Bab 30

44 11 13
                                    

Suara azan dari musala bergemuruh diiringi perkokok ayam, jangkrik, burung dan hewan lainnya ikut meramaikan waktu subuh di kediaman Syafiq. Hari masih gelap, namun sang empu sudah tidak berbaring lagi di peristirahatan terakhir, eh.

Syafiq mengemasi ayam-ayam ke dalam karung untuk bekal Saniyah berjualan pagi Jum'at ini. "Tumben sedikit, Bu?" ungkap Syafiq setelah membereskan semua ayam disimpan di sana.

"Syafi'i katanya mau ke rumah Shofia habis zuhur, kalau Ibu bawa 3 karung pasti habisnya sampe jam 11. Ibu juga perlu siap-siap," jawab Saniyah sambil mencuci alat-alat pemotong ayam.

"Ciiieee, ngapain Bu? Ngelamar? Bwhahaha." Syafiq menepuk-nepuk kencang karung yang ada di hadapannya, membuat ayam-ayam dengan leher terbuka meringis sakit. Eh. Ayam mati woy. Efek baru up nih.

"Silaturrahim aja dulu, ngelamar mana cukup duit Fi'i mah."

"Hm, padahal kalau nggak cukup, bisa lebih sederhana aja acaranya, nikah-selamatan-selesai," tutur Syafiq lagi memberikan argumennya ; pernikahan tidak harus ada pesta walimah, ya karena itu sunah saja.

"Mana bisa gitu Fiq, anak satu-satunya dia mah, kalau nikahin jangan tanggung-tanggung kata Fi'i mah," jawab Saniyah lagi.

Syafiq kembali terbahak. "Jadi bener ada niat serius? Wah-wah, lelaki sejati abang akuuuuu," seloroh Syafiq terpikal-pikal. Syafiq menoleh ke langit sebentar lalu menoleh ke pintu tempat Syafi'i membersihkan ayam pesanan Malik.

Dari telinga hingga belakang leher Syafi'i memerah menahan malu. Beruntung lampu penerangan tak banyak menyorot tubuhnya, jika tidak pasti Syafiq akan lebih kencang menertawakan. Ibunya ini tidak bisakah menyembunyikan keinginannya yang satu ini? Huh, ya sudahlah, Syafiq juga orang rumah bukan orang lain. Tapi masalahnya, suara Syafiq itu lengkingannya bisa sampai depan rumah mereka. Semoga tetangga tidak ada yang mendengar sihhh.

"Berapa Fi anggaran duit yang perlu dikeluarin? Biar gue bantu doa," ucap Syafiq lagi masih berani menggoda Syafi'i yang sudah misuh-misuh sendiri sedari tadi.

"Nggak banyak Fiq, seserahan 20an, mahar, dekor 5an, makanan 10an," jawab Saniyah.

"Ribu?" beo Syafiq.

"Juta!" kesal Syafi'i.

Syafiq tertawa lagi untuk kesekian kalinya. Melihat Syafi'i bergembung pipi seperti ini saja sudah membuat lega hatinya. Apalagi nanti kembarannya itu resmi dengan Shofia. Pasti makin masam bila digoda. Huhuy! Senjata bahagia Syafiq menistakan orang terdekat.

Saniyah menggelengkan kepala pelan. "Fiq, Fiq, Fi'i udah ada tujuan, kamu kapan?"

"Kapan-kapan," timpal Syafi'i sekenanya.

"Baddas!" Syafiq mengangkat kepalan tangan ke arah Syafi'i.

Selesai berkemas, cowok lebih berisi dari Syafi'i itu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, berwudu lalu salat ke musala bersama Syafi'i.

  ......

"Savina!"

Savina menghentikan langkah, memutar badan malas ke arah Ardhan. "Apalagi?"

"Ck! Udah berapa masalah yang kamu buat selama kamu bicara banyak?"

"Diem salah, bicara terbuka salah!" ketus Savina lalu menyeret diri ke dapur untuk mengambil bekal.

"Kamu tuh ya Ayah lagi ngomong main tinggal! 2 tahun kamu jadi mayat hidup, keluarga kita baik-baik aja. Sekarang Vira hilang. Kabar kamu juga udah merebak, paham nggak sih maksud Ayah kamu?!" sela Habibah murka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SyaVin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang