Harapan anak-anak adalah harapanku. Inilah saatnya strategi kumainkan. Meisarah sangat menyukai pendidikan, aku perlu mencoba menggunakannya sebagai jembatan. Jembatan yang mengantarku masuk ke dalam lubuk hati Meisarah.
"Saya siap membantu perbaikan sekolah ini."
Kepala sekolah berjenis kelamin perempuan dan berbadan sofa itu penuh keherenan. Mungkin karena ada penyumbang tiba-tiba atau terkesima karena ketampananku. Namun, kalau bisa, cukup dia terkesima dengan uangku, jangan sampai dia terlena dengan ketampananku. Jujur saja, lebih baik tidak usah dianggap ada ketimbang disukai oleh orang yang tidak kita inginkan.
"Benarkah?" Kepala sekolah itu semringah. Aku menyeringai sinis, jangan sedang dulu Anda!
"Tapi ada syaratnya,"
"Apa syaratnya, Kapt?"
"Pertama, tidak ada yang boleh tahu jika sayalah yang menyumbang pembangunan ini."
"Oh, boleh. Kapt tenang saja! Ada lagi Kapt?"
"Karena ruang kelas bertambah tentu saja guru yang diperlukan juga bertambah bukan?"
"Benar. Saya siap meminta kepada Dinas Pendidikan untuk menambah tenaga pengajar dengan sertifikasi di bidangnya."
"Tidak. Bukan itu yang saya inginkan."
"Lalu?"
"Saya ingin Anda mengadakan tes seleksi tenaga pengajar."
"Oh, tentu saja, itu hal yang...."
"Saya belum selesai."
"Eh, maaf."
"Dan mereka harus putera-puteri daerah."
"Mana mungkin, Kapt. Di sini rata-rata hanya lulusan SMA kalau tidak paket C."
"Oleh karena itu, buat seleksi itu dengan syarat minimal SMA dan paket C."
"Tapi, Kapt ...." Kepala sekolah itu menghela napas. Aku tahu, dia tak bisa menolak kesempatan ini.
"Baiklah. Saya akan lakukan. Tapi kapan Kapt memulai pembangunanya?"
"Setelah Anda mengumumkan seleksi itu, saat itu juga dimulai."
"Deal!"
***
Keesokan harinya, kepala sekolah itu menepati janjinya.
"Lapor Kapt. Kepala sekolah sudah mengumumkan seleksi di lapangan terbuka." Son laporan padaku.
"Apa Meisarah sudah mengetahuinya?"
"Sudah, Kapt. Kata Sania, dia didesak anak-anak untuk ikut. Akhirnya, dia pun ikut serta. Hari ini juga pendaftaran telah dibuka."
"Bagus. Pantau terus jalan seleksi itu, laporkan setiap kejadian apapun padaku!"
"Siap Kapt!" Son dan Waode beranjak pergi.
"Sebentar!"
"Iya, Kapt?"
"Katanya kalian sudah putus, kok masih bisa komunikasi?"
"Hehe, anu, Kapt. Kami sudah berbaikan."
Dasar bucin.
"Baiklaah, siapkan cek sejumlah uang untuk kuserahkan kepada kepala sekolah."
Sesampai di sekolah, aku melihat pihak sekolah mulai menyusun acara seleksi. Mulai dari tahapan-tahapan tes hingga juri yang bertugas menilai.
"Oh, Kapten, kapan datang?" ujar kepala sekolah yang menyambangiku di ambang pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Antara Takdir dan Tabir
Romance"Setiap perempuan memiliki rahasianya sendiri. Setiap laki-laki ingin memecahkannya, bukan?" Noah seorang kapten kapal penasaran dengan Meisarah yang terus mengabaikannya. Dia tak percaya bagaimana gadis desa itu tak menyukainya. Sementara dia adala...