26 • Pekikan dari Utara

136 27 4
                                    

Pukul tiga pagi. Matahari belum terlihat di ufuk timur. Keadaan masih sangat gelap begitu juga udara dingin yang menusuk tulang.

Namun, hal itu tak menyurutkan laju kelima siswa Xalazar yang berlari menuruni bukit.

Selepas Logan menceritakan mimpinya pada Hera soal purnama ketiga belas, laki-laki itu langsung membangunkan Hadar dan Octan, sedangkan Hera dia langsung membangunkan Selina.

Tidak punya waktu untuk menjelaskan, mereka mulai mengendap-endap keluar meski Octan sesekali meminta untuk kembali ke dalam kastil.

"Kalian?! Apa yang—hmmphh..." Laki-laki bertubuh tinggi besar itu terperosok ke tanah dan tidak sadarkan diri.

Logan membuang sapu tangan yang sudah dibasahi dengan Ramuan Tidur, dia menatap keempat temannya.

"Ayo, kita ikat Regor di tiang lampu kebun labu di sana."

Mereka mulai menarik tubuh Regor yang besar. Butuh waktu sekitar dua puluh menit untuk menyelesaikannya.

"Ah, ya ampun... Kenapa tubuhnya begitu berat sekali?!" Hadar menarik napas panjang, lalu menatap Logan. "Jadi, apa selanjutnya?"

Logan terdiam sejenak, lalu berkata. "Kita cari Ayam Raksasa itu."

Teman-teman Logan mengangguk. Mereka kembali menuruni bukit untuk sampai ke bibir hutan.

Keadaan menjadi semakin dingin dan gelap setelah mereka tiba di sana.

"Aku pikir kita tidak seharusnya berada di sini." Octan menelan ludah.

Kembali teringat saat dia dan Logan masuk ke Hutan Nyepi untuk pertama kali, dan itu bukan sesuatu yang ingin ia ulangi.

Seolah tak mendengar kalimat Octan barusan, Logan melangkah lebih dulu. Disusul Selina dan Hera, lalu Hadar yang sembari memaksa Octan untuk ikut bersama mereka.

Ini kali kedua Logan memasuki Hutan Nyepi setelah 'perkelahian'nya dengan Chiayo.

Tidak ada yang berubah. Hutan gelap ini masih sama sunyi dan sepinya. Hanya terdengar suara langkah kaki mereka radius sepuluh meter.

"Ini aneh. Aku belum pernah melihat pohon bisa tumbuh besar di tempat yang kurang cahaya dengan udara dingin seperti ini." Hadar memecah lengang, takjub melihat pucuk-pucuk pohon yang menjulang tinggi.

Selina terkekeh. "Itu bukan hal yang aneh, Hadar... Pohon-pohon yang ada di Hutan Nyepi ini mengalami Etiolasi. Kinerja auksin akan menjadi maksimal dalam kondisi gelap, sehingga batang pohon ini akan cepat memanjang... Kita bahkan baru mempelajarinya lima hari lalu di kelas, kenapa kanu sudah lupa?"

Hera menendang tulang kering Hadar, membuat kembarannya itu mengerang kesakitan.

"Ah, apa yang kau lakukan, Hera?!" kata Hadar sambil mengusap bagian yang nyeri.

"Diamlah, jangan berkata apapun... Karena hal itu semakin membuatmu terlihat bodoh!"

Hadar menggeram kesal, yang justru mendatangkan tawa dari teman-temannya.

Namun tawa mereka langsung tersumpal saat mendengar suara pekikan di kejauhan, tepatnya dari arah Utara.

***

"Apa lagi yang harus aku lakukan?"

Perempuan dengan rambut hitam ikal itu tersenyum lebar. Menatap laki-laki dengan mata berkabut yang balas menatapnya dengan tatapan kosong.

"Aku senang kau bertanya, Tuan Leo."

Tuan Leo terdiam.

"Ini belum terlambat, Empusa."

BATU BULAN [Logan Dirgantara] (SELESAI ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang