21. Pembuktian

20 4 0
                                    

"Jika materi Induksi Matematika saja mengajarkan metode pembuktian, lalu kamu yang hampir seumur hidup hanya belajar, mengapa tidak bisa membuktikan bahwa kamu bukan orang yang bodoh dan lemah?!"

💌

Punggung Thea menabrak dinding dengan keras, membuat cewek itu meringis pelan. Di hadapannya, terlihat Lily dan beberapa temannya.

"Tutup pintunya!"

Salah satu dari mereka, orang yang Thea lihat di kelas El sebelumnya mengulas senyum miring dan mengunci pintu gudang itu.

Lily mencengkram rahang Thea kasar, menarik wajah itu untuk menatap matanya. Tubuh Thea gemetar ketakutan.

"Haaa ... seneng banget yaa lo, pacaran sama El." Dia mendengkus sinis. "Lo pikir, gue bakalan tenang aja dan liat kalian seperti itu?"

Lily menggeleng dengan seringainya. "Will never!" Lily menjambak rambut Thea kasar, dan secara refleks ditahan oleh Thea.

"Damn it! How bitches u're! Kenapa lo sesialan itu! Lo selalu renggut hal yang gue punya! Kenapa lo bisa sebiadab itu, hah! Bangsat!" bentaknya, membuat Thea ketakutan, dan tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Lily.

"Karena lo, ayah gue masih ngedekam di penjara! Karena lo, El gue berpaling! Si Anjing! Sialan!" Suara pekikan memenuhi gudang itu, Thea terisak tidak tahu menahu.

"A-apa maksud lo?!"

Lily melepas jambakan mereka dengan napas tersengal-sengas, menatap Thea yang sudah basah dengan air mata dan duduk meringkuk, dengan amarah yang masih meluap-luap.

"Nggak usah pura-pura nggak ingat! 12 tahun lalu, kecelakaan beruntun yang buat ayah gue masih dipenjara sampai sekarang!"

Thea menggeleng keras tidak tahu, bukankah orang tua Lily adalah investor terbesar di sekolah ini?!

"Je, pisau."

Thea terbelalak, dia menggeleng pelan ketika melihat salah satu teman Lily yang Thea tahu bernama Jeana, memberikan pisau jenis cutter pada Lily.

"N-nggak! Jangan! Gue mohon!" Thea menggeleng takut dengan tubuh gemetaran, dari yang ia lihat, ruangan ini kedap suara. Terbukti dengan beberapa pengedap suara yang dipasang di gudang itu, yang artinya mau dirinya berteriak sekencang apapun, itu hal yang sia-sia.

Lily berjongkok di hadapan Thea---lengkap dengan rambutnya yang berantakan karena perlawanan Thea---menyeringai menatapnya bak orang gila.

Dia mengarahkan cutter itu pada wajah Thea. "Jalang sialan! Jangan acungin itu, di depan wajah gue!" bentak Thea seraya menepis cutter itu hingga terlempar beberapa meter dari mereka.

Kedua teman Lily menganga tidak percaya, inikah yang katanya Thea si cewek polos bin bego itu? Lily hanya tertawa pelan.

Dia menarik dagu Thea kasar, dengan tatapan berapi-api. "Hah ... kemana Thea yang katanya anak paling polos di SMADA itu?" ejeknya dengan sinis.

Dia menoleh pada Jeana dan Febri. "Guys, gue udah bilangkan, kalau sikap polos-polos begonya, ini cewek emang topeng?"

Kedua gadis itu mengangguk setuju, sementara itu Thea tersenyum miring.

Cherished: The last Mission of GuardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang