Namanya Aerys V Enggara.
Teman-temannya memanggil Enggar, tapi aku memanggilnya Pi. Harusnya V, tapi Pi lebih keren, lebih estetik, lebih membumi, dan lebih menjiwai.
Pi adalah satu-satunya sahabat yang kumiliki. Aku punya sahabat perempuan sih. Namanya, Mauverine Valera. Aku memanggilnya Mou. Sayangnya, Mou terlalu sibuk memenangkan hati si dingin dan ketus Nohan. Iya. Abrisam Nohan Dwiangga, satu-satunya pewaris keluarga Abrisam yang terkenal itu. Nohan juga berteman dengan Pi. Tapi Kepribadian mereka berbeda.
Jika Nohan dingin, maka Pi hangat. Pi juga merupakan siswa berprestasi di sekolah. Berbeda denganku yang masuk sepuluh besar saja tidak.
"Selamat pagi, Kak."
Beberapa siswi kelas sepuluh menyapa begitu aku dan Pi turun dari mobil. Namun aku tahu persis sapaan itu sama sekali tidak tertuju padaku. Binar-binar memuja mereka telah menunjukkan untuk siapa sapaan itu dimaksudkan.
"Ke kelas duluan gih!" Pi menepuk puncak kepalaku. "Gue mau ke ruang osis sebentar."
Aku mengangguk selintas lalu. Di koridor dekat pintu masuk, kami mengambil jalan berbeda. Masih bisa kudengar sapaan demi sapaan menghampiri Pi. Dan Pi? Jelas menanggapi sapaan itu dengan ramah. Sementara aku? Oh! jelas tidak.
Sebisa mungkin aku menjadi manusia transparan. Tidak dikerubungi banyak teman, tidak punya geng, tidak dikenal guru, dan tidak didekati laki-laki. Kenapa? Karena dengan menjadi yang tidak terlihat, hidupku lebih nyaman, ruang gerakku lebih bebas dan lepas. Tidak akan ada mata yang selalu mengawasi, tidak akan ada yang peduli sekalipun aku menggila, dan tidak akan ada yang sadar meskipun aku menitikkan airmata.
Kecuali Pi, mungkin.
"Kak Thana!"
Nah ini dia. Perlu diketahui, menjadi teman baik seorang V Enggara juga memiliki resiko. Pi disukai para siswi di setiap angkatan. Adaaa saja tingkah mereka yang kadang membuatku geleng kepala. Katanya, Pi itu boyfriend material banget. Sudah tampan, ramah, pintar, keren, tajir pula. Pi adalah sosok yang lekat dengan imej good boy. Meskipun begitu, banyak yang bilang kalau Pi itu sulit dijangkau. Aku tidak mengerti bagian mananya yang sulit dijangkau, sebab Pi selalu terbuka padaku. Namun label 'sulit dijangkau' itu berdampak pada ketenanganku. Entah resiko ini harus kusebut keuntungan atau justru kesialan.
Seorang siswi mengejarku dari belakang. Aku berbalik tanpa minat.
"Aku boleh titip ini?" Dia Cani, siswi manis kelas sepuluh - cukup agresif, salah satu penggila seorang Enggara.
Sebuah kotak makan berwarna biru tersodor di hadapanku, ada telinganya, lucu. "Kasih aja sendiri," tolakku.
"Maunya gitu Kak, tapi Kak Enggarnya lagi di ruang osis, aku gak berani, terus kalau nunggu, kelasku keburu masuk. Aku udah bangun pagi banget buat masak ini ..."
Napasku terhela. Kuambil kotak makan itu dengan malas. "Hanya kali ini. Besok-besok gak saya terima."
Cani mengangguk senang. Berikutnya, gadis itu putar balik menuju kelas sepuluh yang terletak lumayan jauh - terhalang jejeran ruang guru dan lapangan olahraga, sedangkan aku masuk ke kelas dengan menenteng satu kotak makan.
Kelas dimulai lima belas menit kemudian. Pi masuk enam menit sebelum bel berbunyi, duduk di sampingku, tersenyum. Kudorong kotak makan itu. Mengerti, Pi hanya terkekeh pelan, mengacak kepalaku, lalu membukanya.
"Ini kotak ke sebelas," ujarnya, menyendok potongan omlet, lalu mendekatkannya ke mulutku. "Dan lo gadis pertama yang gue suapin." Pi membuka mulutnya, berkata Aaa tanpa suara, lalu memintaku membuka mulut.
Awalnya aku enggan, tapi saat sadar belum sarapan, akhirnya kuterima juga. "Sepuluh yang lain ke mana?" Kutanyakan nasib sepuluh kotak makan yang lain.
"Aman ..." Yang artinya, ada Ved, Rauf, Jon, dan teman-temannya yang lain yang siap menampung agar makanan itu tidak mubazir.
"Lo udah sarapan?"
"Udah." Pi menyuapkan sesendok lagi. "Ruby nganterin pagi-pagi, sarapan bareng di rumah."
Oh.
Aku hampir lupa.
Pi memiliki gadis itu, Ruby.
Pacarnya.🍂🍂🍂🍂
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] IF (Friendshit, Broken Home, Love triangle)
Teen FictionThana hanya ingin dianggap ada. Thana hanya ingin kelahirannya diinginkan. Namun agaknya itu berlebihan ya? Pengandaian hanya milik manusia tanpa harapan. Manusia tanpa harapan itu menyedihkan. Dan Thana tidak mau jadi menyedihkan. Karena itu ... Th...