"Kapt, saya tahu rumah Meisarah di mana?" ujar Waode.
"Kalau sudah tahu tunggu apa lagi, siapkan baju terbaikku!"
"Siap, Kapt!"
"Jangan lupa kalian belikan buah-buahan!"
"Siap Kapt!"
Kata Waode dan Son, pacar-pacar merekalah yang memberithukan secara diam-diam.
Awalnya, Sania dan Inggrit tak mau memberitahukan karena sudah berjanji dengan Meisarah. Tetapi, mau gimana lagi, kalau Son dan Waode tak bisa menemukannya, mereka terancam tak dapat promosi tahun ini. Otomatis Son dan Waode mengancam dua gadis bodoh itu putus.
Akhirnya, Sania dan Inggrit lemah. Memang dasar tidak dapat dipercaya dua gadis bodoh itu, demi cinta mereka berkhianat dengan sahabat sendiri. Dasar bucin.
Tenanglah Meisarah, tak perlu punya sahabat seperti mereka. Kau hanya perlu suami yang setia ini.
Son dan Waode mengantarku ke rumah Meisarah. Penuh perjuangan melewati jalan bebatuan dan penuh dengan lumpur. Astaga, jalanan di desa pelosok ini sungguh mengerikan.
"Kapt, gimana, nih, fortunernya kepala desa kotor."
"Biarin. Siapa suruh tidak memperbaiki jalan."
Iya, kan? Beli fortuner bisa, beli kebun bisa, beli tanah bisa. Masa memperbaiki jalan menuju rumah bintang hatiku tidak bisa?
Setiba di rumah Meisarah. mobil berhenti tak jauh dari halaman rumahnya. Dari dalam mobil, kulihat rumah Meisarah.
Deg. Rasa pilu datang menyergapku. Jadi, itu rumah Meisarah? Sebuah rumah kecil hanya beratap daun dan berdinding kayu. Tampak di halaman rumahnya mengepul asap dari daun-daun kering yang di bakar. Daun-daun kering itu gugur dari pohon akasia besar dekat rumahnya. Di bawah pohon itu, anak-anak berlarian main kejar-kejaran.
"Tiga anak laki-laki itu sepertinya adiknya, Kapt. Seperti yang dikatakan Sania dan Inggrit dia punya adik tiga," kata Son.
"Kau sudah belikan mainan buat mereka?"
"Eh, belum Kapt."
"Hah, kau ini. Bodoh banget, sih!" Aku mendecap kesal. Namun, kekesalan iti berubah ceria saat melihat Meisarah dengan rambut panjangnya yang tergerai dan mengenakan daster saja. Tampak dia sedang menggendong seorang anak kecil keluar dari kamar mandi. Mungkin habis memandikan adiknya. Ternyata Meisarah selain cantik, cerdas, dia juga keibuan.
"Hei, kalian. Cepat mandi!" Kami terkesiap mendengar teriakan Meisarah kepada adik-adiknya. Di tangannya ada sapu lidi. Wah, Meisarah ternyata galak juga, ya?
Kuperintah Son dan Waode untuk tetap di mobil.
Baru saja ketika keluar dari mobil dan berjalan di halaman rumah Meisarah. saat itu juga Meisarah yang melihat kedatanganku langsung masuk dan menutup pintu. Deg. Hatiku pilu. Meisarah menolak kedatanganku.
Namun, hatuiku tidak boleh goyah. Tujuanku bertamu dan ingin bertemu dengan kedua orang tuanya.
Kuketuk dan kuberi salam. Beberapa kali kulakukan itu, namun belum ada jawaban. Aku hampir menyerah tapi tiba-tiba, "krekk!" pintu dibuka. Seorang wanita paruh baya menatapku.
"Permisi, Bu. Saya Noah. Boleh saya bertamu?" Wanita itu menatapku penuh selidik.
"Benarkah ini rumah Meisarah, teman saya." Wanita itu membeliak, sedetik kemudian mengangguk.
"Saya dataang ingin mengucapkan selamat atas kemenangannya semalam dalam lomba cerdas cermat. Boleh saya bertamu?"
"Oh, silakan masuk!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Antara Takdir dan Tabir
Romance"Setiap perempuan memiliki rahasianya sendiri. Setiap laki-laki ingin memecahkannya, bukan?" Noah seorang kapten kapal penasaran dengan Meisarah yang terus mengabaikannya. Dia tak percaya bagaimana gadis desa itu tak menyukainya. Sementara dia adala...