Aku tak tahu harus naik apa ke sana. Tapi yang jelas, seperti yang kucari informasinya. Jika naik travel membutuhkan waktu tempuh 7 jam 42 menit. Aku menghela napas. Lama banget.
Kucari tahu alat transportasi yang lain. Wah, ternyata bisa naik pesawat. Tapi kuurungkan niat. Kalau naik pesawat itu artinya aku masih saja ingin serba enak. Apa nanti yang akan kukatakan kepada Meisarah, kalau dia bertanya kepadku? Masa aku jawab naik pesawat? Itu terdengar sangat tidak berjuang.
Ya, sudahlah, akhirnya, aku memesan travel saja.
Ketika memasuki mobil travel yang kupesan lewat aplikasi, Son dan Waode turut masuk.
"Kalian?"
"Kita tujuan sama, Kapt. Perjalanan jauh ini membutuhkan kerjasama, okay?"
"Terserah!"
"Berapa biaya ke sana, Mas?" tanya Son.
"Dua ratus lima puluh ribu satu orang."
"Sampai ke tempat, kan?"
"Iya. Memangnya tujuan ke mana, Mas?"
"Periangan."
"Desa pesisir yang jauh itu?"
"Iya. Bisa ke sana, kan?"
"Maaf enggak bisa, Mas. Biasanya, sih, orang-orang yang ke sana harus rental. Kalau pun naik travel, kami hanya bisa sampai di pelabuhan Tanjung Serdang. Masnya harus naik bus untuk melanjutkan perjalanan."
Son dan Waode melirikku.
"Gimana Mas, mau naik travel atau rental. Kalau mau rental biar saya hubungi teman saya yang khusus rental arah ke sana."
"Kalau rental biaya berapa?" tanyaku.
"Dua juta lima ratus."
Aku terdiam. Naik travel saja atau rental?
"Jadi, mau travel atau rental?" Supir travel bertanya lagi. Aku masih bingung. Sebenarnya, bisa saja merental mobil tapi entah perjuangan apa yang kupersembahkan untuk Meisarah?
"Rental saja Mas, ya!" ujar Waode.
"Waode?"
"Udahlah, Kapt. Jangan terlalu berpikir!" ujar Son,
"Iya, Kapt. Kita bayarin, tenang saja," timpal Waode.
"Dasar cecunguk, ini bukan masalah bayaran."
"Kalau bukan masalah bayaran, apa lagi? Tuh, terlihat kerutan di jidat Kapten. Terlalu memikirkan rupiah. Jangan terlalu china!"
"Handphone yang kau pegang itu buatan china, you know?!"
***
Tak lama kemudian, mobil rental datang. Kami berangkat pada pukul 13:16 WITA. Kulihat Son dan Waode sudah duduk santai di kursi belakang. Kursi tengah ada dua wanita yang juga turut di mobil itu. Katanya satu tujuan dan dua cecunguk itu mengikutsertakan mereka.
"Daripada kosong, Kapt. Nanti ada setannya yang numpang, lho," kata Son.
"Iya, Kapt. Lumayan, kan, bayarannya dibantu," tambah Waode.
"Dasar kalian ini! Sudah kubilang bukan masalah bayaran."
Tiba-tiba dua wanita itu cengengesan melihatku. Mungkin mereka baru lihat ada cowok tampan.
Son dan Waode-dua cecenguk itu-mulai menebar pesona.
Perjalanan menuju Desa Periangan sudah dimulai. Mobil melandas dengan cepat melewati sebuah tugu hingga membawaku meninggalkan kota yang sering disebut kota berintan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Antara Takdir dan Tabir
Romance"Setiap perempuan memiliki rahasianya sendiri. Setiap laki-laki ingin memecahkannya, bukan?" Noah seorang kapten kapal penasaran dengan Meisarah yang terus mengabaikannya. Dia tak percaya bagaimana gadis desa itu tak menyukainya. Sementara dia adala...