Kalau nggak cinta jangan kasih harapan.
OoO
Pagi ini meja makan rumah Zila terlihat ramai. Keluarganya tengah berkumpul bersama untuk makan pagi.
Zila yang baru saja sampai di lantai dasar tersenyum. Semalam, dirinya tidur awal jadi tidak ikut gabung bersama keluarganya. Terakhir, Ali keluar kamar saat waktu ashar, mereka juga sempat solat berjamaah. Setelah itu, Zila memutuskan diam di kamar, mengerjakan tugas dan menunggu pesan balasan dari Morgan yang tidak juga kunjung dibalas.
"Selamat pagi, Zila," sapa Ayah, Bunda, Kak Shaima dan Kak Ali bersamaan.
Zila tersenyum bingung. Tumben sekali mereka kompak.
"Pagi," balas Zila. Dirinya mencium pipi semua orang dan duduk bergabung bersama yang lainnya.
"Bunda udah masakin udang balado, dimakan, ya." Salamah menyendokkan udang balado ke dalam piring Zila.
"Makasih, Bun."
Salamah mengelus rambut hitam Zila dan menciumnya.
Zila yang merasakan kehangatan bundanya tersenyum bahagia.
"Kamu nanti berangkat bareng Kak Ali ya, soalnya Kak Shaima mau ada meeting jam delapan," ujar Shaima sambil tersenyum pada Zila.
Zila mengangguk. Biasanya dia naik angkot, jadi jika tidak diantar, tidak masalah.
"Bi Ratih, Zila mau dibuatin bekal ya, lauknya ayam kecap sama kasih selada dan tomat," ucap Zila lada Bi Ratih yang baru datang mengantarkan susu.
"Baik, Neng."
Salman mengerutkan dahinya, apalagi Shaima. Tumben sekali seorang Zila membawa bekal ke sekolah. Sedangkan Ali hanya tersenyum tipis, seperti Zila sedang mencoba mendekati lawan jenisnya. Karena bukan kebiasaan Zila yang tiba-tiba minta dibuatkan bekal.
Dulu saja saat bundanya memaksa Zila bawa bekal, adiknya berkata kalau dia seperti anak kecil. Jadi, Zila tidak mau dibuatkan bekal.
Salamah mengelus rambut Zila dan menambahkan udang balado ke piring anak bungsunya itu.
"Uang jajan kamu habis, Zil?" tanya Salman.
Zila mendongak. Mulutnya yang mengunyah terhenti.
"Nggak kok, bahkan masih ada buat dua Minggu lagi, Yah. Lagi pengen aja Zila bawa bekel ke sekolah."
"Tumben ya," ledek Shaima.
"Ekhem, ada apa nih bawa bekal ke sekolah?" timpal Ali menaik-turunkan alisnya.
Zila berdeham gugup. Bagaimana jika mereka tahu apa yang Zila alami sekarang? Pasti akan melarang untuk tidak berdekatan dengan Morgan.
"Buat dimakan waktu istirahat kok. Kadang kantin ramai pas istirahat, karena aku malas ngantri, makanya bawa bekal aja. Lumayan ngirit uang jajan," jawab Zila.
"Siapa yang pernah bilang nggak mau dibilang anak kecil," sindir Ali.
"Itu kan dulu, waktu aku nggak tahu manfaat bawa bekal."
"Masa sih?"
"Bunda," rengek Zila. Ia kehabisan kata-kata untuk menimpali ucapan Ali.
"Udah dong, adiknya jangan diledekin, kasihan tuh pipinya merah, udah lanjut aja makannya."
"Bunda ih."
Mereka tersenyum jahil padanya. Namun, setidaknya Zila bisa menghela napas tenang. Untung saja bundanya bisa menyelamatkan dirinya dari pertanyaan Ali.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOZILA [TERBIT]
Teen Fiction𝐃𝐨𝐧'𝐭 𝐜𝐨𝐩𝐲 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐞⚠️ "Saya, Shehrnaz Fazila Putri. Saya mencintai leader pasukan Erudite. Maka dari itu, saya akan menerima tantangannya untuk membuat dirinya jatuh cinta pada saya dalam 15 hari. Jika saya gagal, maka saya akan mengaku ka...