"Aku sudah mengurus dia selama tujuh tahun. Sesuai perjanjian, sekarang giliranmu untuk mengambil hak asuh, Mas."
"Apa sebegitu tidak inginnya kamu mengurus Thana?"
Yumna mendengus jengah. "Aku sudah mengorbankan enam tahun tumbuh kembang Ruby demi mengurus Thana yang tidak mau jauh dariku. Di bagian mananya aku tidak ingin mengurus anak itu?" Suara Yumna meninggi di akhir kalimat.
Adhi memandang tak percaya. "Demi Tuhan, Yumna. Siapapun yang mendengar ucapanmu pasti tahu betapa tidak relanya dirimu mengurus putrimu sendiri."
"Dia juga putrimu." Yumna menyahut sinis. "Kamu bicara seolah aku yang jahat di sini, padahal kamu sendiri sibuk dengan putra dan istri barumu."
"Oh! Jadi kamu mau membandingkan? Harusnya kamu sedikit pakai nurani dan otak pandai yang selalu kamu elu-elukan itu! Wanita mana yang mengandung benih dari lelaki lain setelah melahirkan anakku setahun sebelumnya? Hah?"
"Memangnya kamu suci?! Kamu juga menghamili wanita itu saat masih berstatus sebagai suamiku!"
"Itu karena kamu mengkhianatiku lebih dulu!"
Kuteguk cola seraya menyaksikan ajang balap yang tayang di televisi. Racer mana yang memimpin aku tidak tahu. Fokusku tidak di sana.
Adhi Kurniawan. Yumna Ajeng Wiratih.
Dua sosok itu harusnya tertulis dalam kartu keluarga sebagai papa dan mamaku. Namun mereka sepertinya tidak sudi. Tiga nama yang kuharapkan ada dalam lembaran sebagai satu keluarga utuh hanya tinggal angan. Papa punya kartu keluarganya sendiri. Mama pun demikian. Dengan pasangan dan anak mereka masing-masing tentunya.Aku? Aku hanya anak buangan. Anak yang lahir dari ketidaksengajaan. Anak yang tidak inginkan. Kalau sampah mungkin akan langsung dibuang. Sayang sekali aku masih berbentuk manusia. Punya jiwa dan rasa. Kendati dua sosok itu tidak peduli apa yang kurasa, mereka masih punya gengsi dan kekhawatiran.
Bagaimana jika keberadaan Thana diketahui publik? Bagaimana jika Thana berkoar pada media dan menjatuhkan namaku? Bagaimana jika keluargaku hancur? Bagaimana jika dia berulah?
Begitulah kira-kira rentetan kekhawatiran mereka. Harusnya, ketika mereka memutuskan berpisah, aku dilenyapkan dulu, bukan dibiarkan menyaksikan drama setiap hari. Kalau aku terluka dan trauma, bagaimana? Tapi yah, aku yakin mereka juga tidak peduli sih.
Tujuh tahun, aku harus berbagi kasih sayang Mama dengan Ruby. Lengkapnya, Ruby Jasmine Auriga. Putri kandung Mama dengan selingkuhan yang telah bertransformasi menjadi suami barunya, John Auriga.
Tunggu dulu! Berbagi? Haha. Lucu. Bagaimana bisa aku berbagi kalau yang dibaginya saja tidak ada. Kasih sayang Mama tidak pernah benar-benar untukku.
Usia Ruby setahun di bawahku. Dan selama aku 'menumpang' dengan keluarga mereka, aku hanya mendapat sisa. Sisa hadiah, sisa perhatian, sisa kasih sayang. Ruby bagai tuan putri dan aku bagai benalu.
Usia delapan tahun, aku pindah ikut papa dan keluarga barunya. Papa memiliki seorang putra dengan Merlin Andita - istri barunya. Usia anak itu dua tahun di bawahku. Namanya Keas D Kurniawan. Dia adik kecil yang menggemaskan saat itu. Berbeda dengan Ruby yang sangat aku benci, aku sesekali bermain dengan Keas. Namun hanya bertahan sampai aku lulus SMP. Sebab memasuki SMA, aku memutuskan hidup sendiri, di apartemen studio ini.
Papa menahanku, tapi aku bersikeras. Kenapa? Karena aku bukan manusia bodoh yang tidak paham bahwa tante Merlin tidak menyukaiku. Awalnya, aku senang saat tahu papa selalu membelaku setiap kali berdebat dengan wanita menyebalkan itu, tetapi kesenangan itu kabur saat aku menyaksikan mereka : Papa, tante Merlin, dan Keas, makan malam bersama di sebuah resto tanpa mengajakku.
Mereka sangat bahagia. Tertawa lepas. Menjadi keluarga utuh yang saling memiliki. Persis seperti yang Mama lakukan ketika aku hidup bersamanya.
Embusan napasku terhela panjang. Ternyata ingatan itu masih saja menyakitiku. Padahal telah lama berlalu. Tawa sumbangku pun mengisi heningnya ruangan. Papa dan Mama. Bahkan mengingat ada bagian nama mereka yang terukir dalam namaku membuatku muak. Boleh tidak sih, ganti nama?
Thana Ajeng Kurniawan.
Adalah nama yang mereka pilihkan kala menyambut kelahiranku, sekaligus nama yang kubenci. Lebih benci ketika dua sosok itu merupakan sosok populer di negeri ini. Adhi Kurniawan baru saja dilantik menjadi kemendikbud, dan Yumna Ajeng merupakan Aktris senior papan atas. Jelas keduanya menyembunyikan mati-matian kehadiranku yang hanya akan menggores cacat dalam citra suci mereka.Kuteguk lagi cola yang dinginnya sudah berkurang. Tayangan race di sirkuit katalunya telah berakhir. Juaranya masih orang yang sama seperti musim lalu. Lampu notifikasi di ponselku berkedip tak lama kemudian. Kuambil benda yang tergeletak menyedihkan di atas meja itu. Kenapa kubilang menyedihkan? Karena seharian libur sekolah, tidak ada satu pesan pun yang masuk. Bahkan posisiku yang terduduk pasrah dilantai dan bersandarkan kaki sofa menambah kesan menyedihkan ini.
Pi : Tidur?
Satu sudut bibirku tersungging. Dia masih mengingatku rupanya. Tapi kuputuskan untuk tidak membalas. Biar saja Pi menganggapku tidur. Aku tahu seharian ini dia menghabiskan waktu dengan Ruby.
Iya. Ruby yang sama dengan Ruby yang lahir dari rahim wanita yang tidak lagi kusebut Mama.
Kadang aku berpikir, apa yang akan Pi lakukan jika tahu hubunganku dengan Ruby? Pi begitu mencintai gadis itu. Mereka bertetangga setelah kepindahan keluarga Ruby tepat usai aku keluar dari rumah lama mereka. Andai saat itu kami masih tinggal bersama, mungkinkah aku, Pi, dan Ruby memiliki cerita berbeda?
🍂🍂🍂🍂
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] IF (Friendshit, Broken Home, Love triangle)
Teen FictionThana hanya ingin dianggap ada. Thana hanya ingin kelahirannya diinginkan. Namun agaknya itu berlebihan ya? Pengandaian hanya milik manusia tanpa harapan. Manusia tanpa harapan itu menyedihkan. Dan Thana tidak mau jadi menyedihkan. Karena itu ... Th...