Bab 8. Hukuman

28 14 59
                                    

Siang ini kelas Syafiq sedang kedatangan materi bahasa tetangga. Bahasa yang diakui oleh seluruh negara di dunia akan keinternasionalnnya. Apalagi kalau bukan Britania Raya, atau Negara Inggris yang terletak di lepas pantai barat laut benua Eropa.

"Can u understand english?"

" I can't speak english, sir."

"Sir?" ulang Firdaus. Ia memutar tubuh ke samping mendapati Syafiq menoleh ke arahnya.

Yang namanya menteri dangdut. Otak jalan lurus milik Syafiq pun akhirnya berbelok mengikuti permainan yang diciptakan. "Sir? Ekhem-ekhem," dehem Syafiq sembari membenarkan letak jakunnya yang turun ke ginjal.

"Acekiwiw," sambung Firdaus sambil memposisikan buku tema Bahasa Inggris yang digulung ke mulut. "MUSIK!"

"Sir?" Syafiq melempar tatapan genit ke arah Firdaus yang memang satu meja dengannya di meja kedua dari pintu masuk. Adapun Ababil duduk anteng sendirian di depan mereka. Selain kaya, tampan, ketua kelas dan humble, ia juga paling berkuasa di kelas mereka. Intinya suka-suka Ababil!

"Sir gobang gosir, sir. Gula jawa-jawa, wa!" senandung Firdaus memulai konser dadakan mereka. Memang anak bobrok tak kenal tema yang penting bahagia.

"Sir, boleh naksir sir, kalau abang sukaaaaaahh!" sambung Syafiq.

"Namaku bunga melati yang terlahir dari pasangan dewa-dewih!" lanjut Firdaus yang terlanjur enak dengan lagu dangdut itu.

"Alamatku jalan---."

"HEH! HEH! HEH!" potong Ibu Diana cepat. Tak lupa penggaris sedang ikut bergema saat didaratkan pada meja Syafiq. Wanita janda yang satu ini sudah berkacak pinggang di hadapan mereka. Memang hari Kamis jadwalnya mengajar, tapi kalau seperti ini terus, bisa mati muda dirinya. Oh! Mana belum nikah sama duda lagi! Nasib Ibu Diana.

"KALIAN INI! MAU SAYA GANTUNG HIDUP-HIDUP?"

"Ya kalau mati mana Ibu berani gantung kita," jawab Firdaus.

"Yang ada, gentayangan," lanjut Syafiq.

"Hiyaaaaaaak!" papar Firdaus dan Syafiq bersamaan.

Savina dan seluruh teman sekelasnya hanya kebagian jadi penonton tak dibayar. Konsernya Syafiq dan 2 teman yang lainnya tak ubah dari kelas 1. Tapi Ababil masih waras untuk ikut campur karena tak ingin membuat masalah dengan guru terkiller.

"Ngejawab kerjaannya. Giliran disuruh Bahasa Inggris enggak bisa. Mau jadi apa kamu?!"

"Ibu nanya cita-cita saya?" tanya Syafiq.

"MANA ADA IBU NANYA?" Ibu Diana menggeplak meja dengan kekesalan menggebu-gebu. Langkah selanjutnya desisan panjang keluar menginterupsi mereka berdua untuk ditelannya hidup-hidup. Oh! Andai Ibu Diana manusia ular! Nanti pas ada bunyi seruling bakal goyang-goyang kayak Nagin (serial manusia ular India)

HEH-HEH-HEH, MALAH BAYANGIN YANG ENGGAK-ENGGAK LU THOR!

"Tadiiii," ulang Syafiq dengan wajah polos ala dirinya.

"AH! NGAJAR DI KELAS INI BERASA NGAJARIN ANAK HUTAN." Ibu Diana berbalik dengan tangan berada di dahinya, ia berjalan ke arah mejanya lalu duduk di kursi kayu khusus untuk para pengajar. Bahunya naik turun seirama dengan ambilan napas berat. Ia sudah diambang batas normal gemas!

"Kalimantan emang hutan, Bu. Liat aja di peta," jawab Firdaus.

"Kalian ngajarin saya?!" tuding Ibu Diana lebih lanjut. Matanya memerah dan melupakan sejenak etika seorang guru jika berhadapan dengan 2 makhluk yang tidak ada kapok-kapoknya dengan berbagai hukuman yang ia berikan.

SyaVin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang