Chapter 26

206 26 0
                                    

"Lapor Kapt!

"Ada apa?"

"Meisarah menyumbang pasir untuk pembangunan sekolah."

"Hah, untuk apa?"

"Untuk membantu pembangunan sekolah itu, Kapt."

Meisarah, mengapa kau begitu baik? Aku sudah menghentikan dana pembangunan itu karena dia tak mengajar di sana. Aku kesal dengan kepala sekolah dan sekarang malah berujung menyusahkan Meisarah.

"Apa yang harus kita lakukan, Kapt?"

"Bukankah katanya sudah tujuh puluh lima persen?"

"Itu betul, Kapt. Pembangunan itu tinggal penyelesaian saja. Dan pihak sekolah sepertinya sedang menggalang dana untuk menyelesaikan pembangunan itu."

Jadi, itu sebabnya Meisarah menyumbang pasir?

"Satu lagi Kapt, anak pak camat menyumbang sepuluh karung semen. Tepat di depan Meisarah."

Oh, jadi, anak camat itu mulai mencari perhatian Meisarah?

"Kirim semua bahan yang diperlukan untuk penyelesaian pembangunan. Lakukan hal yang sama dengan lebih elegan. Kalian mengerti?"

"Siap, Kapt. Mengerti."

***

Aku tersenyum bangga mendengar kisah dari Son dan Waode. Di depan Meisarah dan Rajash, supir yang mengantar bahan mengatakan siapa penyumbang terbanyak itu. Aku yakin Rajash sangat ciut menerima kenyataan kalau di atas langit masih ada langit. Berani-beraninya dia bersikap sok dermawan di depan Meisarah. Memangnya dia pikir cuma dia yang bisa pencitraan? Rajash harus tahu sedang bersaing dengan siapa?

"Kapten, ada tamu."

"Siapa?"

"Katanya, dia Rajash." Aku membeliak. Anak camat itu menemuiku?

"Suruh masuk!"

"Siap, Kapt!"

Mengapa Rajash datang ke sini? Mungkin dia hendak mengakui kekalahnnya. Tak lama kemudian, Rajash sudah berada di depanku.

"Hai, Bung. Silakan duduk!"

"Aku datang memperingatkanmu, wahai pelaut. Berhentilah mengganggu Meisarah!"

"Sebentar! Apa maksud Anda, datang-datang langsung marah?"

"Sudahlah, tidak usah mengalihkan pembicaraan. Aku sudah tahu semuanya. Orang-orang ramai membicarakanmu yang terus mendekati Meisarah. Kau terus mencoba merayu dan menggodanya."

"Lho apa salahnya?"

"Salah. Sangat salah karena Meisarah tunanganku, dia milikku. Apa kau dengar, hah?!"

"Sebelum janur kuning melengkung, dia bukan milik siapa-siapa. Semua boleh menikung."

"Beraninya, kau!"

"Cukup, Rajash. Bukan hanya kau yang menginginkan Meisarah, aku juga. Jadi, jangan bersikap pengecut seperti ini. Buktikan saja siapa yang lebih pantas menjadi kekasihnya!"

"Okay, mulai hari ini, kita rival!"

Di Antara Takdir dan TabirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang