Pi : Na, gue berangkat duluan ya. Ruby harus tiba di sekolah pagi-pagi. Kena hukum satu kelas katanya. Lo berangkat sendiri gak papa kan?
Kupandangi layar ponsel lurus-lurus. Ini kali pertama, Pi meninggalkanku. Wah! Hebat juga si Rubah. Setelah berminggu-minggu menahan diri dan mengalah, dia berhasil membujuk Pi untuk meninggalkanku. Bakat turunan dari mamanya mulai menunjukkan diri.
Kusandarkan punggung pada sofa. Tetiba malas. Bolos aja apa ya?
"Iya! Gak akan bolos lagi."
"Lo udah janji. Gue pegang ucapan lo."
Hhh ... kenapa juga saat itu aku mau-mau saja janji pada Pi? Jadi susah sendiri kan?! Ck. Bisa saja sih aku mengabaikan janji itu, tapi itu artinya aku melanggar prinsipku sendiri. Biar begini-begini, aku sangat memegang ucapan.
Usai mandi dan rapi, aku bergegas menggamit sling bag di hanger, mengenakan sepatu, lantas berangkat dengan skuter kesayanganku.
🍂🍂🍂
"Pi, siang ini makan di foodcourt depan yuk?"
"Kayaknya gak bisa deh, Na." Pi meletakkan bukunya di laci meja. "Ruby bawain makan siang."
Rapat mulutku tertutup. Pi agak berbeda hari ini. Dia bahkan tidak menatapku saat bicara. "Ke kantin duluan ya?" Rambutku diacak singkat, lalu tanpa menunggu responku, Pi keluar meninggalkan kelas.
Apa gue udah bikin salah?
....
Aku tidak jadi ke foodcourt. Mou tidak bisa menemani karena sedang ngebucin pada Nohan. Ujungnya aku ke kantin sendiri lantaran perutku mulai perih. Ini gara-gara kacaunya pola makanku seminggu terakhir. Kantin selalu penuh di jam istirahat pertama. Kuedarkan pandangan ke seluruh penjuru, berharap ada meja kosong. Namun zonk. Sialnya, interaksi sepasang kekasih yang sedang makan berhadapan sambil bercengkrama mengganggu penglihatanku. Cih!
Agaknya aku mulai paham apa yang membuat Pi berbeda. Pacar kesayangannya itu pasti marah besar dan mengancam putus.
Sejenak aku mual. Mual sungguhan. Bukan karena maag-ku kambuh, melainkan melihat bagaimana lihainya rubah itu berakting bak gadis polos suci tapi diam-diam bajing.
Kok bisa sih Pi terperdaya?!
"Gak sukanya kenapa? Kalian pernah ada masalah sebelumnya?"
Pi bertanya saat itu.
"Setau gue kalian baru pertama bertemu melalui gue. Apa ada yang gue lewatkan?"
Kenapa aku tidak memberitahu Pi perihal hubunganku dengan Ruby? Karena aku tidak sudi disangkutpautkan lagi dengan mereka. Toh sepertinya wanita itu juga enggan mengakuiku. Jadi sudah hal benar dengan berperan sebagai orang asing. Dan lagi, aku tidak mau menyulitkan Pi dengan fakta itu. Pi itu tipe yang bertanggung jawab dan berempati tinggi. Bisa-bisa dia kebingungan setiap hari lantaran memikirkan perasaanku tiap kali bersama Ruby.
Dan aku tidak mau dikasihani seperti itu.
Itu alasanku. Tidak tahu kalau Ruby.
Akhirnya aku batal makan di kantin. Sebungkus roti isi keju dan sebotol air mineral sudah cukup untuk ganjel perut.
🍂🍂🍂
Bel pulang berdentang. Kuputar-putar kunci motor yang melingkari jari telunjukku sambil berjalan santai menuju parkiran. Pi dan Ruby ada di sana. Keduanya menoleh begitu melihat aku melangkah menuju skuterku yang terparkir tak jauh dari mobil Pi berada. Netra mereka bergulir mengikuti langkahku yang berlalu begitu saja melewati keduanya.
"Lo bawa skuter, Na?" tanya Pi saat sadar aku tidak akan menyapa.
"Yoi." Kujawab pertanyaan itu tanpa repot-repot menoleh, mengayunkan langkah santai hingga tiba di dekat skuter dan mengenakan helm.
Aku tahu netra Pi tak putus memperhatikanku. Namun keacuhannya hari ini membuatku malas untuk sekadar bertegur sapa apalagi berceloteh panjang lebar.
Kulajukan skuter melewati jejeran motor dan mobil yang masih terparkir. Melewati mereka berdua, aku membunyikan klakson. "Duluan," pamitku.
Pi masih bergeming di tempat. Ruby tidak bersuara. Namun aku tahu sepasang netra bulatnya tak lepas memperhatikan sang pacar yang justru memperhatikanku hingga hilang dari pandangan.
Haha. Rasakan.
🍂🍂🍂
Aku sedang menghabiskan sore dengan menonton televisi ditemani sebungkus kuaci ketika pintu terbuka dan memunculkan sosok Pi. Cowok yang telah berganti dari seragam ke kemeja flanel itu menjatuhkan diri di sampingku yang sedang duduk bersila di atas karpet. Kupikir dia akan menghabiskan hari dengan pacarnya, tak sangka dia akan ke mari.
"Udah makan?" tanyanya.
Kumasukkan kuaci ke mulut satu persatu. Hanya satu biji tidak berasa. "Udah."
"Makan apa?"
"Baso. Pake nasi."
Napas Pi terhela. Dia fokuskan pandangannya padaku sementara aku tetap pada televisi. Dua bocil botak yang sedang menangkap katak di layar jauh lebih menarik.
Kepalaku diusap. "Mau cari makan yang lain gak?" Pi kelihatan seperti sedang merasa bersalah.
Kualihkan sejenak pandangan padanya, dan netra teduh itu menyambutku. "Mau menebus dosa ya?"
Kontan kepala belakangnya digaruk, yang kuyakini tidak gatal sama sekali. Aku mendecih gemas. Mengalihkan lagi fokus pada layar datar di depan. "Eskrim."
Pi yang sedang menunjukkan raut tak enak hatinya seperti mendapat angin segar. Senyum lebarnya mengembang. "Ok."
Kurang dari setengah jam, Pi kembali dengan plastik berisi eskrim berbagai rasa dan bentuk. Kumakan rasa stroberi lebih dulu.
"Mau jalan gak?" tanyanya, menggantikanku makan kuaci sementara aku beralih pada eskrim.
"Pacar lo tahu lo di sini?"
"Enggak."
"Kasih taulah. Siapa tau mau gabung. Stok kuaci gue banyak."
Tidak digubris. Baiklah. Aku tidak akan memperpanjang tanya. Tidak penting juga.
Pi tertawa kecil melihat tingkah dua bocil botak di televisi. Satu tangannya terjulur melewati belakang bahuku. Satu tangan yang lain asik mencomot satu persatu kuaci, menghabiskannya tanpa sadar. Eskrimku juga habis. Tepatnya, sudah habis tiga. Hehe.
Kekenyangan - efek nasi yang ditimpa eskrim, kusandarkan tubuhku di sisi tubuh Pi. Tangan terjulur itu refleks melingkupi bahuku. Sore berlalu diisi canda tawa kami yang terlarut dalam tontonan. Aku tidak tahu kapan tepatnya mata ini terlelap. Aku hanya samar merasakan kecupan lembut di keningku sebelum gelap menguasaiku penuh.
🍂🍂🍂
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] IF (Friendshit, Broken Home, Love triangle)
Genç KurguThana hanya ingin dianggap ada. Thana hanya ingin kelahirannya diinginkan. Namun agaknya itu berlebihan ya? Pengandaian hanya milik manusia tanpa harapan. Manusia tanpa harapan itu menyedihkan. Dan Thana tidak mau jadi menyedihkan. Karena itu ... Th...