19. Dua sisi yang bertolak belakang

16 4 2
                                    

"Terkadang, tawa yang seseorang tunjukkan adalah topeng. Topeng untuk menutupi sisi lemah dan rahasia mereka, agar kamu tidak pernah menyadarinya, dan selalu menganggap mereka baik-baik saja."

🎭

Revan melangkah masuk ke rumahnya sepulang bertemu Fina, sekadar mengganggu cewek itu. Rasanya omelan, cewek itu benar-benar membuat Revan terhibur.

Seketika sebelah alisnya terangkat ketika memasuki rumah, dan melihat orang tuanya yang tengah bermesraan di sana.

Cowok itu berdeham sekali, yang langsung membuat orang tuanya menoleh dan salah tingkah. Revan terkekeh pelan, melangkah mendekati mereka dan mengambil tempat di tengah-tengah.

"Bun, Yah, jangan buatin Revan adek dulu deh. Kalau Revan udah mati—"

"Revan!" sentak kedua orang itu menatap anaknya tidak suka.

Revan mendengkus pelan, memilih memeluk sang bunda bermanja ria. "Bunda punya Revan, ayah nggak usah," godanya.

Dengan kesal, Bimo ayah Revan menjewer telinga sang anak gemas, yang tentunya diikuti aduhan dan kekehan kecil darinya.

"Kamu ini yaa, tambah bandel. Ayah cuman pergi sebentar kok, malah ngeklaim-klaim Bunda gitu aja. Sana cari cewek, jangan sama bunda! Bunda cuman punya Ayah kok!" Omel sang Ayah kemudian.

Lia menatap keduanya tidak mengerti, heran dengan ayah dan anak yang sama-sama tidak mau mengalah. "Udah Yah, lepasin, kasian anak Bunda ih!" lerainya memukul paha Bimo pelan.

"Mampus ...."

"Revan!" sentak keduanya kembali, yang hanya direspons kekehan oleh Revan kembali memeluk sang Bunda erat, seraya memejamkan mata.

Kedua orang tua itu menghela napas pelan, Bimo mengusap pelan surai putranya itu. "Gimana perasaan kamu, sekarang?"

Revan mengulas senyum tipis tanpa mengubah posisi, dan menggeleng pelan. "Nggak ada yang berubah Yah, Revan capek, pusing, mual," balasnya pelan.

Lia memeluk anaknya erat, membisikkan kata-kata penyemangat bagi hidup putra semata wayangnya itu.

"Kita operasi aja yaa ...."

"Ayah tau kamu kuat," sambung Bimo menarik keluarganya itu ke dalam pelukannya.

"Tolong yaa, demi Ayah, Bunda, Putry, dan yang lagi berusaha untuk kamu deketin itu." Revan melepas pelukan mereka, menoleh dengan tatapan terkejut pada Bimo.

"Yahh!"

Bimo terkekeh pelan, mengacak pelan puncak kepala Revan. "Nggak usah kepo, Ayah tau dari mana," ucapnya yang dibalas dengan wajah merenggut kesal dari Revan.

Lantas Revan berdiri melangkah pergi ke kamarnya, meninggalkan kedua orang tuanya yang tengah bersiul meledek di sana.

"Van jangan lupa katanya tadi mau ke rumah Thea, sekalian titip seperti biasa yaa kalau ke sana!" seru Lia dari lantai bawah yang dibalas dengan teriakan mengiyakan dari Revan.

Revan masuki kamarnya, namun rasa pusing lebih dulu menyerang dirinya hingga hanya bertopang tangan pada dinding kamar. Dia mengerjap pelan, sesaat pengelihatannya terlihat mengabur namun tetap berusaha melangkah ke arah ranjang, hingga kemudian dia terjatuh tepat di atas ranjang dengan posisi telungkup.

Revan menggeram pelan. "Dasar penyakit sialan ...." desisnya kemudian kehilangan kesadaran.

Beberapa jam kemudian, Revan kembali terbangun. Dia membalik tubuh, dengan tangan yang meraba meja nakas mencari jam beker yang bisanya berada di sana.

Cherished: The last Mission of GuardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang