Bab 19

32 11 101
                                    

Pentas drama yang diselenggarakan di aula Bugenvil mulai terlaksana. Acara itu dibuka dengan pembacaan doa, kemudian penyampaian terima kasih Osis dan acara inti berupa pentas drama antarkelas. Pembacaan doa sudah kebiasaan bagi Adat Banjar sebelum memulai pekerjaan apapun, terlebih lagi ini acara besar. Agar semakin berkah dan menginginkan kelancaran acara tersebut.

Pentas dramanya pun beragam, ada yang bertema kerajaan, era belanda, era kemerdekaan, dan romansa ala orang Borneo seperti kisah cinta Adat Dayak dan Adat Banjar. Semua kelas dapat drama pilihan dari Osis dan harus melakukannya dengan maksimal di depan mereka semua untuk memperebutkan gelar kelas drama terbaik.

Ababil, Savina, Firdaus sudah duduk di kursi paling depan kelasnya. Meski tak nyaman karena menjadi bahan bisikan, Savina mengalihkan perhatiannya dengan membaca cerita di HP.

Ia mengacuhkan semuanya karena malu. Sudah dicap anak paling misterius, gara-gara Syafiq ia harus ikut menjadi peran utama. Apalagi posisi duduknya yang diapit Ababil dan Firdaus serta Syafiq di belakang, membuat Savina ingin lenyap saja dari sini.

"HP mulu lo dari tadi," tegur Firdaus sembari membenarkan topinya yang agak melorot.

Demi totalitas, semua orang menggunakan baju tradisional Banjar dalam drama kelas 12 Bahasa. Savina dengan sarung khusus untuk perempuan dipadukan dengan baju songket hijau lengan panjang. Firdaus memakai baju adat bak pangeran. Sedangkan Ababil hanya kena peran rakyat jelata yang menjalin kasih dengan Savina nantinya, ia dan peran pendukung memakai baju tradisional khas orang biasa.

Savina masih tidak terusik, ceritanya kali ini membahas tentang agen rahasia yang diutus menyelidiki persekongkolan kepala sekolah dengan penjahat luar negeri yang memperdagangkan anak sekolah. Cerita bergenre misteri itu membuat Savina semakin tenggelam penasaran ingin cepat-cepat menemukan akhir cerita.

"Lo baca di mana?" tanya Syafiq yang berada di belakang gadis itu.

"Sutradara diem deh, lo kebagian ngurusin belakang panggung," ujar Ababil lembut. Meski terkesan mengusir, ia tak berniat memarahi sahabatnya itu karena jika bersama mereka dunia akan beda.

"Posesif lo!" lontar Firdaus agak ngegas.

Savina menurunkan HPnya ke paha dan melihat ke atas panggung sebentar lalu beralih ke arah Firdaus, Syafiq dan paling lama pandangannya tersudut kepada Ababil, hanya Ababil yang bisa ia pandang secara lama 'kan? Sedangkan 2 orang itu bukan mahramnya.

"Wah, jangan-jangan bener nih, nggak boleh pacaran tahu. Ingat 17.32," ujar Syafiq pede.

"Gue nggak pacaran." Ababil mengangkat kakinya ke atas hingga posisi bersila ia dapatkan.

"Terus?"

"Nikah."

"Ih!" geram Savina langsung mencubit paha Ababil. Semua itu membuat Syafiq yang menyaksikan agak terkejut.

Pegang-pegang, jangan-jangan nikah beneran? batin Syafiq.

"Gaya lu nikah, sekolah ini anti pernikahan dini. Emang lo anak sekolah sebelah yang sambil sekolah bisa nikah? Kagak 'kan? Jangan-jangan lo udah lebih dari kita bayangin?" tuding Firdaus.

"Heh mulut!" tukas Ababil diiringi tawa.

"Huh untung lo becanda, Bil," lega Syafiq. Eh apa hubungannya?

"Aman boskuuuuh!" canda Firdaus yang tahu apa yang dikhawatirkan Syafiq.

......

Kini tiba giliran kelas 12 Bahasa, semua siap di tempatnya masing-masing. Ada tim belakang panggung berisi Daufa, Syafiq, Muslimah, Wafa dan lain-lainnya yang mengatur segala kepentingan panggung. Sedangkan tim lainnya mulai sibuk dengan naskah mereka.

SyaVin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang