Bab 3. Astaghfirullah Surgaaaaa!

43 20 56
                                    


Bahwasanya air mata tidak memilih tempat untuk jatuh dan tidak pula memilih waktu untuk turun.

(Buya Hamka)

......

Kehidupan jangan banyak menuntut lebih. Orang begini-begini silakan. Cukup syukur, santai dan perbanyak berteman dengan orang yang bersyukur.

(Naqal : Guru Rasyid Ridha)

Tiga orang berdempet pada satu motor saling melempar candaan ke depan dan kebelakang. Tak jarang apa yang mereka lihat dari suasana sekitar menjadi bahan omongan yang panjang di mulut mereka.

Ya, mereka cowok-cowok labil yang sering rusuh di sekolah, kantin dan ketika nongkrong bersama. Siapa lagi kalau bukan Syafiq, Ababil dan Firdaus.

Motor dengan merek Astrea berwarna putih hitam bergumul dengan motor-motor matic keluaran baru di jalan raya. Meski kecepatannya tidak secepat motor sekarang, Motor Astrea tetap kuat untuk membawa beban berat. Seperti sekarang. Sudah tua, membawa beban pula!

Motor antik keluaran 80an itu milik Ababil. Mereka berdempet bertiga dengan Firdaus berada di tengah. Tatapan geli atau bahkan jengkel diabaikan begitu saja oleh mereka bertiga. Yang namanya jalan raya, pasti banyak orang lalu-lalang menggunakan jasa transportasi darat.

"Mun ikam merasa kada bungas, tulak ke kebun binatang. Bungas to ikam." (Kalaunya kamu merasa tidak cantik atau ganteng, coba ke kebun binatang. Pasti kamu yang lebih ganteng di antara semua binatang itu)

"Sejelek-jeleknya kita, masih bungas lagi. Coba behigaan wan warik. Betaha bungas warik. Bekawan lawan nang randah kada papa ai, sakalinya ada aja yang kurang dari kita." (Sejelek-jeleknya kita, masih ganteng kok. Coba berdiri di samping monyet. Ada monyet ganteng? Nggak ada 'kan? Berteman dengan yang lebih rendah tidak apa-apa, dari sana kita tahu ada yang lebih kurang dari kita)

"Meepek undakah?" (Meledek saya?) tanya Ababil.

"Mun hidup masih diungkusi abah, diungkusi mama, jangan handak umpat gaya urang. Kita keteteran." (Kalau hidup masih beban orang tua, jangan mengikuti gaya hidup orang. Kita yang sakit nanti)

"Untung unda sugih." (Beruntungnya saya kaya)

"Asal teguh dalam kemiskinan. Cukup haja, Fiq." (Saja)

"Kawa tetawa masih cukup kehidupanku, Bil, ai." (Bila masih bisa tertawa, kehidupanku cukup, Bil)

Baskara kian merendah pada peraduan baratnya menandakan sebentar lagi malam tiba. Tapi 3 pemuda ini malah satu kali lagi memutari jalan pintas yang sama.

Dengan berdesakan dengan para pekerja yang ingin pulang ke rumah. Mereka bertiga masih bersenda gurau menghiraukan tatapan raja jalanan yang sudah mengelus dada ketika terjebak lampu merah bersama 3 orang absurd ini.

Mereka menunggu antrian menyeberangi jembatan Sungai Irigasi Sekumpul, dengan sengaja Firdaus menghentakkan tangan kanannya pada tangan kanan Ababil---orang yang mengendalikan setir motor mereka.

Cukup oleng untuk waspada pada jalanan yang diam tapi bisa membunuh. Namun tak membuat dua orang di belakang menghentikan percakapan mereka.

Sengaja atau tidak, Firdaus membelokkan sekali lagi tangan Ababil ke arah kiri. Hal itu menyebabkan Ababil oleng dan ...

Ngeng-ngennnng!

"SURGAAAAAA!"

"OOOOOWAAAAA!"

SyaVin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang