Empat part untuk malam ini :)
Selamat sabtu malam.
Selamat membaca.🍂🍂🍂
Aku masih berjalan di selasar saat bel masuk berbunyi. Istirahat pertama kuhabiskan dengan membaca novel di perpus. Istirahat kedua aku tidur, tapi kali ini ditemani Pi yang asik membaca buku di sebelahku. Hanya ada kami berdua di dalam kelas. Kepalaku menelungkup dalam lipatan tangan. Mencoba terpejam-
"Kak, Enggar!"
Sial sekali suara menyebalkan itu membuyarkan konsentrasiku yang nyaris berhasil mencapai alam mimpi.
"Kamu ngapain ke sini? Sama siapa?" Pi bertanya cemas, menutup bukunya.
"Berdua sama Anggun, kakaknya kan di kelas sebelah," jawab Ruby sambil tersenyum.
Aku batal tidur. Menegapkan punggung, kulipat dua tanganku di dada. Menyadari aku terganggu, Ruby menyapa, "Hai, Kak." Ramah.
Aku mendelik pada Pi. "Kalau mau pacaran di luar aja sih. Tidur gue keganggu nih."
Pi mengusap kepalaku selintas. "Sori. Yaudah tidur aja." Lalu menoleh pada Ruby yang menatap datar interaksi kami. "Ngobrol di luar aja ya?"
Pi mengajak Ruby yang seketika tidak banyak bicara dan hanya mengikuti pacar tersayangnya itu keluar kelas. Sebelum benar-benar berlalu, netra kami yang sempat bertemu kugunakan untuk menampakkan senyum puas padanya. Ruby tidak bereaksi, tapi aku tahu betul, gadis itu sedang dibakar cemburu.
🍂🍂🍂
"Pacar kakak itu aku atau dia sih?!"
"Bi ... tenang dulu-"
"Gimana bisa tenang! Apa-apa demi Thana! Aku harus selalu ngalah! Bahkan untuk urusan duduk di mobil aja aku harus tetap ngalah!" Ruby terdengar kesal sekali. "Yang pacar kak Enggar itu aku! Aku yang lebih berhak dapetin perhatian kakak! Perasaan aku yang harusnya kakak jaga, bukan dia!"
Tubuhku sepenuhnya bersandar pada dinding. Tepat di balik dinding ini, dua sejoli itu bertengkar. Ck. Gak elit banget! Masa ribut di parkiran.
Selanjutnya, dialog ala-ala drama tipi pun mulai mengudara.
"Aku gak peduli. Kak Enggar pilih. Aku atau dia."
Hhh ...
Inilah salah satu sebab aku tidak mau pacaran. Kebanyakan drama. Yah, meski drama kali ini aku turut campur sih.
Aku memang pulang belakangan karena jadwal piket. Pi kumpulan Osis. Fyi, dia adalah ketua Osis yang sebentar lagi lengser. Intinya kami pulang terlambat karena memang ada kegiatan. Tapi Ruby tidak. Dia bisa pulang sejak bel pulang berbunyi, tapi jiwa bucin menuntunnya dengan sukarela menunggu kak Enggarnya pulang. Pacar yang baik.
Kuhela napas. Menatap pot-pot berisi lidah buaya yang berjejer rapi di pinggiran koridor - hasil tanam siswa untuk praktek biologi.
Inginnya mengganggu Ruby, tapi aku tidak tega pada Pi. Walau bagaimana pun, Pi itu mencintai Ruby. Kenapa aku terkesan yakin dan sok tahu? Karena aku memang tahu. Aku yang menyaksikan persis bagaimana bahagianya Pi ketika bercerita Ruby menerima cintanya. Aku juga tidak pernah lupa gurat senyum yang merekah sempurna di bibir Pi tiap kali membaca pesan-pesan dari Ruby. Yah, intinya aku tahu dan bisa merasakan.
Dibanding hubungan kami yang sangat absurd dan tidak bernama, bahkan mungkin tidak berasa, perasaan Pi pada Ruby adalah kepastian. Karena itu, agaknya terlalu jahat jika aku tetap meneruskan niatku untuk pura-pura tidak tahu, melenggang menghampiri mereka, lalu menyingkirkan Ruby hanya untuk duduk di samping Pi dan membuat suasana makin suram.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] IF (Friendshit, Broken Home, Love triangle)
Teen FictionThana hanya ingin dianggap ada. Thana hanya ingin kelahirannya diinginkan. Namun agaknya itu berlebihan ya? Pengandaian hanya milik manusia tanpa harapan. Manusia tanpa harapan itu menyedihkan. Dan Thana tidak mau jadi menyedihkan. Karena itu ... Th...