Part ini kupersembahkan khusus untuk kalian yang setia nunggu dan baca IF tiap kali update. Selamat membaca.
✧❁❁❁✧Beberapa jam sebelum postingan Thana trending.
Jam menunjuk ke angka setengah satu malam ketika sebuah truk nyaris menabrak Thana yang menyebrang tanpa tengok kanan-kiri. Beruntungnya, sebuah tangan menarik gadis dengan pandangan kosong itu ke pinggir. Tidak ada suara yang dijeritkan si penolong, kecuali terkesiapnya Thana yang seolah baru berpijak lagi di bumi.
Thana menoleh kaget pada wanita yang menolongnya tersebut. Tatap penuh pengamatan si penolong tertuju padanya. "Sepertinya kamu sedang bermasalah." Alih-alih bertanya, si penolong itu menyimpulkan sendiri.
Thana mengerjap, kemudian tersenyum kikuk. "Saya melamun."
Helaan napas si penolong terdengar. Thana peluk dirinya sendiri. Dingin malam menyergap tubuhnya yang hanya terbungkus dress selutut dan kardigan tipis.
"Di sana ada kafe 24 jam." Tunjuk si penolong pada sebrang jalan yang lumayan sepi, letaknya agak menjorok ke persimpangan jalan. "Barangkali kamu butuh teh hangat?"
Thana mendapati beberapa kedai makan dan kafe yang masih menyala di sana. Yeah, ini Ibukota, mustahil sepi sepenuhnya. Digigitnya bibir seraya berpikir. Namun itu tidak lama. Thana mengangguk saat mendapati sorot datar yang menunggu jawabannya tersebut.
......
"Jadi, apa yang ingin dilakukan remaja tahun terakhir SMA di tepian jalan pada tengah malam begini?"
Thana dan si penolongnya itu duduk berhadapan di salah satu pojok kafe. Tempat nongkrong itu tidak terlalu ramai dan kebanyakan berisi laki-laki, ada pemuda, ada juga orang tua. Mungkin karena sudah malam, pikir Thana.
"Tadi baru pulang jengukin-" Thana terdiam sejenak. Bagaimana dia harus menjuluki Ruby? Adik? Teman? Kok rasanya gak ada yang cocok? Thana segera menggeleng, mencipta kerutan di dahi wanita yang menolongnya tersebut. Senyum kikuknya muncul lagi. "Abis dari rumah sakit. Tan-" Thana diam lagi. Bingung lagi, bagaimana dia harus memanggil wanita yang menolongnya tersebut? Kalau dilihat-lihat, wanita dengan jaket hitam kebesaran itu tidak lagi muda, tapi juga tidak tua. Bagaimana Thana harus memanggilnya? Tante? Kakak?
"Ah ... kita belum berkenalan ya?" Tutur si wanita seolah paham. Dia ulurkan tangannya ke hadapan Thana. "Ana," tukasnya. "Panggil tante boleh, panggil kakak juga boleh. Tapi berhubung saya sudah gak muda lagi, akan lebih baik kamu panggil saya tante aja."
Thana terpaku beberapa saat. Nama mereka mirip. Sebuah senyum tipis menjadi penutup dari perkenalan singkat wanita bernama Ana itu. Entah mengapa, meskipun wanita itu - sepertinya - minim ekspresi, Thana merasa penolongnya tersebut bukanlah orang jahat, malah membuat Thana nyaman walau tanpa banyak bicara.
Thana turut tersenyum dan mengulurkan tangan. "Thana."
Dahi wanita itu berkerut. Bahkan ketika jabat tangan mereka terlepas, Thana seperti sedang diamati. Apa ada yang salah dengan nama gue? batinnya, seraya menyeruput secangkir teh hangat miliknya.
"Kamu sekolah di mana?" tanya Ana.
"Di SMA Cendrawana II, Tante."
Ana bersedekap, menyandarkan punggung ke sofa seraya diam mengamati. "Kelas?"
"Kelas dua belas, Tan. Kemarin baru selesai ujian."
Ana menganggukkan kepalanya beberapa kali.
"Makasih udah nolong saya tadi," sambung Thana. "Saya emang lagi gak fokus. Bodoh banget." Bisa Thana rasakan wanita yang dia panggil tante itu kembali fokus menatapnya. Hingga kemudian senyum wanita itu terbit, disusul kekehan pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] IF (Friendshit, Broken Home, Love triangle)
Teen FictionThana hanya ingin dianggap ada. Thana hanya ingin kelahirannya diinginkan. Namun agaknya itu berlebihan ya? Pengandaian hanya milik manusia tanpa harapan. Manusia tanpa harapan itu menyedihkan. Dan Thana tidak mau jadi menyedihkan. Karena itu ... Th...