Chapter 20

239 34 0
                                    

Pagi yang asri di Desa Periangan. Rumah dinas kepala desa ini cukup strategis. Di mana letaknya di tengah-tengah area desa. Bila ingin ke pelabuhan, hanya 500 meter. Jika ingin ke rumah Meisarah, juga 500 meter.

"Lapor Kapt!" Aku terkejut dengan kehadiran Waode. Kenapa dia laporan sepagi ini?

"Apa?"

"Kapt, ternyata Meisarah tidak membuat makam tapi pendopo."

"Apa?!" Aku melonjak.

"Buat apa?"

"Kata tukang yang membantunya untuk kegiatan belajar-mengajar, Kapt."

"Siapkan mobil, aku ingin melihatnya."

***

Melihat Meisarah menempa pasir dan semen hatiku pilu.

"Apa kau sudah urus sebelumnya tukang itu?"

"Siap, sudah Kapt." Aku meminta Son dan Waode mencari tahu tukang bernama Rukman. Sebelumnya, kuminta Son menanggung semua upahnya tapi Waode lebih dulu mengetahui kalau tukang itu telah korupsi uang pembangunan lapangan futsal di desa Periangan.

Dengan mengetahui kebusukannya itu, aku meminta Waode dan Son untuk memanfaatkannya. Alhasil, tukang itu terpaksa membantu Meisarah dengan alasan ingin sumbangsih kepada dunia pendidikan.

Namun, meninggalkan masalah tukang itu, baru saja terpikir olehku, mengapa Meisarah membangun tempat belajar?

"Lapor Kapt. Ternyata Meisarah seorang guru di SD Periangan tapi sudah tiga bulan dia dipecat."

"Kenapa?"

"Karena ijazah Meisarah hanya paket C bukan latar sarjana pendidikan."

"Lalu?"

"Lalu, anak-anak yang sekolah di sana tak mau sekolah jika gurunya bukan Meisarah. Banyak anak-anak ingin berhenti. Maka dari itu, Meisarah membuat tempat belajar karena berjanji akan tetap mengajar di luar jam sekolah asal anak-anak tetap sekolah."

Tiba-tiba saja, menetes air mataku. Di depan sana, kulihat Meisarah dengan penuh semangat mengaduk semen dan pasir. Jadi, dia melakukan semua itu demi anak-anak di desanya? Oh, Meisarah, maaf, aku telah egois.

Di Antara Takdir dan TabirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang