Bab 26

21 9 12
                                    

Pertemuan yang sudah direncanakan dan beberapa kali diundur karena ada acara lain, kali ini pertemuan antara pesilat SMA Trisakti 1 dengan pesilat Bugenvil SMA Bakti Bangsa akhirnya terlaksana.

Pesilat SMA Trisakti 1, masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya, walaupun jabatan ketua saling oper-mengoper dengan yang lainnya karena kadang tidak sesuai dengan kehendak mereka.

Mereka semua ada di Danau Seran Banjarbaru, destinasi wisata yang populer beberapa tahun belakangan memang tempat yang enak untuk santai, liburan bersama keluarga, atau ada kegiatan bersatu dengan alam seperti silat dan lainnya. Apalagi mati, menyatu banget sama alam pasti, HEH-HEH THOOOR.

Seorang gadis menyendiri dari kelompok silat, mengambil duduk di ayunan lalu tangannya terulur menarik keluar kalung yang tergantung di lehernya. Ia menatap lama benda mati itu berharap sang empunya baik-baik saja di manapun dia berada. Meski bukan siapa-siapanya, tetap saja dia telah mewarnai sedikit kehidupan Shofia. Kadang baper juga dengan beberapa perhatian yang dilontarkan Syafi'i.

"Shof, dapat salam dari yang merantau di sana," ucap Syafiq, cowok itu berjalan ke arahnya. Shofia mengerutkan dahi bingung. Lalu setelahnya ia membuang muka, menahan senyum sangat malu diingatkan tentang Syafi'i. Ish! Padahal keduanya tidaklah menjalin hubungan apapun!

"Utututu ada yang merah pipinyaaaah." Syafiq duduk berseberangan dengan Shofia, si wakil ekstrakurikuler silat SMA tetangga.

"Apasi?" telak Shofia mati-matian untuk bersikap biasa saja.

"Sayang bilang sayang. Suka bilang suka."

"Belum datang ya?" tebak Shofia.

"Cie nyariin! Cieeeee," ledek Syafiq.

"Orang cuma nanya!" sergah Shofia cepat.

"Cie yang salting cieeee."

"Ahahahaha." Shofia menutup mulut menghalau tawa nyaring yang keluar.

"Tuhkan, tuhkan!" tuding Syafiq lagi membuat Shofia geli sendiri. Mereka berdua kompak melepas tawa.

"Cie-cie-cieeeee. Tahun besok-besok resmi nih, uwu-uwuuuu!" ledek Syafiq lagi.

"Apasi Fiq!" telak Shofia lagi. Syafiq menggemakan tawa lagi.

Walaupun miskin, anak beasiswa, tidak tergolong gadis cantik dari segi fisik, Shofia mempunyai segudang prestasi, bakat berorganisasi dan ramah pada sesama. Membuat siapa saja yang mengenal Shofia pasti merasa nyaman.

"Wah-wah-wah mojoknya sama tetangga dong!" kelakar Ababil. Cowok itu melonggarkan ikat pinggang lalu mengambil tempat duduk berdempet dengan Syafiq.

"Ditolak sama Savina, mainnya sama wakil, keren!" puji Firdaus ikut-ikutan. Ia juga berdempet kepada Ababil dan menatap Shofia dari bawah hingga ke atas.

"Aku ke sana dulu, ya?" izin Shofia langsung beranjak dari hadapan mereka bertiga.

"Gara-gara kalian. Kabur 'kan kaka ipar gue."

"Bahasa lu kaka ipar, emang lu punya abang?" tanya Firdaus.

"Lha, saudara gue yang itu."

"Katanya saudara kembar, ko kaka?" tanya Ababil ikut-ikutan.

"Iya saudara kembar, tapi 'kan dia lahir duluan," jawab Syafiq.

"Oo. Bil, kulkas aja punya calon jodoh, kita kapan ya?" tanya Firdaus.

"Syafiq suka Savina. Kita doang yang nggak ada." Ababil mengangkat kedua kakinya dan menundukkan kepala hingga dagunya mendarat sempurna di lututnya.

SyaVin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang