Untuk merayakan kemenangan pertarungan pertama, kuajak Son dan Waode makan bersama. Kupesan nasi uduk di pasar malam. Dengan lahap Son dan Waode menikmatinya.
"Kalian melakukan pekerjaan luar biasa hari ini. Mari bersulang!"
"Bersulang!" Aku, Son, dan Waode bersulang dengan es sprite.
"Kapt, kami boleh nanya enggak?"
"Apaan?"
"Ngomong-ngomong, Kapten kenapa, sih, segitunya ngejar Meisarah? Banyak lagi cewek kaya dia. Ngapain repot-repot."
"Iya, Kapt, yang dikatakan Waode benar. Lagi pula, Meisarah itu santer dikabarkan sudah ratusan kali menolak lamaran. Mungkin nasib Rajash juga akan begitu. Sebelum terlambat, Kapten bisa hentikan ini."
"Iya, Kapt. Sudah berbulan-bulan Kapten di sini. Segala cara telah dilakukan. Kalau ternyata Meisarah tidak mencintai Kapten kan, susah juga Kapt. Cinta itu tidak bisa dipaksakan."
"Stop!" Son dan Waode terkesiap.
"Aku tidak butuh pendapat kalian. Sekali berlabuh pantang mundur, walau badai menghadang sekali pun, aku tetap maju. Lebih baik tenggelam daripada putar haluan."
"Ya, baiklah, kalau begitu."
Cinta memang tidak bisa dipaksakan. Tak kan pernah kupaksa Meisarah mencintaiku, aku hanya ingin membuatnya mengerti kalau aku mencintainya. Itu saja. Namun, selama ini dia tak menghiraukanku. Dia tak menganggapku ada. Itulah yang tidak aku mengerti. Kalau benar dia tak mencintaiku, mengapa setiap kali aku mendekatinya, dia hanya diam? Orang yang menolak tentu mengatakannya, bukan?
"Oyah, Kapt, bolehkah kami izin besok." Son menyentakkan lamunanku.
"Emangnya kalian mau ke mana?"
"Anu, Kapt. Kami mau memperbaiki hubungan kami dengan Sania dan Inggrit."
"Okay."
Kebersamaan telah selesai. Son dan Waode tampaknya sudah pulas tidur setelah minum sprite berkaleng-kaleng. Aku masih belum bisa tidur karena terlalu bahagia. Kukira hanya kesedihan yang merenggut kantuk, ternyata kebahagiaan juga. Namun, kebahagiaan ini belum juga sempurna karena aku belum mengetahui apa yang ada di pikiran Meisarah.
Dsssshhhh gawaiku tiba-tiba bergetar. Aku harus melihatnya terlebih dahulu. Kalau itu Sabina, lekas kumatikan. Sudah seminggu ini dia terus meminta alamatku. Jangan sampai Sabina ke sini.
Kulihat bukan nomor Sabina. Tapi dari Roy.
From My Spy
: Saya menemukan jejaknya, Kapt.
Aku memejamkan mata. Benarkah, adik kandungku segera ditemukan? Oh, Kanaya, adikku. Di manakah kau? Kita terpisah lebih dari dua puluh lima tahun. Aku sungguh merindukanmu.
Dua puluh lima tahun yang lalu, kedua orang tuaku bercerai. Berdasarkan, hak asuh, anak laki-laki menjadi hak ibunya. Anak perempuan menjadi hak ayahnya. Aku ikut ibuku, dan Ayah membawa Kanaya.
Waktu itu usiaku 5 tahun, dan Kanaya baru berusia 2 tahun. Sebenarnya, Kanaya masih dalam hak asuh ibu karena masih bayi tapi ayah membawanya kabur. Sekarang entah di mana adikku itu? Aku dan Ibu sangat khawatir karena Ayah adalah pria yang jahat.
Roy adalah seseorang yang ditugaskan menjadi detektif pribadi kami, dia bertugas mencari tahu keberadaan ayah dan adikku. Setidaknya, temukan adikku sebelum ulang tahunnya yang ke-23 tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Antara Takdir dan Tabir
Romance"Setiap perempuan memiliki rahasianya sendiri. Setiap laki-laki ingin memecahkannya, bukan?" Noah seorang kapten kapal penasaran dengan Meisarah yang terus mengabaikannya. Dia tak percaya bagaimana gadis desa itu tak menyukainya. Sementara dia adala...