Angin mendesau di sore hari karena angin laut mulai berarak ke darat. Di haluan kapal, kunikmati suasana pelabuhan Periangan. Teriakan anak-anak yang berlarian di bibir pantai yang tak jauh dari dermaga, ibu-ibu yang ramai menjemur ikan di para-para, dan para nelayan yang baru saja datang melaut. Ini bukan kali pertama, sebab tiga bulan terakhir kapal kami sudah berada di sini, beroperasi mengangkut biji besi dari perusahaan tambang setempat. Namun, hanya beberapa hari lagi, kapal segera berlabuh kembali ke Jakarta.
Sebelum keberangkatan nanti, Meisarah harus menjadi milikku.
"Kapten, Meisarah sudah datang."
Mataku tertuju pada jembatan pelabuhan yang tak jauh dari pelabuhan batang tempat kapal kami bersandar. Sekitar 200 meter. Kuedarkan pandangan secara detail. Tampak para nelayan merapat ke pos dermaga.
Pos dermaga itu tak pernah sepi karena sebagaian warga Desa Periangan berprofesi nelayan. Sehingga setiap sore hari selalu ramai berdatangan membawa hasil melaut.
Hasil melaut itu mereka jual kepada Engkoh Ayung-lelaki Tionghoa, berusia paruh baya, dengan rambutnya yang sudah pelebaran jalan, serta suaranya yang khas, "Haiyyaaa!" Dia adalah orang satu-satunya yang memproduksi hasil tangkapan laut menjadi kerupuk. Namun, sebelum diolah tentu ada tahapannya. Seperti dibersihkan terlebih dahulu.
Yang bertugas membersihkan adalah para gadis Periangan. Mereka semua adalah buruh Engkoh Ayung yang bertugas membersihkan hasil tangkapan itu seperti menyiang ikan, cumi-cumi, dan mengupas udang.
Ramai para gadis itu bekerja. Wajah polos mereka tanpa make up terlihat bahagia. Aku telah menemukan di antara gadis-gadis yang bekerja itu, dia adalah bintang hatiku, Meisarah.
Meisarah bukan gadis sembarang. Dia ratu di antara bintang. Aku sering menemui wanita cantik tapi belum pernah menemui wanita secantik Meisarah. Yang paling penting sikapnya yang lebih dari cantik.
Jika semua wanita takut dengan pekerjaan kasar, takut dengan panas teriknya mentari, takut dengan dengan debu jalanan, Meisarah tak mempedulikan itu, karena semua itu tidak mengurangi kecantikannya.
Dari kejauhan, kuperhatikan dia yang sedang bekerja. Jujur saja, perasaanku gelisah setiap kali melihatnya bekerja. Membayangkan jari-jemarinya yang halus itu harus berkubang dengan air asin. Wajahnya yang cantik bagai reinkarnasi Sri Devi atau jika di Indonesia, dia Pevita Pearce, harus kecipratan air ikan yang bau. Telapak kakinya yang putih-bagai mengeluarkan darah setiap kali berpijak-harus lecet penuh dengan kutu air. Mengapa Meisarah menyulitkan dirinya? Andai dia tahu jika lelaki yang mencintainya ini adalah laki-laki yang bisa membuat hidupnya segalanya menjadi mudah. Cukup katakan saja, "Ya" aku akan membawanya dengan private jet.
"Kapt, kepala desa mengundang kita untuk hadir di acara lomba cerdas malam ini."
"Ah, tidak penting!" dalihku.
"Ada Meisarah sebagai pesertanya." Mataku membeliak. Bintang hatiku ikut lomba cerdas cermat?
"Okay, okay, kau siapkan pakaianku yang terbaik, ya! Jangan lupa sepatu jordanku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Antara Takdir dan Tabir
Romance"Setiap perempuan memiliki rahasianya sendiri. Setiap laki-laki ingin memecahkannya, bukan?" Noah seorang kapten kapal penasaran dengan Meisarah yang terus mengabaikannya. Dia tak percaya bagaimana gadis desa itu tak menyukainya. Sementara dia adala...