Chapter 20

211 72 9
                                    

20 | ALL IS BLUE

Tenggorokanku tercekat saat tengah malam. Aku berusaha bangkit meskipun rasa itu mencekik. Ketika menyeret langkah sampai ke dekat kulkas, aku kepayahan setengah mati. Aku mengeratkan jubah tidur, meneguk lebih banyak dan bernapas keras. Kenapa rasanya sakit?

Akhirnya aku bergerak ke kamar mandi sekalian mencuci muka. Mataku melebar sempurna mendapati ada jejak di kulit putihku. Tidak bukan jejak, tapi sulur tipis yang seperti terbenam di bawah kulit. Aku menekan-nekan, berulang kali sampai bibirku mendesis. Ini tanda....

Aku menggosoknya lagi tapi sulur itu tidak hilang, berjejak di sekitar leherku yang telanjang. Ada bekas gigitan Taehyung yang samar, mungkin sudah tidak terasa apapun tapi bekas biru itu masih di sana.

Apa tandanya...

"Dahyun, kau di sana?" Suara bariton itu membuyarkan pikiranku. Aku menyembunyikan leherku dengan helai rambut seraya berjalan keluar. Pria itu masih bertelanjang dada, dengan sinar temaram dari lampu tengah, aku bisa melihat tubuh atasnya yang atletis dan membuat kulit madunya terlihat berkilap, menggoda. "Kau terbangun, hm?" Ia berinsut menarik pinggangku dan mengecup pipiku cepat. Dia tertegun seraya menatap leherku.

"Ini tidak apa-apa."

"Sebentar," ujar Taehyung kemudian mengusap bekas tadi. Aku makin jelas mengingat tanda itu biasa kulihat di bawah kulit Taehyung tiap kali dia kesakitan atau menderita. Apakah aku.. vampir? Taehyung tercekat. "Kita harus ke rumah sakit sekarang."

Aku cepat menahan tangannya. "Tapi ini tidak sesakit yang kau pikirkan—"

"Ini bahaya."

"Apa? Apakah kau tidak sengaja mengubahku jadi vampir?" Alasan aku merasa sangat haus sampai gila tadi? Atau bagaimana kesadaranku langsung berada di titik teratas? Aku tidak pernah merasa sebugar ini.

"Tidak." Suara Taehyung membuatku berdesir apalagi tatapannya terlihat serius. "Kau.. tidak kebal akan racunku."

.

.

Menyebutnya 'racun' agak sedikit berlebihan. Apalagi racun berkaitan dengan kata mematikan dan berkaitan dengan kalimat 'aku mungkin saja mati' yang jelas menimbulkan efek ngeri. Aku tidak keracunan. Taehyung hanya sedang sakit dan sekarang, efeknya tertular kepadaku. Berbeda dengan vampir yang melawan rasa sakit itu, tubuhku.. bereaksi berbeda karena itu. Aku hanya merasa sedikit pusing tapi aku bisa berjalan. "Apakah maksudmu.. darahku juga bukan penawarnya?' Pertanyaan itu tercetus ketika kami masuk ke dalam taksi dan Taehyung bergegas memberitahu alamat rumah sakit keluarganya.

"Ya, sayangnya."

Rahangku mengetat. Aku tidak seistimewa itu. Melebihi rasa pusing dan segalanya, aku merasa kalau au payah. Tidak menyadari semuanya dari awal. Sekarang aku sudah berharap lebih pada diriku, pada Taehyung. Bahkan aku percaya diri bisa di dekatnya. "Apakah banyak gadis sepertiku?"

Taehyung mengangguk pelan, kemudian meremas tanganku. "Kau akan dapat penanganan."

"Ini bukan soal aku saja, tapi kau.. kau seharusnya dapatkan darah penawar, kan? Lalu selama ini mengapa kau terlihat baik-baik saja?"

"Mungkin aku sudah terbiasa, tapi jangan pusingkan itu sekarang. Kita harus membuatmu tidak terkontaminasi lebih jauh dan aku tidak mau kau pingsan, oke?" Taehyung menarik tubuhku agar menempel ke dekat dadanya. Vampir. Tidak berdetak. Tidak ada kehangatan. Kulit dingin bagaikan porselen dan iris emas yang menusuk. Aku menggeliat pelan dan memeluk pinggang ramping Taehyung.

Sesampainya di sana, Taehyung cepat berbicara dengan perawat yang langsung mengantarkanku ke satu ruangan khusus. Sepertinya VVIP dan Taehyung menahanku di dekat pintu."Pemeriksaannya tidak akan berlangsung lama. Aku akan berada di dekat sini, jadi jangan khawatir." Perawat itu sudah memanggilku, jadi mau tidak mau, aku melangkah menjauhinya.

.

.

Si perawat itu tersenyum simpul, membawa papan dengan kertas di depan dadanya. "Anda sudah boleh istirahat beruntung kami berhasil menahan laju racun tersebut." Racun lagi. Apakah Taehyung sangat beracun? Sebatas makhluk beracun di mata mereka? "Anda harus istirahat sementara ada yang mau bertemu dengan Anda."

Di posisiku berbaring, aku mendelik. "Siapa?"

Tidak berapa lama, pintu ruang inapku terdorong. Satu pria berjas putih nan gagah muncul. Dia berhenti bicara dengan sejumlah pengawalnya dan berhenti di dekat ranjang rumah sakit yang aku tempati. Pria itu punya wajah khas aristokrat, alis tajam nan gelap dan tatapan yang membuatku kaku. Dia tersenyum tipis dan memandang semua orang.

"Bisa tinggalkan kami berdua?"

Setelah ruangan sepi, pria itu menarik kursi dan duduk di sebalahku. Aku langsung bangkit terduduk memandanginya, bingung. "Anda.."

"Direktur Kim. Pemilik rumah sakit ini dan ayah Kim Taehyung," jelasnya dengan suara berat. "Apakah kau Nona Dahyun?" Aku mengangguk praktis. "Aku sudah dengar soal pemasangan kalian yang menurutku sangat mengejutkan karena kau jelas-jelas manusia. Tapi, lupakan itu sejenak. Apakah kau masih merasa pusing? Sesak napas?" tanyanya.

"Tidak, sejauh ini, tidak."

Ia mengangguk kemudian menekuni ekspresiku. "Putraku dia punya mengidap—"

"Aku tahu, sangat tahu," sahutku cepat kemudian meneguk ludahku dalam. "Aku pikir, aku tidak akan seperti ini hari ini. Apakah kau punya penjelasannya, Tuan?"

Ayah Taehyung menghela napas. "Hasil labmu akan keluar satu jam lagi, baru aku bisa menelitinya. Tapi, sejauh ini, sudah berapa sering Taehyung.. maaf meghisap darahmu? Sering? Jarang?" tanyanya lagi.

Aku berusaha tidak gugup, padahal rasanya seperti tertangkap basah berbuat mesum dengan anaknya sendiri. Aku meremas seprai dengan suara agak goyah. "Tidak sesering itu, tapi malam ini aku—maksudku kami—melakukannya."

"Seks?" tebaknya cepat.

Wajahku merah padam. Mengapa dia sangat blak-blakan?! Apakah dia tidak tahu betapa aku hampir ingin menutupi wajahku sendiri? "Tidak, tidak sejauh itu," jawabku dengan suara gemetar. "Apakah ini akan terus berlangsung? Apakah darahku memang.. bukan penawarnya?"

"Belum ada penelitian yang dapat membuktikan apakah darah manusia bisa disebut sebagai penawar. Mungkin itu hanya asumsimu sendiri, Nona. Tapi jujur saja, dibanding vampir lain, para pasienku, Taehyung itu yang paling kuat sekaligus mematikan. Tanda birunya tercetak jelas, biasanya tidak sampai tersebar ke tubuh manusia yang didekatinya, tapi kau.. seharusnya kau bahkan tidak sadarkan diri sekarang."

"Oh ya?" Jadi aku masih terhitung kebal, kan?"

Ia berdeham. "Tapi kita akan tunggu hasil labnya agar lebih jelas. Sekarang kau bisa bertahan di sini untuk sementara waktu, apakah kau sudah mengabari keluargamu? Orang tua?"

"Belum, rencananya setelah ini."

Ia mengangguk. "Baik, aku harap kau nyaman di sini. Jangan khawatirkan apapun dan tetap di sini saja. Aku akan meminta tambahan perawat untukmu."

"Tunggu."

Ayah Taehyung berhenti dari gerakannya hendak bangkit. Dia menatapku dengan tatapan tajam. Apakah dia memang sedingin ini? Atau ini bagian dari sikap profesionalnya meskipun menyangkut kasus anaknya sendiri?

"Apakah.. di lain waktu ada kemungkinan yang lebih buruk dari sekadar tidak sadarkan diri? Maksudku, kau tahu dengan pasti, terlebih ini anakmu dan kau bilang kalau Taehyung—"

"Yah." Jawabannya sukses mengirimkan efek aneh di belakang tengkuknya. "Kau bisa meninggal, Nona."

[]

SPARKLING & DAZZLING BLUE | kim th (Full-Length Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang