan tangan kirinya. Derik itu juga Morgan menepis dan mendorong tubuh Zila yang hampir terjatuh jika Sakti tidak menahan tubuhnya.

MOZILA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang