Bab 25

15 8 6
                                    


Komplek Citra Graha Banjarbaru.

Dengan tekad seadanya, pertolongan sebisanya. Kini Syafiq mengitari perkomplekan elit di Banjarbaru. Banyak rumah mewah bersusun-susun menghadap ke jalan utama, halamannya besar nan hijau, pepohonan, bunga, tiang lampu jalan ikut meramaikan sisi-sisi jalan beraspal. Suasananya aman, damai dan sangat bersih.

Syafiq mengeluarkan secarik kertas biodata yang hampir lengkap lalu menyeberang jalan menuju satu rumah besar, gagah, elit, lebih mencolok dari rumah-rumah lainnya. Ia dapat info, rumah ini didiami oleh jendral sekaligus pengusaha.

Sedikit demi sedikit, Syafiq mulai tahu kasta Savina itu seperti apa, kekayaan, pangkat, pandangan masyarakat pasti sangat berkesan pada keluarga ini. Pantas Savina tak banyak mempunyai teman, apalagi kesan dingin yang menjadi sifat Savina dari orok. Kebanyakan orang kaya pasti dingin tak tersentuh apalagi mengingat saingan bisnis.

"Assalamu'alaikum, misi?" Syafiq mengetuk-ngetuk pagar rumah Savina.

Satpam yang berjaga dari dalam rumah langsung menggeser pagar untuk menyambut siapa yang datang. Pagar itu terbuka sedikit lalu tampaklah seorang satpam dengan baju santai. "Wa'alaikumussalam. Cari tuan muda?"

Mimik wajah yang tadi bersemangat dapat hasil yang diinginkan langsung berkerut bingung. "Hah?"

"Ade cari tuan rumah ini, kan?" perjelas satpam itu.

Syafiq mengangguk. "Ada?"

"Tuan muda? Apa orang tua beliau?" perjelas satpam itu lagi.

"Bu-bukan. Saya mau cari Savina. Pemilik rumah ini, kan?" tanya Syafiq ragu  ragu. Barangkali Savina sudah pindah rumah?

"Savina? Apa benar cari Savina? Bukan tuan muda?" perjelas satpam itu lagi.

"Saya nyari cewek namanya Savina. Alamatnya di sini, Pa. Apa sudah pindah rumah?"

"Bukan nyari tuan muda? Biasanya banyak yang bertanya tuan muda lho. Kenapa Ade malah nanya gadis?" gurau satpam itu.

"Pa, Savinanya ada?"

"Savina?"

"Ini rumah Savina, kan?"

Syafiq yang merasa belum cukup dapat jawaban mengajak satpam itu bicara ke sana-kemari guna mengetahui pemilik rumah ini.

"Katanya ini rumah, rumah RT?"

"Oh bukan, De. Ini rumah, rumah biasa," jawab satpam itu.

"Udah lama kerja, Pa?" tanya Syafiq lagi.

"Udah lumayan juga. Ade lagi ada tugas ya?" Kini giliran satpam itu yang bertanya akan tujuan Syafiq mencari Savina, nona muda keluarga ini yang masih disembunyikan.

"Ah iya, gitu deh, Pa. Taunya saya diberi alamat palsu. Kasian, senasib sama Mbak Ayu Ting-Ting," sedih Syafiq dibuat-buat.

Satpam itu mengangguk, tak mengacuhkan pertanyaan-pertanyaan yang bersangkutan dengan nona muda mereka. Kalau yang lain sih, welcome banget beliau jawab.

Ababil dan Firdaus yang mengamati dari jauh kadang membina tawa melihat ekspresi tak menyerah Syafiq yang masih tak dapat mengorek informasi dari pembantu rumah itu. Seluas apapun pembicaraan mereka, Syafiq lebih sering menggaruk belakang kepala tanda tak mendapat jawaban.

"Ah ya sudahlah. Makasih Pa," lontar Syafiq lalu beranjak mundur. Ia berlari menyeberang jalan menuju motor Ababil.

Pagar rumah itu tertutup rapat kembali menyisakan keheningan seperti tidak ada kehidupan di dalam sana. Saat siang, rumah besar itu sangat sepi karena semua penghuninya sibuk dengan aktivitas masing-masing.

SyaVin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang