34 • Kilas Balik dan Batu yang Hilang

144 22 27
                                    

Sudah pasang mode gelap, kan?

***

Solar mengusap wajah setelah dia menggeram luapkan emosi yang tertahan. Laki-laki itu berdiri dari duduknya dan menyanggakan kedua tangan di jendela kastil.

Solar selalu berspekulasi bahwa semua hal bisa diselesaikan dengan otak dan otot. Namun untuk kasus kali ini, dia benar-benar dibuat bingung tujuh lautan.

Suara langkah kaki yang mendekat terdengar.

"Kau tahu, aku sangat payah dalam hal ini, Alpha." Solar berbalik hanya untuk menemukan Profesor Alpha di sana.

"Aku tidak bisa!" katanya kemudian.

Profesor Alpha tersenyum tipis, dia lalu berdiri di samping Solar. Menatap hamparan daratan yang rusak pasca perang.

"Berusahalah untuk tetap berada di sisinya, Dirgantara. Berusahalah untuk menjadi sosok yang selama ini Logan rindukan." Profesor Alpha menoleh ke arahnya.

"Tapi dia tidak ingin aku begitu."

"Omong kosong." Lalu suara tawa orang tua itu terdengar. "Siapa orang yang tidak senang ketika bertemu dengan keluarganya?"

Solar terdiam.

"Buatlah dia percaya, Solar." Profesor Alpha menepuk pundak laki-laki itu. "Temui Logan di danau. Beri tahu dia jawaban yang selama ini menjadi pertanyaannya."

***

Jika setiap sore akan selalu ada bunyi kelepak sayap burung pelikan di danau, saat ini, danau itu nampak tenang seperti danau mati.

Sama halnya dengan danau itu, Logan merasa kosong meski banyak orang yang singgah di Xalazar.

Ya, kastil tua yang bangunannya tinggal separuh itu dijadikan tempat karantina bagi orang-orang Xalazar dan beberapa penyintas. Setidaknya persediaan bahan makanan berhasil dipulihkan.

Reruntuhan bangunan juga mulai dibersihkan. Semua orang bahu membahu menyapu bersih bekas peperangan sengit pekan lalu.

"Kau sepertinya memiliki keahlian khusus soal menemukan tempat nyaman untuk menyendiri."

Logan mengangkat wajah dan kepalanya menoleh. Terlihat Solar berjalan mendekat dan berdiri di sampingnya.

"Apa kau mendapatkan keahlian itu dan mempelajarinya di kelas?" Solar tertawa. "Oho, kau pasti yang mendapatkan nilai tertinggi untuk itu. Aku benar bukan?"

Menghela napas, Logan kini berniat untuk menyendiri di dalam kamar saja. Menjauh dari Solar yang mengaku-ngaku sebagai pamannya.

Namun seolah mengetahui niatnya, Solar menarik bahu Logan dan membuatnya kembali ke tempat semula.

Lantas saja Logan menyingkirkan tangan itu dari bahunya dengan kasar.

"Apa lagi?" katanya. "Kalau kau mau berada di sini silakan saja! Aku akan masuk ke kamar dan mengunci pintu agar kau tidak perlu repot-repot lagi berbagi tempat denganku!"

Saat Logan hendak mengambil langkah pergi, Solar langsung memutar tangan dan memiting leher keponakannya itu seakan mau menyembelihnya. Membuat Logan merintih dan badannya terkunci saat itu juga.

"Apa yang kau lakukan, sialan?!" Logan berseru. "Lepaskan, heh!!"

"Sialan?!" Solar tertawa culas sambil menengadahkan kepala. Lalu kembali menatap Logan yang belum dilepas pitingannya.

"Tidak ada yang pernah mengatakan kata itu padaku sebelumnya. Bahkan Bumi yang sangat ingin menendangku keluar dari rumah tidak pernah mengatakannya. Dan kau..."

BATU BULAN [Logan Dirgantara] (SELESAI ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang